Budi Karya Tinggalkan Deretan Korupsi di DJKA Kemenhub, Sudah Saatnya Eks Anak Buahnya Dibersihkan


Jakarta, MI - Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) yang tengah diselimuti dugaan rasuah mencerminkan pelanggaran serius terhadap peraturan perundang-undangan.
Mulai dari pengelolaan keuangan negara, pengadaan barang dan jasa, hingga integritas aparatur negara, semuanya tergambar dalam berbagai proyek yang terindikasi bermasalah di bawah kepemimpinan Menteri Perhubungan sebelumnya.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dam Kejaksaan Agung (Kejagung) pun didesak menuntaskan kasus rasuah di kementerian yang sempat dimpimpin Budi Karya Sumadi itu.
Catatan Monitorindonesia.com, berikut kasus yang tengah melilit DJKA itu:
Proyek Jalur KA Sulawesi Selatan
Pada April 2023, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terkait proyek pembangunan dan pemeliharaan jalur kereta api di Sulawesi Selatan.
Kasus ini melibatkan suap kepada pejabat DJKA dengan barang bukti senilai Rp2,823 miliar.
Tindakan ini jelas melanggar Pasal 2 dan Pasal 5 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta melawan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Para tersangka yang dijerat sebagai pihak yang diduga sebagai pemberi suap, yakni Direktur PT IPA (Istana Putra Agung) Dion Renato Sugiarto (DRS), Direktur PT DF (Dwifarita Fajarkharisma) Muchamad Hikmat (MUH), Direktur PT KA Manajemen Properti sampai Februari 2023 Yoseph Ibrahim (YOS), dan VP PT KAProperti Manajemen Parjono (PAR).
Enam tersangka lainnya diduga sebagai penerima suap, yakni Direktur Prasarana Perkeretaapian Harno Trimadi (HNO), Kepala Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Jawa Tengah Putu Sumarjaya, pejabat pembuat komitmen (PPK) BTP Jawa Tengah Bernard Hasibuan (BEN), PPK BPKA Sulawesi Selatan Achmad Affandi (AFF), PPK Perawatan Prasarana Perkeretaapian Fadliansyah (FAD), dan PPK BTP Jawa Barat Syntho Pirjani Hutabarat (SYN).
Dalam perkembangan kasus ini, KPK menetapkan oknum pejabat BPK RI. Ketua BPK RI Isma Yatun tak merespons konfirmasi Monitorindonesia.com soal siapa anak buahnya yany terseret dalam kasus ini.
Proyek Jalur KA Besitang-Langsa
Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menemukan kerugian negara hingga Rp1,157 triliun dalam proyek pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa.
Mantan Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Prasetyo Boeditjahyono telah ditetapkan Kejaksaan Agung (Kejagung) sebagai tersangka kasus korupsi proyek pembuatan jalur Kereta Api (KA) Besitang-Langsa periode 2017-2023 itu.
Selain Prasetyo, sebelumnya sudah ada tujuh tersangka lain dalam kasus ini.
Mereka adalah NSS selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2016-2017, AGP selaku KPA dan Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2017-2018.
Selanjutnya, tersangka AAS dan HH selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan tersangka RMY selaku Ketua Pokja Pengadaan Konstruksi tahun 2017. Kemudian AG selaku Direktur PT DYG serta FS selaku pemilik PT Tiga Putra Mandiri Jaya. Kasus ini telah berproses di pengadilan.
Proyek Solo Balapan-Kadipiro-Kalioso
Kasus dugaan suap pada proyek pembangunan jalur ganda Solo Balapan-Kadipiro-Kalioso juga terungkap melalui OTT KPK, dengan 25 orang terlibat.
Praktik manipulasi anggaran ini melanggar UU Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian yang menekankan prinsip efisiensi, keselamatan, dan akuntabilitas, serta UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencucian Uang.
Kasus ini bagian daripada dugaan korupsi tersebut melibatkan proyek pembangunan dan pemeliharaan jalur kereta api yang dikerjakan DJKA Kementerian Perhubungan pada tahun anggaran 2018-2022.
Bahwa dalam kasus ini, para tersangka diduga menerima suap untuk proyek-proyek seperti pembangunan jalur ganda Solo Balapan-Kadipiro-Kalioso, proyek jalur kereta api di Makassar, hingga beberapa proyek di Lampegan, Cianjur, dan perlintasan Jawa-Sumatera.
Suap yang diberikan berupa fee sebesar 5-10 persen dari nilai proyek, dengan total dugaan suap mencapai lebih dari Rp14,5 miliar.
KPK terus mendalami keterlibatan pihak-pihak lain untuk memastikan semua yang bertanggung jawab diproses secara hukum.
LRT Jabodebek
Proyek pembangunan LRT Jabodebek mencatat pembengkakan anggaran dari Rp29,9 triliun menjadi Rp32,5 triliun, disertai berbagai masalah teknis seperti kekacauan integrasi sistem.
Hal ini bertentangan dengan Perpres Nomor 16 Tahun 2018 dan UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang mewajibkan akuntabilitas dalam pelaksanaan tugas.
Ketua Komisi V DPR yang membidangi transportasi, Lasarus sempat mempertanyakan kualitas roda LRT Jabodebek yang baru beroperasi tapi sudah aus.
Sehingga tak laik digunakan, harus masuk bengkel untuk pembubutan.
Untuk itu, dia mendesak seluruh pihak terkait untuk mengaudit secara menyeluruh terhadap proyek LRT Jabodebek yang digarap PT Industri Kereta Api (Persero/INKA).
"Pihak terkait perlu mengaudit menyeluruh LRT termasuk pengadaan keretanya, pasti akan ditemukan penyebab kenapa roda kereta LRT itu cepat aus," kata Lasarus, Kamis (2/11/2023).
Soal potensi korupsi dalam proyek LRT Jabodebek ini, Lasarus emoh menanggapi. Dari hasil audit proyek LRT Jabodebek senilai Rp32,6 triliun itu, dia meyakini, semuanya bakal terang benderang. Termasuk wasangka soal korupsinya.
"Saya tidak mau berasumsi, sebelum ada hasil audit yang kredibel," kata Lasarus.
Adapun Lintas Raya Terpadu (LRT) Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi (Jabodebek), diresmikan Presiden Jokowi pada Senin pagi (28/8/2023).
Peresmiannya dilakukan di Stasiun Cawang Jakarta.
Proyek LRT Jabodebek yang menghabiskan anggaran Rp 32,6 triliun ini, digarap PT Industri Kereta Api (Persero/INKA). Kereta ringan tak bermasinis melintasi rel sepanjang 41,2 kilometer sekali jalan.
Pengumpulan Dana Pemilu
Kasus terbaru mengungkap dugaan pengumpulan dana oleh pejabat DJKA dari kontraktor proyek untuk mendukung pemenangan Pemilu 2019.
Uang tersebut dikumpulkan atas perintah Menteri Perhubungan, melanggar Pasal 280 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Gratifikasi.
Bahwa mantan anak buah Budi Karya Sumadi di Kementerian Pehubungan (Kemenhub) diduga mengumpulkan sejumlah duit untuk membantu kemenangan Joko Widodo alias Jokowi pada Pemilihan Presiden 2019 lalu.
Tak tanggung-tanggung, masing-masing dari 9 Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) menyetor Rp 600 juta termasuk mantan pejabat Kantor Pembuat Komitmen (PPK) Balai Teknik Perkeretaapian Jawa Tengah, Yofi Okatriza.
Yofi adalah terdakwa kasus dugaan kasus dugaan suap proyek jalur kereta api pada Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sidangnya masih bergulir di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin (13/1/2025) dengan agenda pemeriksaan mantan Direktur Sarana Transportasi Jalan Kemenhub Danto Restyawan sebagai saksi.
Awalnya, dalam kesempatan itu, Danto mengatakan pada tahun 2019, Direktur Prasarana Kemenhub Zamrides yang mendapat tugas dari Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, untuk mengumpulkan uang sekitar Rp5,5 miliar guna keperluan pemenangan pada pilpres.
Saat itu, Danto masih menjabat sebagai Direktur Lalu Lintas Kereta Api Kemenhub. Menurutnya, uang tersebut dikumpulkan dari para PPK di DJKA yang bersumber dari para kontraktor proyek perkeretaapian.
"Informasinya Pak Zamrides diminta untuk lari ke luar negeri sementara karena terpantau oleh KPK," jelas Danto di hadapan hakim.
Pun, Danto diperintahkan oleh Menhub untuk menjadi pengganti Zamrides sebagai pengumpul dana dari para PPK. Selain setoran Rp 600 juta dari PPK itu, ada pula setoran dari fee kontraktor yang ditujukan untuk membeli 25 ekor hewan kurban.
Tak hanya itu saja, Biro Umum Kementerian Perhubungan juga diminta patungan sebesar Rp1 miliar untuk keperluan bahan bakar pesawat Menhub saat kunjungan ke Sulawesi.
Sementara secara pribadi, Danto menerima uang dari terdakwa Yofi Okatriza sebesar Rp595 juta yang seluruhnya telah dikembalikan melalui penyidik KPK.
Yofi Okatriza diduga menerima suap Rp55,6 miliar dari belasan kontraktor pelaksana proyek di wilayah Purwokerto dan sekitarnya pada kurun waktu 2017 hingga 2020.
Selain uang, terdakwa juga menerima hadiah berupa barang dengan nilai mencapai Rp1,9 miliar.
Sekadar tahu, bahwa Budi Karya Sumadi saat ini sudah tak menjabat lagi sebagai Menteri Perhubungan. Namun kesaksiannya sangat dibutuhkan dalam perkara ini.
Jika diduga terlibat, tak ada alasan lagi KPK untuk tidak menetapkannya sebagai tersangka dan menjebloskannya ke sel tahanan.
Atas deratan kasus rasuah itu, lantas apakah sudah saatnya DJKA dibekukan?
Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW), Iskandar Sitorus, enggan berspekulasi demikian. Hanya saja dia menilai integritas aparatur sipil negara (ASN) di DJKA telah begitu rusak sehingga membutuhkan langkah pembenahan total.
"KPK dan aparat hukum lainnya harus berkoordinasi dengan Menteri Perhubungan yang baru untuk memastikan pembenahan menyeluruh dilakukan," kata Iskandar kepada Monitorindonesia.com, Kamis (16/1/2025).
Jika diperlukan, tambah dia, sementara waktu bekukan seluruh personil DJKA dan gantikan dengan ASN yang bersih dari perilaku buruk.
"Langkah ini penting untuk mencegah bibit-bibit kejahatan baru di masa mendatang dan memastikan pengelolaan proyek perkeretaapian berjalan sesuai prinsip transparansi, akuntabilitas, dan keberlanjutan," tutupnya. (an)
Topik:
DJKA Kemenhub KPK Budi Karya