KPK Belum Tahan Bos Jembatan Nusantara Adjie, Tersangka Korupsi ASDP

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 13 Februari 2025 20:56 WIB
Pemilik PT Jembatan Nusantara Adjie saat memenuhi panggilan penyidik di Gedung KPK, Jakarta, 24 Juli 2024 lalu. (Foto: Dok MI)
Pemilik PT Jembatan Nusantara Adjie saat memenuhi panggilan penyidik di Gedung KPK, Jakarta, 24 Juli 2024 lalu. (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK hingga saat ini belum menahan Adjie selaku bos PT Jembatan Nusantara yang merupakan tersangka dalam kasus dugaan korupsi dalam proses kerja sama usaha dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP pada tahun 2019-2022.

Diketahui bahwa pada Maret 2022, ASDP mencaplok PT Jembatan Nusantara. Dilansir dari situs resmi ASDP, PT Jembatan Nusantara merupakan perusahaan kapal feri swasta yang mengoperasikan enam lintasan long distance ferry atau LDF dengan jumlah armada 53 unit kapal. Akuisisi tersebut membuat ASDP memiliki 219 unit kapal atau bertambah 53 dari sebelumnya 166 unit kapal.

Berdasarkan informasi yang diperoleh Monitorindonesia.com, Kamis (13/2/2025) malam, bahwa Adjie saat ini masih sakit. Sehingga KPK belum memanggilnya lagi.

Sementara tiga tersangka sudah dijebloskan ke sel tahanan yakni, Ira Puspadewi selaku Direktur Utama ASDP nonaktif, Harry Muhammad Adhi Caksono selaku Direktur Perencanaan dan Pengembangan ASDP dan Yusuf Hadi selaku Direktur Komersial dan Pelayanan ASDP.

"Sejak 19 Agustus 2024, KPK telah menetapkan tersangka dari dewan direksi PT ASDP dan satu orang swasta yaitu pemilik dari PT Jembatan Nusantara. Per hari ini, KPK melakukan upaya hukum atau upaya paksa terhadap tersangka-tersangka tersebut yaitu akan melakukan penahanan yaitu terhadap tersangka IP, MYH dan HM," ujar Plh Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo Wibowo saat konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (13/2/2025).

Adapun penahan dilakukan mulai hari ini 13 Februari 2025 hingga 20 hari ke depan atau sampai 4 Maret 2025 di rutan kelas I Jakarta Timur cabang KPK.

Dalam perkembangan pengusutan kasus ini, KPK telah menyita 23 aset tanah dan bangunan dengan senilai Rp 1,2 triliun. "Pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2024, penyidik KPK telah melakukan penyitaan terhadap aset tanah dan bangunan sebanyak 23 bidang tanah dan bangunan dengan nilai estimasi penyitaan sebesar kurang lebih Rp 1,2 triliun," kata jubir KPK, Tessa Mahardhika, Selasa (31/12/2024).

Aset itu tersebar di wilayah Bogor (2 bidang), Jakarta (7 bidang), dan Jawa Timur (14 bidang). "Bahwa penyitaan yang dimaksud terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi dalam proses Kerja Sama Usaha (KSU) dan Akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Tahun 2019-2022," jelas Tessa.

Sekadar tahu bahwa penyidikan perkara ini sudah dimulai sejak 11 Juli 2024. Adapun dugaan kerugian negara sementara Rp 1,27 triliun.

"Untuk kegiatan (pengadaan) yang diajukan itu legal. Ini terjadi mulai terjadi kesalahannya itu adalah ketika prosesnya. Jadi barang-barang yang dibeli dari PT JN (Jembatan Nusantara) itu juga kondisinya bukan baru-baru. Itu yang kemudian menyebabkan akhirnya terjadi kerugian. Kemudian, juga perhitungan dan lain-lain," kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu pada 17 Juli 2024 lalu.

Di lain sisi, bahwa pada 15 Oktober 2024, Adjie selaku mantan pemilik PT Jembatan Nusantara mengklaim tidak ada kerugian negara dari proses akuisisi perusahaannya itu. Dia mengaku tidak menerima uang apa pun. 

"Nggak (terima uang). Saya jual saja. Menurut saya, menurut saya ya, nggak ada (kerugian negara)," kata Adjie setelah menjalani pemeriksaan saat itu. (an)

Topik:

KPK ASDP Jemabatan Nusantara