Korupsi Pabrik Gula PTPN XI Seret Hutama Karya

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 20 Februari 2025 17:49 WIB
Hutama Karya Tower (Foto: Dok MI/Aswan)
Hutama Karya Tower (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI - Bareskrim Polri melalukan penggeledahan HK Tower pada Kamis, 20 Februari 2025 sekitar pukul 10.00 WIB. 

Penggeledahan tersebut terkait kasus korupsi pembangunan pabrik gula Djatiroto Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.

Proyek tersebut merupakan agenda strategis BUMN yang didanai oleh APBN melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) pada 2015.

Terkait hal ini, EVP Sekretaris Perusahaan PT Hutama Karya (Persero), Adjib Al Hakim, buka suara.

Bahwa penggeledahan tersebut terkait dugaan korupsi pada Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi EPC Proyek Pengembangan dan Modernisasi Pabrik Gula Djatiroto pada 2016 di Lumajang milik PTPN XI.

Dugaan adanya tindak pidana korupsi tersebut saat ini tengah diusut oleh Korps Pemberantas Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Bareskrim Polri.

“Penggeledahan yang dilakukan oleh Bareskrim Polri adalah dalam rangka proses penyelidikan kasus tersebut,” kata Adjib, Kamis (20/2/2025).

Hutama Karya, ujar dia, tidak akan menghalangi proses penyidikan dan berkomitmen untuk mendukung Bareskrim Polri dalam mengusut kasus ini, serta akan bersikap kooperatif serta transparan dalam memberikan informasi yang dibutuhkan.

“Hutama Karya juga mendukung program bersih-bersih BUMN yang digalakkan oleh Menteri BUMN, serta memastikan penerapan tata kelola perusahaan yang baik dalam setiap proses bisnisnya,” tuturnya.

Adapun penggeledahan ini sebelumnya dibenarkan Waka Kortas Tipikor, Brigjen Arief Adiharsa.

"Iya betul, sedang berlangsung (Kasus) PTPN terkait pembangunan pabrik gula Djatiroto dan Assembagoes, ini konteksnya Djatiroto," katanya.

Belum diketahui barang apa saja yang disita.

"Belum (ada yang disita), masih berlangsung penggeledahannya," kata Arief.

Diketahui bahwa Kortas Tipikor Polri meningkatkan status penyelidikan menjadi penyidikan terkait dugaan dugaan pekerjaan konstruksi terintegrasi Engineering, Procurement, Construction, and Commissioning (EPCC) pada proyek Pengembangan dan Modernisasi Pabrik Gula Assembagoes Situbondo milik PTPN XI. Proyek ini berlangsung dari 2016 hingga 2022.

Kakortastipidkor, Irjen Cahyono Wibowo, mengatakan dalam proyek tersebut beberapa jaminan kinerja yang dijanjikan, seperti kapasitas giling, kualitas produk, dan produksi listrik untuk ekspor, gagal dipenuhi. 

Padahal, dalam pelaksanaannya, proyek besar tersebut melibatkan alokasi dana negara dan anggaran pinjaman.

"Kami melihat adanya sejumlah penyimpangan yang mengarah pada dugaan pelanggaran hukum yang merugikan keuangan negara. Oleh karena itu, kami akan melanjutkan proses penyidikan dengan fokus pada pencarian bukti-bukti lebih lanjut untuk menetapkan tersangka," kata Cahyo.

Cahyono menjelaskan, proyek ini dimulai sebagai bagian dari program strategis BUMN dengan pendanaan dari Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp650 miliar. 

Kemudian, mendapat tambahan pinjaman senilai lebih dari Rp462 miliar.

Lebih lanjut, dia menuturkan bahwa selama proses pelaksanaan, ditemukan KSO Wika-Barata-Multinas tidak melibatkan pihak yang memiliki keahlian dalam teknologi gula. 

Selain itu, sebagai kontraktor utama, gagal memenuhi sejumlah target teknis, seperti kapasitas giling yang jauh di bawah spek perjanjian, kualitas gula tidak sesuai standar, dan tidak terjadinya produksi listrik untuk ekspor.

Pada 2022, kata Cahyono, PTPN XI memutuskan kontrak dengan KSO Wika-Barata-Multinas setelah gagal memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam kontrak. 

Saat itu, total pembayaran yang telah diberikan oleh PTPN XI kepada pihak kontraktor mencapai 99,3% dari nilai kontrak atau Rp716,6 miliar.

"Proses penyidikan ini akan terus berjalan sesuai dengan mekanisme hukum yang berlaku." 

"Kami akan berkoordinasi dengan Jaksa Penuntut Umum dan pihak terkait lainnya untuk memastikan bahwa kasus ini diselesaikan secara transparan dan akuntabel," imbuh Cahyono.

Topik:

Hutama Karya PTPN