Revisi UU Kejaksaan Ancam Independensi Penegakan Hukum


Jakarta, MI - Praktisi hukum dan politik, Bambang Riyanto, menyoroti perubahan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan. Bambang Riyanto menggarisbawahi Pasal 8 ayat 5, yang menyatakan bahwa pemeriksaan terhadap jaksa harus mendapat izin dari Jaksa Agung.
"Ada beberapa poin dalam revisi yang sangat penting untuk dikaji ulang. Salah satunya Pasal 8 ayat 5 yang menyatakan bahwa pemeriksaan terhadap jaksa harus mendapat izin dari Jaksa Agung," kata Bambang dalam diskusi bertajuk "Kejaksaan Superbody dan Ancaman Kekuasaan Absolut" yang diselenggarakan di Gedung Theater Prof. Qodri Azizy ISDB, Fakultas Syariah & Hukum, UIN Walisongo, Semarang dikutip pada Senin (24/3/2025).
Bambang menilai aturan ini berpotensi menghambat transparansi dan menurunkan akuntabilitas kejaksaan. "Ini bisa berdampak pada independensi dan akuntabilitas dalam proses hukum," kata Bambang.
Selain itu, Pasal 11A ayat 2 terkait rangkap jabatan juga dikhawatirkan dapat memicu konflik kepentingan. Sementara itu, Pasal 30B huruf b, yang memberikan wewenang kepada Kejaksaan untuk menciptakan kondisi yang mendukung pelaksanaan pembangunan, dinilai terlalu luas sehingga berisiko disalahgunakan.
Pasal 30B huruf e, yang mengatur pengawasan terhadap multimedia, turut menjadi sorotan karena dinilai bisa membatasi kebebasan berekspresi di ruang digital. Polemik juga muncul terkait perluasan kewenangan kejaksaan dalam revisi ini, termasuk pemberian senjata api bagi jaksa untuk keperluan perlindungan diri.
Meski dimaksudkan untuk meningkatkan keamanan, kebijakan ini menuai kekhawatiran karena dinilai berpotensi disalahgunakan jika tidak diimbangi dengan mekanisme kontrol yang ketat.
Menanggapi berbagai kritik, Kejaksaan Agung menegaskan bahwa revisi UU Kejaksaan bertujuan untuk memperkuat peran institusi tersebut dalam mengendalikan perkara atau dominus litis.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa konsep dominus litis merupakan standar universal yang diterapkan di berbagai negara.
"Dominus litis itu norma yang berlaku secara universal di seluruh dunia. Apakah kita ingin meninggalkan prinsip fundamental ini?" kata Harli.
Ia juga mengajak masyarakat untuk menelaah revisi UU Kejaksaan secara objektif serta tidak mudah terpengaruh oleh narasi yang menyudutkan institusi tersebut.
Meskipun Kejaksaan Agung menegaskan bahwa revisi ini bertujuan untuk memperkuat sistem hukum, berbagai pihak tetap mendesak agar ada kajian lebih mendalam agar perubahan tersebut tidak justru mengancam prinsip keadilan dan demokrasi.
Topik:
Revisi UU Kejaksaan RUU Kejaksaan