Temuan BPK: Imbalan Prestasi dan PPh Badan Bebani Keuangan OJK dari Anggaran Rp 7,4 Triliun

Adrian Calvin
Adrian Calvin
Diperbarui 16 Juli 2025 03:03 WIB
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI (Foto: Dok MI)
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI mengungkap bahwa pembayaran imbalan prestasi atas kinerja organisasi tahun 2022 dan pencapaian individu pegawai sebesar Rp759,61 miliar serta pembayaran PPh Badan tahun 2022 sebesar Rp78,05 miliar direalisasikan tidak sesuai ketentuan dan kebijakan akuntansi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 

OJK pada Tahun 2023 menetapkan anggaran pengeluaran sebesar Rp7.455.502.670.313,00. Sementara realisasi anggaran kegiatan administrasi sampai dengan 31 Desember 2023 diketahui sebesar Rp6.150.659.948.060,00. Realisasi tersebut di antaranya merupakan pembayaran Imbalan Prestasi Tahun 2022 dan Pajak Badan Tahun 2022. 

Namun BPK menyatakan bahwa pembayaran Imbalan prestasi atas kinerja organisasi dan pencapaian individu pegawai tahun 2022 sebesar Rp759.611.918.843,00 dengan beban tahun 2023 tidak sesuai ketentuan dan pembayaran PPh Badan Tahun 2022 sebesar Rp78.055.886.950,00 dengan beban tahun 2023 tidak sesuai ketentuan. 

"Hal tersebut mengakibatkan pembayaran kegiatan tahun 2022 berupa Imbalan Prestasi dan PPh Badan tahun 2022 membebani keuangan OJK tahun 2023 dan Beban Kegiatan Administratif pada Laporan Operasional OJK tahun 2023 tidak mencerminkan pembiayaan kegiatan OJK tahun 2023," tulis hasil pemeriksaan BPK sebagaimana diperoleh Monitorindonesia.com, Rabu (16/7/2025).

Menurut BPK, hal tersebut disebabkan Dewan Komisioner OJK kurang cermat dalam menetapkan Keputusan Dewan Komisioner tentang pembayaran Imbalan Prestasi tahun 2022 menggunakan beban tahun 2023; Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK kurang cermat dalam menyetujui pembayaran PPh Badan tahun 2022 menggunakan beban tahun 2023; dan Kepala DPSU kurang cermat dalam mengusulkan pembayaran PPh Badan tahun 2022 menggunakan beban tahun 2023. 

Atas hal tersebut OJK memberikan tanggapan bahwa sesuai dengan Pasal 37 ayat (5) UU 21/2011 dikatakan bahwa “Pungutan yang diterima pada tahun berjalan meleibihi kebutuhan OJK untuk tahun anggaran tahun berikutnya, kelebihan disetor ke kas negara”.

Berdasarkan ketentuan tersebut dimaknaj bahwa pungutan tahun berjalan digunakan untuk membiayai anggaran tahun berikutnya (tidak dapat digunakan untuk membiayai anggaran tahun berjalan), yaitu termasuk membiayai kegiatan administrasi tahun berjalan. 

Sesuai SEDK Nomor 5/SEDK.02/2022 tentang Perubahan atas SEDK Nomor 5/SEDK.02/2020 tentang Kebijakan Akuntansi OJK disebutkan hal-hal sebagai berikut: 

a) Romawi II angka 2 hurufa yang menyatakan Pengakuan jumlah pajak kini yang belum dibayar harus diakui sebagai liabilitas‘utang pajak dan beban pajak; dan 

b) Romawi lH angka 3 huruf a yang menyatakan Pengukuran liabilitas payak dan beban (penghasilan) pajak diukur sebesar jumlah yang diperhitungkan secara self assesment. 

c. pembayaran PPh Badan yang berasal bukan dari anggaran tahun berjalan sudah dilakukan sejak tahun 2015-2020 dan dilakukan kembali pada tahun 2023. 

Sementara BPK merekomendasikan kepada Dewan Komisioner OJK agar menganggarkan dan menetapkan pembayaran Imbalan Prestasi atas Kinerja Orpanisasi dan Pencapaian Individu pada tahun berjalan sesuai dengan masa penilaian kinerja; 

Merekomendasikan juga kepada Ketua Dewan Komisioner OJK agar memerintahkan Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK untuk menganggarkan dan menetapkan pembayaran PPh Badan pada tahun anggaran berkenaan dan selanjutnya agar meningkatkan tata kelola Imbalan Prestasi kerja dan PPh Badan; dan menginstruksikan Kepala DPSU untuk selanjutnya mengusulkan pembayaran PPh Badan tahun berjalan menggunakan beban tahun berjalan.

Topik:

BPK OJK