Kasus Demo Anarkis hingga Penjarahan, SETARA Institute Desak Pemerintah Bentuk TGPF

![Hendardi, Ketua Dewan Nasional SETARA Institute Ketua Dewan Nasional Setara Institute, Hendardi [Foto: Repro]](https://monitorindonesia.com/index.php/storage/news/image/hendardi-ketua-dewan-nasional-setara-institute.webp)
Jakarta, MI - Ketua Dewan Nasional Setara Institute, Hendardi mengatakan aksi demontrasi dan kerusuhan, yang terjadi di Jakarta dan berbagai daerah pada akhir Agustus 2025, melahirkan tuntutan baru agar peristiwa itu diusut tuntas.
"Berbagai protes lanjutan tentu saja terus didengungkan secara lantang di ruang publik, mulai dari gerakan 'hijau pink' dalam profil akun media sosial, gerakan 17+8, tagar #resetindonesia, tagar #wargajagawarga, serta aneka tuntutan dan seruan lainnya," kata Hendardi di Jakarta, Minggu (7/9/2025).
Hendardi menyebutkan, pasca jatuhnya korban akibat terjadinya berbagai aksi anarkisme berupa perusakan dan pembakaran kantor-kantor polisi, fasilitas umum serta penjarahan properti pribadi, Presiden Prabowo Subianto sudah berspekulasi mengenai adanya indikasi makar, terorisme, dan menuding pihak asing memainkan eskalasi di tingkat domestik.
"Pertama, makar, terorisme, dan dugaan keterlibatan asing merupakan tindakan dan agenda yang terorganisasi dan pelakunya terlatih, mengandaikan adanya aktor-aktor di balik layar," ujar Hendardi.
Sementara, sambung Hendardi, publik juga memunculkan dugaan adanya kontestasi politik kekuasaan, agenda politik rezim, dan sebagainya. Oleh karena itu, dibutuhkan klarifikasi dan investigasi mendalam agar rangkaian kerusuhan itu terklarifikasi dengan terang-benderang, yakni siapa dalang, bagaimana operasi berlangsung, apa tujuan politiknya, dan sebagainya.
"Jika tidak, maka publik akan terus diliputi kecemasan dan ketidakpastian, bahkan akan memantik kemarahan lanjutan eskalasi yang ada," jelasnya.
Dalam konteks itu, menurut dia, Presiden Prabowo atau pemerintah harus segera membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang kredibel untuk mengungkap fakta yang sebenarnya, menemukan pola gerakan, dan memisahkan penyampaian aspirasi demokratis dan kebebasan mengemukakan pendapat di muka umum yang dijamin oleh konstitusi negara dari agenda-agenda politik terselubung yang menungganginya.
Kedua, kata Hendardi, publik dan setiap warga negara memiliki hak untuk tahu (rights to know), dan merupakan subjek yang berhak atas perlindungan dan rasa aman.
Presiden mungkin sudah memiliki data dan analisis, serta telah menyusun langkah-langkah antisipatif lanjutan, berkenaan dengan dinamika eskalatif yang terjadi.
"Tetapi keterbukaan mesti ditunaikan oleh pemerintah dan mekanisme partisipasi bermakna (meaningful participation) mesti dibuka seluas-luasnya, dengan melibatkan para pakar, masyarakat sipil, akademisi, tokoh agama, pekerja media, aparat penegak hukum, dan elemen sipil relevan lainnya," ungkapnya.
Oleh karena itu, Hendardi menegaskan, potensi penanganan yang gebyah uyah atau salah sasaran harus diminimalisasi, bahkan dihentikan. TGPF dapat menjadi dasar untuk memastikan hak untuk tahu masyarakat atas peristiwa itu dan menciptakan rasa aman yang otentik.
Ketiga, Hendardi menambahkan, pengungkapan data dan fakta merupakan mekanisme cooling down system dari kemarahan publik yang harus berjalan secara simultan dengan agenda-agenda mendasar yang mesti dilakukan oleh pemerintah dan para elite politik.
"Ini untuk memperbaiki tata kelola penyelenggaraan negara yang melahirkan kesenjangan dan jauh dari cita-cita ultima berbangsa dan bernegara Indonesia, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," tandasnya.
Topik:
Kasus Demo Anarkis SETARA Institute TGPFBerita Terkait
![Represi Aparat dan Gagalnya Transformasi Polri di Tengah Bebalnya Elite Politik Rantis Brimob Lindas Ojol saat Demo DPR Ricuh [Foto: Tangkapan layar]](https://monitorindonesia.com/index.php/storage/news/image/brimob-tabrak-ojol.webp)
Represi Aparat dan Gagalnya Transformasi Polri di Tengah Bebalnya Elite Politik
29 Agustus 2025 13:31 WIB

Seskab Teddy hingga Bahlil Dianugerahi Tanda Kehormatan, Setara Institute: Prabowo Langgar Undang-undang
28 Agustus 2025 16:12 WIB