KPK Periksa Direktur PT Ara Mandiri Servis Yadi Kurniawan terkait Pemerasan RPTKA Kemnaker

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 30 September 2025 15:07 WIB
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) (Foto: Dok MI)
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Direktur PT Ara Mandiri Servis, Yadi Kurniawan untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan terkait pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Selasa (30/9/2025).

"Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK atas nama, YD, swasta (Direktur PT Ara Mandiri Servis)," kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo.

Marjoko Hadinoto (staf PT Artha Jaya Leonindo), Rokiyah (swasta/agen TKA), Tariyamah (swasta/agen TKA), dan Tri Utomo (swasta/agen TKA) juga turut dipanggil dalam kasus yang sama. "Hari ini Selasa (30/9), KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap saksi dugaan TPK terkait pengurusan RPTKA di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker)," beber Budi.

Sebelumnya, penyidik KPK terus menelusuri bukti praktik pemerasan dalam pengurusan RPTKA di Kemnaker sebelum 2019. Fokus penyidikan saat ini memang pada periode 2019–2024 di era Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah. Namun, penyidik juga mendalami dugaan praktik serupa pada masa kepemimpinan Muhaimin Iskandar alias Cak Imin (2009–2014) dan Hanif Dhakiri (2014–2019).

Pendalaman bukti dilakukan dengan memeriksa dua saksi, yakni Muhammad Tohir alias Doni (swasta/agen TKA) dan Yuda Novendri Yustandra (Direktur Utama PT Laman Davindro Bahman). Pemeriksaan berlangsung di Gedung Merah Putih KPK.

"Saksi hadir. Para saksi didalami apakah permintaan uang dan dugaan pemerasan terjadi sebelum tahun 2019 atau sesudahnya," kata Budi, Senin (29/9/2025).

KPK sebelumnya mengungkap praktik pemerasan RPTKA telah berlangsung sejak 2012, melibatkan tiga menteri tenaga kerja dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), yakni Muhaimin Iskandar (2009–2014), Hanif Dhakiri (2014–2019), dan Ida Fauziah (2019–2024).

“Praktik ini bukan hanya dari 2019. Dari hasil proses pemeriksaan yang KPK laksanakan, memang praktik ini sudah mulai berlangsung sejak 2012,” kata Plt Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo Wibowo, Kamis (5/6/2025).

Budi menegaskan, KPK tidak menutup kemungkinan memanggil para menteri yang menjabat dalam rentang waktu tersebut untuk dimintai klarifikasi.

“Kemudian, sama terkait menteri, apakah ada KPK potensi sampai ke menteri atau melakukan klarifikasi kepada menteri, tentunya sama, dugaan ini ada. Ini merupakan gratifikasinya diterima berjenjang, apakah ada petunjuk ke arah yang paling atas di kementerian tersebut sedang kami perdalam dalam proses penyidikan,” jelasnya.

KPK telah menetapkan delapan tersangka dalam kasus dugaan pemerasan RPTKA dengan nilai aliran dana mencapai Rp53,7 miliar pada periode 2019–2024. Mereka adalah:

1. Haryanto (HY) – Dirjen Binapenta dan PKK periode 2024–2025, Rp18 miliar

2. Putri Citra Wahyoe (PCW) – Staf Direktorat PPTKA periode 2019–2024, Rp13,9 miliar

3. Gatot Widiartono (GTW) – Koordinator Analisis dan Pengendalian TKA periode 2021–2025, Rp6,3 miliar

4. Devi Anggraeni (DA) – Direktur PPTKA periode 2024–2025, Rp2,3 miliar

5. Alfa Eshad (ALF) – Staf Direktorat PPTKA periode 2019–2024, Rp1,8 miliar

6. Jamal Shodiqin (JMS) – Staf Direktorat PPTKA periode 2019–2024, Rp1,1 miliar

7. Wisnu Pramono (WP) – Direktur PPTKA periode 2017–2019, Rp580 juta

8. Suhartono (SH) – Dirjen Binapenta dan PKK periode 2020–2023, Rp460 juta

Selain itu, terdapat aliran dana tambahan sebesar Rp8,94 miliar yang dibagikan kepada sekitar 85 pegawai Direktorat PPTKA dalam bentuk “uang dua mingguan”. Dana tersebut juga digunakan untuk kepentingan pribadi, termasuk pembelian aset atas nama individu maupun keluarga tersangka.

Kasus ini mengindikasikan adanya praktik korupsi yang sistematis dan terorganisir dalam pengurusan RPTKA. Dokumen ini merupakan syarat wajib bagi perusahaan yang ingin mempekerjakan tenaga kerja asing di Indonesia, di bawah kewenangan Direktorat PPTKA, Ditjen Binapenta dan PKK.

Modus yang terungkap menunjukkan adanya pungutan liar berjenjang. Permohonan RPTKA hanya diproses jika pemohon menyetor sejumlah uang. Jika tidak membayar, permohonan diperlambat atau diabaikan. Penjadwalan wawancara via Skype juga dikendalikan secara manual dan hanya diberikan kepada pemohon yang menyetor uang.

Catatan: Redaksi Monitorindonesia.com mencantumkan nama saksi menjunjung Asas Equality Before the Law. Bahwa prinsip fundamental negara hukum yang menyatakan bahwa setiap orang memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum, tanpa memandang status, jabatan, atau kekuasaan. Maka pihak bersangkutan jika keberatan, redaksi Monitorindonesia.com terbuka melayani hak jawab dan/atau bantahan.

Topik:

KPK