Dugaan Penyelewengan Ekspor POME Pengusaha Sawit senilai Rp 45,9 T Diusut

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 7 November 2025 02:57 WIB
Sejumlah kontainer yang melanggar ekspor turunan minyak sawit mentah (CPO) di Terminal Kalibaru, Kamis (6/11/2025)
Sejumlah kontainer yang melanggar ekspor turunan minyak sawit mentah (CPO) di Terminal Kalibaru, Kamis (6/11/2025)

Jakarta, MI - Kasus dugaan pelanggaran ketentuan ekspor terhadap produk turunan limbah cair minyak kelapa sawit (CPO) atau Palm Oil Mill Effluent (POME) tengah diusut Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Langkah itu dilakukan setelah temuan dugaan pelanggaran produk turunan CPO lain bernama fatty matter yang resmi diamankan hari ini, Kamis (6/11/2025) di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.

"Saat ini masih dalam proses investigasi tim di Direktorat Jenderal Pajak, khususnya di Direktorat Penegakan Hukum," kata Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto.

Adapun indikasi penyelewengan ekspor itu terjadi sejak 2021 hingga 2024 yang berasal dari 2.457 wajib pajak (WP), dengan total nilai pemberitahuan ekspor barang (PEB) mencapai sekitar Rp45,9 triliun.

Dugaan bermula dari sejumlah eksportir melaporkan ekspor sebagai POME Oil (HS Code 230690) untuk menghindari kewajiban Bea Keluar (BK) dan Pungutan Ekspor (PE) sesuai ketentuan yang berlaku.

Padahal, POME sejatinya merupakan limbah cair hasil pengolahan CPO dengan kadar minyak hanya sekitar 0,7% dan tidak layak secara ekonomis untuk diekspor dalam jumlah besar.

Data internalnya juga menunjukkan bahwa volume ekspor POME justru melampaui volume ekspor CPO nasional, serta ditemukan perbedaan signifikan antara data ekspor Indonesia dan data impor negara tujuan atau mirror gap.

"Ini masih dugaan apakah itu sebenarnya produk POME atau bukan, tetapi saat ini masih dalam proses investigasi," tutur Bimo.

Dalam kaitan itu, pemerintah lewat Kementerian Perdagangan lantas membuat Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 2/2025, yang salah satunya isinya memperketat pengaturan ekspor produk turunan CPO, termasuk POME.

Sejak diberlakukan aturan tersebut, ternyata pemerintah mengendus adanya kenaikan signifikan ekspor produk turunan CPO lainnya, yakni fatty matter yang notabene tidak termasuk dalam klasifikasi komoditas yang dikenakan BK dan PE.

Celah Ini kemudian dimanfaatkan oleh eksportir tersebut untuk menghindari kewajiban fiskal, yang pada akhirnya merugikan negara sekitar Rp140 miliar.

Tim operasi gabungan Kemenkeu dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) telah mengamankan sebanyak sekitar 1.800 ton dari total 87 kontainer yang berisi produk fatty matter tersebut.

Direktur Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kemenkeu Djaka Budi Utama mengatakan, total produk yang diamankan berasal dari perusahaan bernama PT MMS dan 3 perusahaan afiliasi lainnya dengan nilai mencapai sekitar Rp28 miliar pada periode 20-25 Oktober lalu.

"Barang tersebut diketahui sebagai produk turunan bernama fatty matter dengan berat bersih kurang lebih sekitar 1.802 ton atau senilai Rp28,7 miliar," jelas Djaka.

Dari hasil kajian dan kegiatan penindakan lapangan tersebut, tim gabungan juga menemukan berbagai indikasi pelanggaran seperti manipulasi dokumen ekspor dan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya dan penghindaran kewajiban domestic market obligation (DMO).

Kemudian, ditemukan juga adanya praktik underinvoice dan transfer pricing melalui perusahaan afiliasi luar negeri, pengajuan restitusi PPN fiktif menggunakan dokumen ekspor tidak sah.

"Praktik-praktik tersebut merupakan bagian dari aktivitas ekonomi bayangan atau shadow economy yang secara sistematis menggerus basis penerimaan negara dan merusak tata kelola ekspor Indonesia," tandasnya.

Topik:

POME