Korupsi Aluminium, Kejati Sumut Periksa Saksi dari PT Inalum dan PASU
Medan, MI - Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara (Sumut) telah memeriksa sejumlah saks kasus dugaan korupsi penjualan aluminium oleh PT Inalum kepada PT PASU tahun 2019.
"Terkait jumlah saksi yang sudah diperiksa dalam dugaan tindak pidana korupsi penjualan aluminium oleh PT Inalum ke PT PASU sebanyak 10 orang saksi," kata Plh Kasi Penkum Kejati Sumut Indra Ahmadi Hasibuan, Senin (17/11/2025).
Adapun saksi-saksi itu berasal dari PT Inalum dan PT PASU. Pemeriksaan ini dilakukan dalam tahap penyidikan.
Sebelumnya, Tim Penyidik Pidana Khusus Kejati Sumut menggeledah Kantor PT Inalum di Kabupaten Batu Bara, hari ini. Penggeledahan ini terkait dugaan korupsi penjualan aluminium tahun 2019 kepada PT PASU.
"Dalam rangka mengungkap dugaan terjadinya tindak pidana korupsi pada penjualan aluminium pada tahun 2019 oleh PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) Tahun 2019 kepada PT PASU Tbk," kata Indra Ahmadi, Kamis (13/11/2025).
Penggeledahan dilakukan hari ini sejak pukul 10.30 WIB hingga pukul 16.00 WIB. Ada sejumlah ruangan yang digeledah oleh penyidik. "Ruangan Direktur Keuangan, Direktur Layanan Strategis, Direktur Produksi, Direktur Pelaksana, Pengembangan Bisnis, Direktur Human Capital, Kepala Departemen logistic atau Pengadaan hingga ruangan penyimpanan arsip yang berlokasi di Gedung kantor PT Inalum tersebut," bebernya.
Tim penyidik mencari alat bukti berupa dokumen terkait perencanaan hingga pembayaran penjualan itu. "Lokasi atau ruangan yang digeledah diduga masih terdapat bukti-bukti yang mendukung berupa surat/dokumen proses penjualan sejak perencanaan hingga pembayaran hasil penjualan produk PT Inalum tersebut dilakukan," tandasnya
Adapun enggeledahan itu juga berdasarkan persetujuan Pengadilan Negeri Medan melalui Surat Penetapan Nomor: 14/Pen.Pid.Sus.TPK-GLD/2025/PN.Mdn yang kemudian ditindaklanjuti dengan Surat Perintah Penggeledahan dari Kepala Kejati Sumut Nomor 16/L.2/Fd.2/11/2025 tanggal 5 November 2025.
Temuan BPK dalam LHP Nomor 19/LHP/XX/I/2025
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI telah menerbitkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Atas Kepatuhan Pengelolaan Pendapatan, Beban dan Investasi pada BUMN Tahun 2020 sampai dengan 2023 .
Dari data yang diperoleh Monitorindonesia.com, bahwa dalam LHP BPK Auditoriat Utama Keuangan Negara VII tahun 2025, Nomor 19/LHP/XX/I/2025, tanggal 30 Januari 2025 itu sangat jelas disebutkan terdapat sejumlah masalah.
Bahwa, kebijakan penjualan aluminium alloy kepada PT PASU (Tbk), kurang prudent. Lalu, penjualan alumunium alloy kepada PT PASU tidak mempertimbangkan risiko yang bisa merugikan perusahaan. Padahal dalam neraca PT Inalum per 31 Desember 2022 dan 31 Desember 2021, terdapat piutang usaha PT PASU sebesar USD 1,79 (ribuan USD).
Selanjutnya, berdasarkan catatan smile treasury diketahui bahwa, listing outstanding piutang usaha kepada PT PASU yang belum dibayarkan kepada PT Inalum per 30 Desember 2023 sebesar USD 8.190.333,24. Terdiri dari 29 invoice penjualan tahun 2020 dan 2021.
Setidaknya, BPK mengungkapnya temuannya soal pemeriksaan atas kebijakan metode pembayaran, perjanjian jual-beli, laporan keuangan, listing outstanding piutang dan permintaan penyelesaian invoice PT PASU.
Bahwa di antara temuan BPK itu, seperti Request For Approval (RVA)/permintaan persetujuan dengan metode pembayaran Document Against Acceptance (D/A) tahun 2020 tidak sesuai dengan SK-020/DIR/2019.
Dalam dokumen itu, terkuak bahwa PT Inalum melakukan penjualan produk aluminium alloy kepada PT PASU dengan metode pembayaran tanpa agunan. Bahkan, metode pembayaran ini hanya dilakukan kepada PT PASU saja.
Dalam temuan BPK itu juga menyebutkan bahwa, kebijakan metode pembayaran D/A itu berisiko tidak terbayar. Namun tetap dilaksanakan tanpa mempertimbangkan risikonya.
Sesuai hasil temuan BPK, kebijakan jangka waktu jatuh tempo pembayaran 180 hari setelah tanggal ekseptasi itu, juga tidak didukung kajian risikonya. Kemudian, PT Inalum tidak segera melakukan evaluasi perjanjian penjualan berdasarkan informasi Laporan Keuangan PT PASU tahun 2019 dan 2020.
BPK juga menemukan bahwa, kegagalan bayar tidak diproses sesuai dengan perjanjian jual beli. Dimana kegagalan bayar dimaksud, tidak diproses sesuai hukum yang berlaku.
Tak hanya itu, BPK juga menemukan bahwa belum terdapat kesepakatan tertulis dengan PT PASU untuk menyelesaikan permasalahan piutang usaha.
Diduga ada niat pemufakatan jahat PT Inalum dengan PT PASU. Tahun 2019, direksi PT Inalum sengaja mengubah kebijakan penjualan alumunium alloy tanpa adanya jaminan.
Akibatnya PT PASU tidak bertanggungjawab memenuhi kewajibannya kepada PT Inalum. Bahkan tidak mengatur ketentuan lebih lanjut pembayaran aluminium alloy tersebut.
Hal tersebut diduga disebabkan Direktur PT Inalum bersama SEVP Pengembangan Usaha, SEVP Keuangan Operasional tahun 2019, dengan sengaja tidak segera menempuh jalur hukum untuk melindungi kepentingan perusahaan. Dimana mereka menetapkan metode pembayaran dengan D/A tanpa kajian risiko dan melanggar Surat Keputusan Direksi Nomor: SK-020/DIR/2019.
Kemudian menurut BPK, Deputy General Manger SMS/Kepala Departemen Marketing dan Sales melalaikan tanggungjawabnya dengan tidak melakukan evaluasi kontrak penjualan berdasarkan data-data laporan keuangan PT PASU.
IHPS II-2024 mengungkap kerugian negara Rp 146,11 miliar
Dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II-2024, BPK menemukan indikasi potensi kerugian PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) mencapai US$8,95 juta atau setara Rp146,11 miliar (asumsi kurs Rp16.325 per US$).
Potensi itu muncul imbas transaksi penjualan produk aluminium alloy kepada PT PASU. Bahwa temuan pemborosan tersebut terdapat dalam pemeriksaan terhadap pendapatan, biaya, dan investasi badan usaha milik negara (BUMN), dan badan lainnya.
BPK mencatat Inalum menjual aluminium alloy kepada PT PASU dengan metode pembayaran document againts acceptance (D/A) tanpa agunan. Menurut BPK, metode yang hanya diberikan kepada PT PASU tersebut tidak sesuai dengan SK Direksi Nomor SK-020/DIR/2019.
Adapun, aturan itu mengatur bahwa tata cara pembayaran penjualan wajib menggunakan metode pembayaran di muka. BPK menyebut, penjualan dengan metode D/A atau janji bayar tanpa jaminan/garansi tersebut berisiko tidak terbayar jika pembeli tidak dapat memenuhi kewajibannya.
"Hal ini mengakibatkan potensi kerugian perusahaan atas piutang usaha tak tertagih serta bunga dan denda PT PASU sebesar US$8,95 juta," tulis BPK dalam laporan IHPS II-2024 sebagaimana diperoleh Monitorindonesia.com, Kamis (13/11/2025).
Untuk itu, BPK merekomendasikan direktur utama Inalum agar membuat kebijakan baru atau merevisi kebijakan lama dalam penjualan produk yang mempertimbangkan prinsip Business Judgement Rules.
BPK juga meminta direktur utama Inalum bersama direktur keuangan melakukan upaya penguatan manajemen risiko perusahaan dan lebih aktif dalam melakukan upaya penagihan piutang PT PASU.
Topik:
Kejati Sumut Inalum PASU Korupsi AluminiumBerita Sebelumnya
Terkuak! Begini Modus Dugaan Korupsi di Ditjen Pajak
Berita Selanjutnya
Korupsi Bea Cukai dan Pajak: Srimul dan Bekas Anak Buah Ketar-ketir!
Berita Terkait
Citraland Dibangun di Atas Aset Korupsi! Pakar Hukum: Seret Semua Mafianya!
15 November 2025 16:57 WIB
Usai "Acak-acak" Ruangannya, Kejati Sumut akan Periksa Dirkeu hingga Kepala Departemen Logistik Inalum
14 November 2025 20:24 WIB