Temuan BPK soal Penjualan Aluminium kepada PT PASU
Jakarta, MI - Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatra Utara (Sumut) telah melakukan penggeledahan Kantor PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) Tbk. di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kuala Tanjung, Kabupaten Batubara, Sumut, pada Kamis (13/11/2025) kemarin.
Penggeledahan itu diduga terkait dengan kasus korupsi penjualan aluminium pada tahun 2019 oleh PT Inalum kepada PT Prima Alloy Steel Universal (PASU).
Penggeledahan itu juga berdasarkan persetujuan Pengadilan Negeri Medan melalui Surat Penetapan Nomor: 14/Pen.Pid.Sus.TPK-GLD/2025/PN.Mdn yang kemudian ditindaklanjuti dengan Surat Perintah Penggeledahan dari Kepala Kejati Sumut Nomor 16/L.2/Fd.2/11/2025 tanggal 5 November 2025.
Setidaknya penyidik Kejati Sumut menyasar 7 ruangan direktur perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu hingga ruangan penyimpanan arsip.
7 ruangan direktur PT Inalum itu adalah
1. Direktur Keuangan
2. Direktur Layanan Strategis
3. Direktur Produksi
4. Direktur Pelaksana
5. Pengembangan Bisnis
6. Direktur Human Capital
7. Kepala Departemen logistic atau Pengadaan
Kepala Kejaksaan Tinggi Sumut Harli Siregar menyatakan bahwa dari penggeledahan itu penyidik menyita surat pengiriman atau penjualan barang berupa aluminium, laporan keuangan serta dokumen lainnya.
"Dokumen berupa surat pengiriman atau penjualan barang berupa aluminium oleh PT.Inalum kepada pihak swasta (PT.PASU), laporan keuangan serta dokumen lainnya, dimana diduga barang bukti tersebut sangat terkait dengan tindak pidana yang sedang disidik." kata Harli Siregar kepada Monitorindonesia.com, Jumat (14/11/2025).
Temuan BPK dalam LHP Nomor 19/LHP/XX/I/2025
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI telah menerbitkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Atas Kepatuhan Pengelolaan Pendapatan, Beban dan Investasi pada BUMN Tahun 2020 sampai dengan 2023 .
Dari data yang diperoleh Monitorindonesia.com, bahwa dalam LHP BPK Auditoriat Utama Keuangan Negara VII tahun 2025, Nomor 19/LHP/XX/I/2025, tanggal 30 Januari 2025 itu sangat jelas disebutkan terdapat sejumlah masalah.
Bahwa, kebijakan penjualan aluminium alloy kepada PT PASU (Tbk), kurang prudent. Lalu, penjualan alumunium alloy kepada PT PASU tidak mempertimbangkan risiko yang bisa merugikan perusahaan. Padahal dalam neraca PT Inalum per 31 Desember 2022 dan 31 Desember 2021, terdapat piutang usaha PT PASU sebesar USD 1,79 (ribuan USD).
Selanjutnya, berdasarkan catatan smile treasury diketahui bahwa, listing outstanding piutang usaha kepada PT PASU yang belum dibayarkan kepada PT Inalum per 30 Desember 2023 sebesar USD 8.190.333,24. Terdiri dari 29 invoice penjualan tahun 2020 dan 2021.
Setidaknya, BPK mengungkapnya temuannya soal pemeriksaan atas kebijakan metode pembayaran, perjanjian jual-beli, laporan keuangan, listing outstanding piutang dan permintaan penyelesaian invoice PT PASU.
Bahwa di antara temuan BPK itu, seperti Request For Approval (RVA)/permintaan persetujuan dengan metode pembayaran Document Against Acceptance (D/A) tahun 2020 tidak sesuai dengan SK-020/DIR/2019.
Dalam dokumen itu, terkuak bahwa PT Inalum melakukan penjualan produk aluminium alloy kepada PT PASU dengan metode pembayaran tanpa agunan. Bahkan, metode pembayaran ini hanya dilakukan kepada PT PASU saja.
Dalam temuan BPK itu juga menyebutkan bahwa, kebijakan metode pembayaran D/A itu berisiko tidak terbayar. Namun tetap dilaksanakan tanpa mempertimbangkan risikonya.
Sesuai hasil temuan BPK, kebijakan jangka waktu jatuh tempo pembayaran 180 hari setelah tanggal ekseptasi itu, juga tidak didukung kajian risikonya. Kemudian, PT Inalum tidak segera melakukan evaluasi perjanjian penjualan berdasarkan informasi Laporan Keuangan PT PASU tahun 2019 dan 2020.
BPK juga menemukan bahwa, kegagalan bayar tidak diproses sesuai dengan perjanjian jual beli. Dimana kegagalan bayar dimaksud, tidak diproses sesuai hukum yang berlaku.
Tak hanya itu, BPK juga menemukan bahwa belum terdapat kesepakatan tertulis dengan PT PASU untuk menyelesaikan permasalahan piutang usaha.
Diduga ada niat pemufakatan jahat PT Inalum dengan PT PASU. Tahun 2019, direksi PT Inalum sengaja mengubah kebijakan penjualan alumunium alloy tanpa adanya jaminan.
Akibatnya PT PASU tidak bertanggungjawab memenuhi kewajibannya kepada PT Inalum. Bahkan tidak mengatur ketentuan lebih lanjut pembayaran aluminium alloy tersebut.
Hal tersebut diduga disebabkan Direktur PT Inalum bersama SEVP Pengembangan Usaha, SEVP Keuangan Operasional tahun 2019, dengan sengaja tidak segera menempuh jalur hukum untuk melindungi kepentingan perusahaan. Dimana mereka menetapkan metode pembayaran dengan D/A tanpa kajian risiko dan melanggar Surat Keputusan Direksi Nomor: SK-020/DIR/2019.
Kemudian menurut BPK, Deputy General Manger SMS/Kepala Departemen Marketing dan Sales melalaikan tanggungjawabnya dengan tidak melakukan evaluasi kontrak penjualan berdasarkan data-data laporan keuangan PT PASU.
IHPS II-2024 mengungkap kerugian negara Rp 146,11 miliar
Dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II-2024, BPK menemukan indikasi potensi kerugian PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) mencapai US$8,95 juta atau setara Rp146,11 miliar (asumsi kurs Rp16.325 per US$).
Potensi itu muncul imbas transaksi penjualan produk aluminium alloy kepada PT PASU. Bahwa temuan pemborosan tersebut terdapat dalam pemeriksaan terhadap pendapatan, biaya, dan investasi badan usaha milik negara (BUMN), dan badan lainnya.
BPK mencatat Inalum menjual aluminium alloy kepada PT PASU dengan metode pembayaran document againts acceptance (D/A) tanpa agunan. Menurut BPK, metode yang hanya diberikan kepada PT PASU tersebut tidak sesuai dengan SK Direksi Nomor SK-020/DIR/2019.
Adapun, aturan itu mengatur bahwa tata cara pembayaran penjualan wajib menggunakan metode pembayaran di muka. BPK menyebut, penjualan dengan metode D/A atau janji bayar tanpa jaminan/garansi tersebut berisiko tidak terbayar jika pembeli tidak dapat memenuhi kewajibannya.
"Hal ini mengakibatkan potensi kerugian perusahaan atas piutang usaha tak tertagih serta bunga dan denda PT PASU sebesar US$8,95 juta," tulis BPK dalam laporan IHPS II-2024 sebagaimana diperoleh Monitorindonesia.com, Kamis (13/11/2025).
Untuk itu, BPK merekomendasikan direktur utama Inalum agar membuat kebijakan baru atau merevisi kebijakan lama dalam penjualan produk yang mempertimbangkan prinsip Business Judgement Rules.
BPK juga meminta direktur utama Inalum bersama direktur keuangan melakukan upaya penguatan manajemen risiko perusahaan dan lebih aktif dalam melakukan upaya penagihan piutang PT PASU.
Topik:
Kejati Sumut Kejagung PT Inalum Korupsi Aluminium PT PASU PT Indonesia Asahan Aluminium PT Prima Alloy Steel UniversalBerita Sebelumnya
Daftar 7 Direktur Inalum yang Ruangannya Digeledah Kejati Sumut
Berita Selanjutnya
Kenapa dan Soal Kasus Apa KPK Periksa Istri Kasat Lantas Polres Batu?
Berita Terkait
Dugaan Korupsi Coretax Rp 1,2 T Era Srimul Melempem di KPK, Apa Perlu Diambil Alih Kejagung?
46 menit yang lalu
Kejagung Cekal Eks Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi ke Luar Negeri, Purbaya: Kasus Tax Amnesty Kan?
10 jam yang lalu