Kejati DKI Didesak Periksa Eks Kajari Jakbar Iwan Ginting soal Kasus Tilap Uang Sitaan Perkara Robot Trading Fahrenheit

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 6 Maret 2025 18:45 WIB
Mantan Kepala Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Barat (Jakbar) Iwan Ginting (Foto: Dok MI)
Mantan Kepala Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Barat (Jakbar) Iwan Ginting (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta didesak agar memeriksa mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Barat (Jakbar) Iwan Ginting terkait kasus tilap uang sitaan kejaksaan dari terpidana perkara robot trading Fahrenheit, Hendry Susanto.

Pasalnya, mantan anak buahnya telah menjadi tersangka dalam kasus ini, yakni mantan jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Jakbar, Azam Akhmad Akhsya.

"Kejati diharapkan terus mengembangkan kasus ini. Kuat dugaan dia tidak sendirian dalam kasus ini, maka pejabat Kejari Jakarta Barat kala itu harus diperiksa, termasuk Iwan Ginting. Juga mantan Kasipidumnya," kata pakar hukum pidana dari Universitas Bung Karno (UBK), Kurnia Zakaria kepada Monitorindonesia.com, Kamis (6/3/2025).

Bila diperlukan, tegas dia, Kejati DKI Jakarta menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menelusuri aliran dana.

"Nanti kan ketahuan kemana saja duit itu mengalir. Sangat mustahil hanya ke mantan JPU itu," ungkapnya.

Terkait penelusuran aliran dana, Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, sempat menyatakan pihaknya akan turun tangan jika diminta aparat penegak hukum lainnya dalam hal pengungkapan suatu dugaan tindak pidana rasuah.

"Kami melakukan tugas dan kewenangan sesuai dengan aturan yang berlaku. Dan kami kan selalu diminta koordinasi oleh penyidik dalam hal proses penegakkan hukum yang dilakukan," Ivan kepada Monitorindonesia.com dikutip Kamis (6/3/2025).

"Kami selalu berkoordinasi," tambahnya.

Sementara itu, Komisi Kejaksaan (Komjak) sebelumnya turut mengapresiasi Kejati DKI Jakarta di bawah kepemimpinan Patris Yusrian Jaya yang telah menetapkan oknum jaksa sebagai tersangka tilap uang sita eksekusi milik para korban robot trading Fahrenheit.

Ketua Komisi Kejaksaan Pujiyono Suwadi menilai sosok Patris Yusrian Jaya sangat tegas menindak anggotanya.

Menurutnya, hal ini sebagai bentuk kepemimpinan yang menghadirkan pelayanan dan penegakan hukum Kejati DK Jakarta profesional dan berintegritas.

Pihaknya pun meminta oknum jaksa nakal itu diproses hukum kode etik. Sehingga ada ketegasan si oknum jaksa ini diberi sanksi internal lewat majelis etik Kejaksaan.

Kata dia, dalam kasus pidana penggelapan robot trading Fahrenheit ini terdapat ribuan korban selaku nasabah yang membuat laporan kepada Komjak.

“Laporannya mengenai masalah penyelesaian kasus tersebut. Pembayaran ganti rugi terhadap para korban. Nah, kalau nanti APH-nya (aparat penegak hukum) tidak bersih, kan jadi masalah,” jelasnya.

Diketahui bahwa saat ini Kejaksaan Tinggi Jakarta menelusuri praktik suap dan gratifikasi yang melibatkan mantan jaksa penuntut umum itu.

Kasus ini berawal dari PN Jakarta Barat memutuskan agar uang Rp 61,4 miliar yang disita dari terpidana Hendry dikembalikan kepada para korban trading yang ditipu Hendry. 

Vonisnya dibacakan pada Deaember 2022, namun eksekusi pengembalian kepada korban baru bisa dilaksankan pada Desember 2023, setelah vonis Peninjauan Kembali. “Tapi BA-20 yang diterima korban dari pengacara cuma Rp 38,2 miliar, padahal sesuai putusan harusnya Rp 61,4 miliar,” ujar Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati DK Jakarta, Selasa (4/3/2025).

BA-20 adalah berita acara pengembalian barang bukti yang dikeluarkan oleh kejaksaan. 

Dalam proses BA-20 tersebut harus ada tandatangan JPU yang  menangani perkara yang ditunjuk oleh Jaksa Bidang Barang Bukti dan tanda tangan korban atau kuasa hukumnya.

Pengacara korban saat itu adalah Oktavianus Setiawan dan Bonivasius Gunung. Adapun jaksa yang membubuhkan tanda tangan di sana adalah Azam dan Oktavianus. 

Berdasarkan BA-20 Kejari Jakbar, nominal yang tertera sesuai dengan putusan yakni Rp 61,4 miliar. Namun BA-20 yang ditunjukkan pengacara kepada korban hanya Rp 38,2 miliar. 

“Oktavianus meminta Azam untuk memalsukan BA-20 yang diserahkan, tapi yang di Kejari Jakbar sesuai,” jelasnya.

Mereka menilap Rp 23 miliar dari total yang harus dikembalikan. Dengan pembagian Azam mendapat Rp 11, 5 miliar. Sementara sisanya dibagi untuk kedua pengacara korban. 

Niat itu  muncul, karena pengacara merasa bayaran mereka terlalu kecil, padahal sudah berhasil mengembalikan uang dengan nilai yang besar. Akhirnya dibujuklah Azam dan terjadi sebuah kesepakatan itu. 

Syahron menjelaskan, dari BA-20 yang diterima, korban kemudian merasa curiga. Namun Oktavianus berusaha meyakinkan bahwa uang yang dikembalikan memang hanya senilai Rp 38,2 miliar. 

Belakangan korban melalui ketua paguyuban mereka yakni Davidson Samosir mempertanyakan hal itu kepada Kejari Jakbar, namun mereka menujukkan bahwa di BA-20 uang yang dikembalikan sesuai putusan hakim. 

Dari isu itu, Kejati kemudian memanggil Azam pada 24 Februari 2025 untuk dimintai keterangan. 

Di hari yang sama surat penyidikan dikeluarkan. “Hari itu juga kami tetapkan sebagai tersangka, karena jelas perbuatannya,” katanya.

Menyusul kemudian Oktavianus dan Bonivasius ditetapkan jadi tersangka pada 28 Februari 2025.

Adapaun Azam saat ditetapkan sebagai tersangka, jabatannya adalah Kasi Intel Kejari Landak, ia baru sekitar dua bulan dipindahkan. 

Pasal yang disangkakan terhadap kuasa hukum yaitu Pasal 5 ayat (1) huruf a, huruf b, Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara oknum jaksa itu disangkakan dengan Pasal 5 ayat (2), Pasal 11, Pasal 12 Huruf e, Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (wan)

Topik:

Kajari Jakbar Iwan Ginting Kejati DKI Jakarta Robot Trading Robot Trading Fahrenheit JPU Kejari Jakarta Barat