Korupsi Dana Sawit BPDPKS Nihil Tersangka

Adrian Calvin
Adrian Calvin
Diperbarui 15 Maret 2025 12:58 WIB
Kelapa Sawit (Foto: Dok MI)
Kelapa Sawit (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Sejak Kejaksaan Agung (Kejagung) memulai penyidikan terhadap dugaan kasus tindak pidana korupsi di Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) belum ada pihak-pihak yang ditersangkakan. Namun Kejagung sempat memastikan penyidikan kasus dugaan korupsi pengelolaan dana sawit oleh BPDPKS tahun 2015-2022 itu masih berjalan. 

Kasus ini naik ke tahap penyidikan pada 7 September 2023. Penyidikan dilakukan untuk mendalami pengembangan biodiesel dengan menggunakan dana yang dihimpun dari pungutan ekspor kelapa sawit pelaku usaha.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana saat itu sempat mengatakan bahwa dugaan sementara dalam perkara ini berkaitan dengan permainan harga indeks pasar (HIP) biodiesel. 

Perbuatan ini diduga melanggar hukum dan telah merugikan keuangan negara. “Adapun posisi dalam perkara ini yaitu diduga adanya perbuatan melawan hukum dalam penentuan harga indeks pasar biodiesel. Sehingga berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara,” ujar Ketut dalam pernyataan tertulis, Rabu (20/9/2023) lalu.

Sementara Kapuspenkum Kejagung saat ini Harli Siregar tak merespons sama sekali konfirmasi Monitorindonesia.com pada beberapa waktu lalu.

Berdasarkan catatan Monitorindonesia.com, setidaknya ada puluhan perusahaan yang sempat menerima dana sekitar Rp57,7 triliun sepanjang 2016-2020, adalah sebagai berikut:

1. PT Anugerahinti Gemanusa merupakan anak usaha dari PT Eterindo Wahanatama pada tahun 2016 menerima insentif biodiesel sebesar Rp49,48 miliar.

2. PT Batara Elok Semesta Terpadu menerima insentif dari BPDPKS senilai Rp1,13 trilun sepanjang 2017-2020. Rinciannya, pada tahun 2017 menerima Rp241 miliar, Rp109,83 miliar diterima pada 2018, Rp56,45 miliar pada 2019, dan Rp728 miliar diterima pada tahun 2020.

3. PT Bayas Biofuels menerima insentif biofuel sebesar Rp3,5 triliun sepanjang 2016-2020. Pada 2016, perusahaan ini menerima Rp438 miliar. Selanjutnya, BPDPKS memberikan insentif sebesar Rp866 miliar pada 2018, Rp487,8 miliar pada 2018, Rp129,9 miliar pada 2019, dan Rp1,58 triliun pada 2020.

4. PT Dabi Biofuels menerima insentif biofuel sebesar Rp412,3 miliar pada 2017-2020. Rinciannya, BPDPKS memberikan insentif sebesar Rp110,5 miliar pada 2017, Rp171,3 miliar pada 2018, Rp80,82 miliar pada 2019, dan Rp49,68 miliar pada 2020.

5. PT Datmex Biofuels menerima insentif biodiesel sebesar Rp677,8 miliar pada 2016. Lalu, Rp307,5 miliar pada 2017. Selanjutnya, perusahaan ini menerima insentif sebesar Rp143,7 miliar pada 2018, Rp27 miliar pada 2019, dan Rp673 miliar pada 2020.

6. PT Cemerlang Energi Perkasa mendapatkan insentif sebesar Rp615,5 miliar pada 2016, lalu Rp596 miliar pada 2017, lalu Rp371,9 miliar pada 2018, Rp248,1 miliar pada 2019, dan Rp1,8 triliun pada 2020.

7. PT Ciliandra Perkasa menerima dana insentif biodiesel dari BPDPKS lebih dari Rp2,18 triliun sepanjang 2016-2020. Rinciannya sebesar Rp564 miliar diterima pada 2016, Rp371 miliar pada 2017, Rp166 miliar pada 2018, Rp130,4 miliar pada 2019, dan Rp953 miliar pada 2020.

8. PT Energi Baharu Lestari menerima dana insentif biodiesel dari BPDPKS lebih dari Rp302,47 miliar sepanjang 2016-2018. Rinciannya, sebesar Rp126,5 miliar pada 2016, Rp155,7 miliar pada 2017, dan Rp20,27 miliar pada 2018.

9. PT Intibenua Perkasatama menerima insentif sebesar Rp381 miliar pada 2017. Kemudian, Rp207 miliar pada 2018, Rp154,29 miliar pada 2019, dan Rp967,69 miliar pada 2020.

10. PT Musim Mas mendapatkan insentif biodiesel sebesar Rp7,19 triliun sepanjang 2016-2020. Tercatat, BPDPKS memberikan insentif sebesar Rp1,78 triliun pada 2016, Rp1,22 triliun pada 2017, Rp550,3 miliar pada 2018, Rp309,3 miliar pada 2019, dan Rp3,34 triliun pada 2020.

11. PT Sukajadi Sawit Mekar menerima lebih dari Rp1,32 triliun sepanjang 2018-2020. Rinciannya, perusahaan mengantongi insentif sebesar Rp165,2 miliar pada 2018, Rp94,14 miliar pada 2019, dan Rp1,07 triliun pada 2020.

12. PT LDC Indonesia menerima insentif sekitar Rp2,77 triliun pada 2016-2020. Tercatat, BPDPKS mengucurkan insentif sebesar Rp496,2 miliar pada 2016, Rp596,68 miliar pada 2017, Rp231,1 miliar pada 2018, Rp189,6 miliar pada 2019, dan Rp1,26 triliun pada 2020.

13. PT Multi Nabati Sulawesi menerima insentif sebesar Rp259,7 miliar pada 2016. Begitu juga dengan tahun berikutnya sebesar Rp419 miliar. Lalu,  kembali mengantongi insentif sebesar Rp229 miliar pada 2018, Rp164,3 miliar pada 2019, dan Rp1,09 triliun pada 2020.

14. PT Wilmar Bioenergi Indonesia mendapatkan insentif biofuel dari BPDPKS sebesar Rp1,92 triliun pada 2016, Rp1,5 triliun pada 2017, dan Rp732 miliar pada 2018. Kemudian, perusahaan kembali menerima dana insentif sebesar Rp499 miliar pada 2019 dan Rp4,35 triliun pada 2020.

15. PT Wilmar Nabati Indonesia mendapatkan dana insentif sebesar Rp8,76 triliun selama 2016-2020. Rinciannya, Wilmar Nabati menerima insentif sebesar 2,24 triliun pada 2016, Rp1,87 triliun pada 2017, Rp824 miliar pada 2018, Rp288,9 miliar pada 2019, dan Rp3,54 triliun pada 2020.

16. PT Pelita Agung Agriindustri dalam periode 2016-2020 menerima dana insentif sekitar Rp1,79 triliun. Terdiri dari Rp662 miliar pada 2016, Rp245 miliar pada 2017, Rp100,5 miliar pada 2018, Rp72,2 miliar pada 2019, dan pada Rp759 miliar pada 2020.

17. PT Permata Hijau Palm Oleo menerima dana insentif biodiesel dari BPDPKS sebesar Rp2,63 triliun sepanjang 2017-2020. Angka itu terdiri dari Rp392 miliar pada 2017, 212,7 miliar pada 2018, Rp109,8 miliar pada 2019, dan Rp1,35 triliun pada 2020.

18. PT Sinarmas Bio Energy dalam periode 2017-2020 menerima sekitar Rp1,61 triliun. Besaran itu terdiri dari insentif sebesar Rp108,54 miliar pada 2017, Rp270,24 miliar pada 2018, Rp98,61 miliar pada 2019, dan Rp1,14 triliun pada 2020.

19. PT SMART Tbk dalam periode 2016-2020 menerima sekitar Rp2,41 triliun. Besaran itu terdiri dari insentif sebesar Rp366,43 miliar pada 2016, Rp489,2 miliar pada 2017, Rp251,1 miliar pada 2018, Rp151,6 miliar pada 2019, dan Rp1,16 triliun pada 2020.

20. PT Tunas Baru Lampung Tbk menerima insentif dari BPDPKS sekitar Rp2,08 triliun sepanjang 2016-2020. Angka itu terdiri dari insentif Rp253 miliar pada 2016, Rp370 miliar pada 2017, Rp208 miliar pada 2018, Rp143,9 miliar pada 2019, Rp1,11 triliun pada 2020.

21. PT Kutai Refinery Nusantara mendapatkan aliran dana dari BPDPKS sebesar Rp1,31 triliun sejak 2017 sampai 2020. Rinciannya, Kutai Refinery mengantongi insentif sebesar Rp53,93 miliar pada 2017, Rp203,7 miliar pada 2018, Rp109,6 miliar pada 2019, dan Rp944 miliar pada 2020.

22. PT Primanusa Palma Energi hanya mendapatkan insentif biofuel sebesar Rp209,9 miliar pada 2016.

23. PT Indo Biofuels menerima dana insentif biofuel sebesar Rp22,3 miliar pada 2016.

Dari jumlah perusahaan itu, sudah ada beberapa yang masuk dalam daftar pemeriksaan Kejaksaan Agung (Kejagung). Misalnya, pada Selasa (31/10/2023) Kejagung memeriksa Manager Produksi PT Pelita Agung Agriindustri dan PT Permata Hijau Palm Oleo.

Selanjutnya, pada Kamis (2/11/2023), Kejagung memeriksa saksi dari pihak PT Multi Nabati Sulawesi, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, PT Wilmar Nabati Indonesia dan PT Multimas Nabati Asahan. Pemeriksaan yang dilakukan pada kamis (2/11) itu melalui manager produksinya yakni inisial CADT.

Selasa (7/11/2023), Kejagung memeriksa Manager PT Cemerlang Energi Perkasa, FA dan PT Sari Dumai Sejahtera. Selain FA, Kejagung memeriksa dua saksi lainnya yakni, HM diduga Hartono Mitra selaku Manager Produksi PT Jhonlin Agro Raya (JARR) milik H. Isam dan AC selaku Operation Supply Chain PT Pertamina tahun 2014.

Kamis (9/11/2023) Kejagung masih terus mengulik perusahaan yang mengelola sawit yakni PT Sinarmas Bio Energy dan PT Smart Tbk. Saksi itu berinisial HIS selaku Manager Produksi PT Sinarmas Bio Energy dan PT Smart Tbk.

Namun hingga saat ini, pemeriksaan di Kejagung sudah tak nyaring lagi. Padahal, Puspenkum Kejagung hampir setiap hari merilis pemeriksaan soal kasus dugaan korupsi yang sedang ditanganinya.

Kasus ini pun membentok perhatian Komisi VI DPR RI. Bahwa Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron pernah mengungkap potensi penyimpangan dalam program biodiesel B35. Menurutnya, ada pelanggaran dalam alokasi dana dalam bentuk subsidi kepada perusahaan sawit. 

Herman merasa apa yang dilakukan BPDPKS sudah jauh dari ruh pembentukan awal badan tersebut. 

Sejatinya, ia menyebut dana BPDPKS diperuntukkan bukan untuk mensubsidi harga biodiesel. “BPDPKS sudah jauh dari ruhnya. Saya semakin aneh karena kok kalau melihat alokasi anggaran sekarang menyimpang, dari sebelumnya untuk peremajaan dan peningkatan produktivitas petani sawit malah sekarang lebih banyak digunakan untuk subsidi selisih harga biodiesel,” katanya dalam acara peluncuran laporan Raksasa Penerima Subsidi di Cikini, Jakarta Pusat.

Herman mengutip laporan keuangan BPDPKS 2021 yang komposisinya sudah sangat jauh, di mana Rp51 triliun untuk subsidi selisih harga biodiesel dan hanya Rp1,3 triliun untuk peremajaan lahan sawit. 

Dia menegaskan aturan soal BPDPKS tertuang dalam UU Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan. Kemudian, lahir Peraturan Presiden Nomor 61 tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit. 

“Jenis kelamin BPDPKS ini gak jelas. Karena dia tidak masuk di Komisi IV, juga tidak masuk di Komisi VI. BPDPKS nyaris tidak ada pengawasan secara khusus terhadap pelaksanaan karena di bawah langsung Kemenko Perekonomian. Ini yang menurut saya pelanggarannya semakin jauh,” ungkap Herman belum lama ini.

“Kalau sekarang sebagian besar dananya digunakan untuk subsidi selisih harga biodiesel, sekali lagi saya pastikan ini adalah pelanggaran. Pelanggaran keuangan yang sesungguhnya sudah diamanatkan di dalam UU bahwa dana ini bukan untuk mensubsidi terhadap selisih harga biodiesel,” sambungnya. 

Di lain sisi, Direktur Penghimpunan dana Badan Pengelola Dan Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Sunari mengaku sering bolak-balik  Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. 

Hal itu, kata dia, terkait penyaluran dana BPDPKS untuk program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). "Saya sudah 7x ke pengadilan, Direktur Penghimpunan Dana sekaligus direktur PSR 7 kali jadi saksi fakta pengadilan Tipikor, tapi ini keuangan negara dan itu melalui jalur pidana," kata Direktur BPDPKS Sunari dalam Refleksi Industri Sawit 2023 dan Tantangan Masa Depan digelar Rumah Sawit Rakyat di Jakarta, Rabu (10/1/2024).

Saat ini ada dua jalur pengajuan PSR, yakni kemitraan dan jalur dinas. Melalui kemitraan, usulan PSR akan dibantu oleh perusahaan perkebunan untuk mengusulkan ke Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) lalu diverifikasi oleh surveyor lalu menuju BPDPKS untuk dilakukan pembayaran oleh BPDPKS.

Sedangkan jalur dinas verifikasi dan cek lapangan dilakukan di tingkat Kabupaten/Kota, dan kemudian lanjut ke Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan). Sunari mendorong pelaku usaha yang terlibat untuk bisa bekerjasama dengan baik dan jika tidak ingin terlibat dalam kasus hukum.

"Jadi kalau bapak ibu tidak ingin bersama kolaborasi baik dengan pemangku program dan BPDPKS yang akan menyalurkan dana, artinya menggunakan jalur birokrasi dinas, siap-siap kita ketemu di pengadilan," katanya.

Saking seringnya mendapat panggilan dalam kasus hukum, Sunari mengaku kenyang dan berharap tidak dipanggil kembali. "Saya udah kenyang dipanggil kejaksaan dipanggil saksi pengadilan Tipikor dan semua, 7 pengadilan itu kepala dinas ada di dalamnya".

"Jadi kami berharap karena kami badan layanan umum yang tugasnya banyak dari A sampai R mendorong hilirisasi, tolong jangan dipanggil-panggil pengadilan," imbuhnya. (an)

Topik:

Korupsi Dana Sawit Kejagung BPDPKS