Korupsi Telkom: Bancakan Bermodus Anak Perusahaan


KASUS korupsi yang marak di anak perusahaan PT Telkom Indonesia (Telkom) diduga merupakan modus yang terstruktur dan sistematis. Selain untuk mengaburkan jejak, status hukum anak perusahaan diyakini membuat pelaku merasa lebih aman.
Terbukti, bancakan serupa ternyata terjadi di sejumlah anak usaha Telkom dengan modus beragam.
Menyikapi hal ini, Ketua Studi Demokrasi Rakyat (SDR), Hari Purwanto, menilai kasus korupsi di anak usaha Telkom dengan modus proyek fiktif ini menjadi fenomena gunung es. Pihak yang diduga terlibat bukan hanya jajaran direksi, tapi lebih dari itu.
“Semua pelaksanaan operasional bisnis BUMN, muaranya mesti ada sepengetahuan dan izin dari Menteri BUMN, termasuk Telkom,” kata Hari dikutip pada Sabtu (24/5/2025).
Lolos atau tidaknya penyaluran dana Telkom tergantung pada pengamanan pemimpin tertinggi di Kementerian BUMN. Sehingga dana yang keluar bisa digunakan untuk kepentingan apapun meski melanggar hukum dan merugikan perusahaan serta keuangan negara.
“BUMN termasuk Telkom selama ini dijadikan sapi perah dan pelakunya mereka yang berdasi. Bisa untuk apa saja uangnya, kepentingan politik maupun ekonomi pribadi dan segelintir kelompok,” jelas Hari.
Sebelum kasus pembiayaan fiktif melalui anak usaha seperti ini, Telkom sebenarnya sudah tersangkut kasus dengan modus yang hampir serupa. Kejagung sempat mengungkap pemeriksaan kasus dugaan korupsi di PT Graha Telkom Sigma (GTS) pada 2023.
Perusahaan tersebut merupakan anak usaha dari PT Sigma Cipta Caraka (Telkom Sigma) yang berinduk pada PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk atau Telkom.
Ini berarti PT GTS menjadi entitas bisnis yang kesekian atau cucu dari Telkom. PT GTS sendiri bergerak di bidang pelayanan IT, pelayanan cloud dan pelayanan solusi digital.
Kejagung mengungkapkan kasus korupsi tersebut terkait proyek pengerjaan apartemen, perumahan, hotel dan penyediaan batu split oleh PT GSI pada periode 2017-2018.
Total sementara kerugian negara diperkirakan mencapai Rp354.335.416.262. Modus korupsi dengan cara membuat akal-akalan proyek seolah berjalan dan dibangun bentuk fisiknya, namun pada faktanya hanya proyek fiktif. Dalam proyek bodong ini melibatkan juga perusahaan lain atau vendor yang dibutuhkan untuk menjalin kerjasama demi memuluskan pencairan dana.
Merujuk laporan tahunan dan keuangan Telkom tahun 2017 dan 2018, tidak ada aliran dana yang disebut secara langsung masuk ke PT GTS. Akan tetapi, Telkom Sigma yang menaungi PT GTS mendapatkan aliran dana yang cukup besar.
Telkom Sigma menjadi entitas bisnis yang penting bagi Telkom di lini bisnis enterprise dan layanan data. Dari sisi bisnis layanan yang terakhir disebut, tercatat posisi pangsa pasar Telkom pada tahun 2018 sekitar 73 persen.
Melalui Telkom Sigma juga, Telkom memperkirakan menguasai pangsa pasar sistem integrasi layanan data sebesar 55,4 persen di Tanah Air.
Telkom dalam mendukung kinerja Telkom Sigma memberikan layanan fasilitas bank garansi dari BNI sebesar Rp350 miliar pada 31 Desember 2017. Sebelum itu, pada 24 Maret 2017 diberikan akses dalam kredit di sejumlah bank negara.
Total kredit dari masing-masing bank pelat merah tersebut adalah sebesar Rp4 triliun. Rinciannya, Bank BRI mengucurkan dana sebesar Rp1 triliun, BNI dan Mandiri masing-masing sebesar 1,5 triliun.
Saat itu, fasilitas dana yang belum digunakan mencapai Rp1,005 triliun yang bersumber dari Bank BNI dan Mandiri. Jumlah kredit sebanyak itu tidak hanya diperuntukkan untuk Telkom Sigma, tetapi juga dibagi ke anak usaha Telkom lainnya: Graha Sarana Duta, Mitratel dan Tellin.
Dengan kekuatan kapital demikian, pada 13 November 2017, Telkom Sigma mengakuisisi 60 persen saham mayoritas PT Bosnet Distribution Indonesia, sebuah korporasi yang bergerak di bidang FMCG (Fast Moving Consumers Good). Pencapaian alih saham ini disampaikan langsung dalam laporan oleh Dirut Telkom saat itu, Alex J. Sinaga.
Jumlah dana yang masuk ke Telkom Sigma pada 2018, juga tidak kalah besarnya. Per 31 Desember 2018, Sigma memiliki fasilitas bank garansi dari BNI dan HSBC sebesar Rp354 miliar. Lalu, pada Maret-nya, 3 korporasi yang sama seperti tahun sebelumnya kembali menandatangani perjanjian kredit dengan Bank BRI, BNI, dan Bank Mandiri.
Pada tahun tersebut, totalnya lebih besar, mencapai Rp4,5-an triliun. Bank BNI yang paling banyak mengucurkan dana sebesar Rp2,005 triliun, BRI (Rp1 triliun) dan Mandiri (Rp1,5 triliun). Dari dana sebanyak itu, tersisa duit sebesar Rp161 miliar atau jauh lebih kecil dari serapan dana tahun sebelumnya.
Pada 2018, Telkom Sigma kembali memperbanyak entitas anak usaha dengan mengakuisisi saham PT Collega Inti Pratama (CIP) yang berbasis layanan teknologi sektor keuangan dan perbankan sebanyak 2.493 saham atau setara dengan 70 persen kepemilikan.
Melalui kepemilikan saham dominan, CIP menjadi entitas anak usaha dengan jumlah harga perolehan sebesar Rp217 miliar. Tercatat aset Telkom Sigma sebesar Rp6,064 triliun pada 2017 dan naik menjadi Rp7,785 triliun pada 2018.
Di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ada pula kasus yang diusut, persisnya korupsi di PT Sigma Cipta Caraka yang merupakan anak perusahaan Telkom.
Komisi anti-rasuah sudah sampai tahap penyidikan dan menetapkan sejumlah tersangka dari kasus yang merugikan keuangan negara hingga ratusan miliar ini.
Perkara bancakan ini seputar proyek pengadaan barang dan jasa, yakni penggarapan pusat data atau data center yang berkerjasama dengan pihak ketiga atau vendor. Akan tetapi, proyek ini diduga kuat hanya rekayasa atau fiktif sebagai modus yang digunakan untuk pencairan anggaran proyek.
Laku bancakan di SCC mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp200 miliar lebih. Jumlah itu masih bisa bertambah, seiring proses penyidikan yang masih berlangsung.
Proyek fiktif ini diduga berlangsung pada rentang waktu sejak 2017 sampai 2022 dengan melibatkan banyak pihak. Adapun SCC dalam kasus ini bergerak sebagai pihak yang memberikan modal kerja untuk penggarapan proyek.
Vendor seolah diberikan modal atau dana untuk mengeksekusi proyek. Akan tetapi jika merujuk bisnis utama SCC, mereka merupakan perusahaan solusi teknologi informasi yang model bisnisnya berkutat pada pengembangan, operasi solusi IT hingga memberikan layanan teknologi telekomunikasi secara nasional.
Dari mana korupsi itu terungkap?
Salah satu kasus dugaan rasuah yang digarap aparat penegak hukum (APH) adalah pembiayaan fiktif periode 2016–2018.
Kasus yang merugikan negara Rp 431 miliar itu menyebabkan 3 pejabat perusahaan telekomunikasi Badan Usaha Milik Negara itu dipecat.
"Pada saat kasus ini memang masih menjabat. Saat ini sedang proses (pemberhentian)," ujar kuasa hukum PT Telkom Indonesia, Juniver Girsang, dalam konferensi pers di Senyata Senopati pada Jumat, 16 Mei 2025 lalu.
Ketiga pejabat itu adalah August Hoth P. M., General Manager Enterprise Segment Financial Management Service PT Telkom periode 2017–2020; Herman Maulana, Account Manager Tourism Hospitality Service PT Telkom 2015–2017; dan Alam Hono, Executive Account Manager PT Infomedia Nusantara 2016–2018.
Kasus ini disidik oleh Kejaksaan Tinggi Jakarta dan sembilan orang telah ditetapkan sebagai tersangka. Juniver menyebut kasus ini hasil temuan auditor internal Telkom pada 2019. "Lalu audit internal mengumpulkan data-data untuk bisa menemukan unsur hukumnya," jelas dia.
Sementara Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati DKI Jakarta, Syahron Hasibuan, menjelaskan modus para tersangka adalah membuat proyek pengadaan fiktif bekerja sama dengan sembilan perusahaan. Caranya, PT Telkom seolah-olah bertindak sebagai penyedia barang.
Langkah selanjutnya, ditunjuk empat anak usaha Telkom, yakni PT Infomedia, PT Telkominfra, PT Pins, dan PT Graha Sarana Duta untuk membuat pengadaan. Perusahaan-perusahaan ini kemudian menunjuk mitra sebagai penyedia barang untuk sembilan perusahaan swasta.
Penyidik menemukan bukti jika perusahaan mitra yang menerima dana proyek fiktif pemiliknya antara lain Herman dan Alam. Istri Herman juga tercatat sebagai salah satu pemegang saham. Perusahaan mitra ini juga disebut memiliki afiliasi dengan sembilan perusahaan swasta yang turut menerima aliran dana.
Dalam praktiknya, pengadaan tidak benar-benar dilakukan. Namun, uang tetap mengalir ke perusahaan mitra dan sembilan perusahaan yang terlibat. Seharusnya secara kontrak, setelah sembilan perusahaan menerima barang pengadaan, mereka harus membayar ke Telkom. "Tapi tidak ada uang masuk ke Telkom, " kata Syahron pada Rabu, 14 Mei 2025.
Berdasarkan rincian proyek fiktif yang sebelumnya dirilis oleh Kejati DK Jakarta, nilai proyek ini mulai dari Rp 13,2 miliar hingga Rp 114 miliar.
Kasus ini melibatkan 9 perusahaan swasta sebagaimana dimaksud di atas yakni dengan tersangka:
1. AHMP selaku General Manager Enterprise Segmen Financial Management Service PT Telkom periode 2017-2020
2. HM selaku Account Manager Tourism Hospitality Service PT Telkom periode 2015-2017
3. AH selaku Executive Account Manager PT Infomedia Nusantara periode 2016-2018
4. NH selaku Direktur Utama PT Ata Energi
5. DT selaku Direktur Utama PT International Vista Quanta
6. KMR selaku Pengendali PT Fortuna Aneka Sarana dan PT Bika Pratama Adisentosa
7. AIM selaku Direktur Utama PT Forthen Catar Nusantara
8. DP selaku Direktur Keuangan dan Administrasi PT Cantya Anzhana Mandiri
9. RI selaku Direktur Utama PT Batavia Prima Jaya
Atas kejahatan mereka, para tersangka disangkakan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Topik:
Korupsi Telkom Telkom PT Telkom IndonesiaBerita Sebelumnya
Dugaan Korupsi PT Pupuk Indonesia
Berita Selanjutnya
Yang Preman BMKG atau Ahli Waris?
Berita Terkait

Gandeng Pandawara, Telkom Gelar River Clean Up di Sungai Cioray Bandung
25 September 2025 17:19 WIB

Pemulihan SKKL Sorong - Merauke: Saat Ini Kapal Perbaikan Telah Memasuki Perairan Wakatobi Menuju Titik Gangguan
23 Agustus 2025 02:38 WIB

Pelatihan Pengunaan AI "Empowering MSMSe With AI" oleh Telkom Bantu Pelaku UMKM Solo
5 Agustus 2025 14:28 WIB