Penjualan Beras Khusus: Bentuk Kejahatan Ekonomi!


Jakarta, MI - Produsen beras yang semakin memprioritaskan penjualan beras khusus fortifikasi di pasar retail modern menuai sorotan
Pasalnya, praktik ini merupakan bentuk kejahatan ekonomi yang menyusahkan masyarakat.
Pakar hukum pidana Universitas Trisakti (Usakti) Azmi Syahputra begitu disapa Monitorindonesia.com, Rabu (3/9/2025) menegaskan bahwa fenomena ini tidak hanya persoalan pasar, tetapi sudah dapat menyentuh ranah pidana.
Hal ini lantaran telah ada perbuatan berupa penyimpangan pelaku usaha.
"Produsen memanfaatkan subsidi negara yang nilainya melonjak dari Rp 114,3 triliun pada 2024 menjadi Rp 155,5 triliun pada 2025, termasuk subsidi pupuk hingga 9,5 juta ton," ujar Azmi.
Subsidi itu, tegasnya, seharusnya menjamin ketersediaan beras murah bagi masyarakat. Tetapi faktanya, justru dialihkan ke pasar beras khusus dengan harga Rp 20.000-35.000/kg.
"Ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap tujuan dan fungsi subsidi," kata Azmi menambahkan.
Lebih lanjut, Azmi menilai praktik ini berpotensi melanggar berbagai aturan pidana.
Yakni, UU Pangan (larangan manipulasi distribusi), UU Perlindungan Konsumen (perbuatan curang); UU Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (penguasaan pasar secara tidak wajar), hingga UU Tipikor jika terdapat keadaan dan perbuatan yang terbukti menimbulkan kerugian keuangan atau perekonomian negara.
"Ini bukan lagi sekadar isu ekonomi, tapi sudah masuk kategori economic crime. Mafia beras akan menyandera hajat hidup orang banyak, merugikan negara, sekaligus mengancam ketahanan pangan," ucap Azmi.
Aparat penegak hukum, ujarnya, wajib turun tangan, tidak cukup hanya dengan pengawasan administratif.
"Harus ada penindakan pidana yang terukur dan tegas agar mafia beras tidak lagi bermain di atas keresahan maupun penderitaan masyarakat," tegasnya.
Pun, Azmi menambahkan keberadaan mafia pangan jelas bertolak belakang dengan semangat perintah Undang- undang maupun penyelenggara negara yang menempatkan pangan sebagai hak dasar rakyat.
Dia pun mendesak Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, dan Badan Pangan Nasional segera memperkuat pengawasan distribusi beras medium dan premium.
Selain itu juga membuka transparansi jalur subsidi agar beras subsidi benar-benar sampai dan diperuntukkan kepada masyarakat secara tepat guna.
"Negara hadir harus mencegah, bukan pula untuk memperkaya segelintir kelompok kapitalis yang curang, namun negara harus mampu melindungi rakyat."
"Tanpa koreksi tegas, kebijakan subsidi ratusan Triliun dimaksud hanya akan menjadi sarana sekaligus ladang bancakan para mafia beras," timpalnya.
Praktik semacam ini juga mencerminkan sifat kapitalis produsen beras yang hanya mengejar keuntungan maksimal, sehingga layak disebut sebagai mafia pangan.
Mereka memanfaatkan subsidi pemerintah yang ditujukan untuk petani dan swasembada pangan, tapi justru membatasi akses rakyat terhadap beras berkualitas dengan harga wajar.
"Ini adalah bentuk eksploitasi yang sistematis," katanya.
Azmi

Diketahui, jenis beras khusus yang saat ini mendominasi pasar retail adalah beras fortifikasi, yang diperkaya dengan keterangan zat gizi mikro seperti zat besi, asam folat, dan vitamin lainnya untuk mencegah stunting dan kekurangan gizi.
Secara singkat, perbedaan beras fortifikasi dengan beras medium dan premium terletak pada aspek nutrisi dan mutu fisik.
Adapun Beras Fortifikasi adalah adalah beras yang telah ditambahkan zat gizi secara buatan, bisa berbasis beras medium atau premium, tapi fokusnya pada peningkatan nilai gizi untuk program kesehatan.
Perlu diketahui, fortifikasi tidak mengubah mutu fisik dasar, tapi menambahkan elemen seperti zat besi untuk memenuhi standar gizi nasional, sering digunakan dalam bantuan pangan pemerintah.
Merujuk pada Peraturan Kepala Badan Pangan Nasional No. 2 Tahun 2023, beras medium memiliki klasifikasi butir patah hingga 25%, butir menir maksimal 2%, dan kadar air maksimal 14%.
Harganya berkisar antara Rp 12.500-14.500 per kilogram sesuai zona.
Sementara beras premium memiliki klasifikasi butir patah maksimal 15%, butir menir maksimal 0,5%, dan kadar air maksimal 14%.
Harganya Rp 15.000-18.000 per kilogram sesuai zona, tapi tetap lebih murah daripada fortifikasi karena tidak ada penambahan nutrisi khusus.
Maka Azmi mendesak Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, dan Badan Pangan Nasional untuk segera menginvestigasi praktik ini dan memastikan distribusi beras medium serta premium di retail modern.
"Transparansi pasokan dan pengawasan harga beras khusus fortifikasi harus diperketat agar subsidi pemerintah benar-benar bermanfaat bagi rakyat, bukan hanya menguntungkan segelintir kapitalis yang bertindak seperti mafia pangan," demikian Azmi Syahputra.
Bentuk perlawanan mafia pangan
Aliansi Masyarakat Penyelamat Pertanian Indonesia, Debi Syahputra mengecam keras praktik produsen dan pasar ritel modern yang hingga kini enggan menghadirkan kembali beras medium dan premium di pasaran.
Sebaliknya, rak-rak toko justru dipenuhi beras khusus fortifikasi dengan harga tinggi yang memberatkan rakyat kecil.
Debi menegaskan langkah produsen tersebut bukanlah kebetulan, melainkan bentuk kesengajaan dan perlawanan terhadap kebijakan pemerintah.
"Ini jelas perlawanan mafia pangan. Produsen mendapat keuntungan dari subsidi pemerintah yang nilainya Rp155,5 triliun tahun ini, termasuk pupuk bersubsidi hingga 9,5 juta ton. Tapi rakyat justru dipaksa membeli beras mahal. Negara tidak boleh kalah," tegasnya, Rabu (3/9/2025).
Menurutnya, beras fortifikasi yang dijual dengan harga Rp20.000-35.000 per kilogram telah mendominasi pasar, sementara beras medium dan beras premium semakin langka.
"Kondisi ini membuktikan adanya upaya sistematis untuk menggeser konsumsi masyarakat dari beras terjangkau ke beras mahal," katanya.
Lebih lanjut, dia menegaskan bahwa fenomena tersebut tidak bisa dianggap enteng.
Dia menilai bahaa hal ini bukan sekadar permainan pasar, tapi perlawanan nyata dari kelompok yang ingin menguasai distribusi pangan.
"Mereka menantang negara secara terbuka," tegasnya.
Maka dari itu dia mendesak Satgas Pangan Polri segera turun tangan memeriksa produsen dan pasar ritel yang terbukti menolak kembali menjual beras medium dan premium.
"Satgas Pangan harus bertindak cepat. Jangan biarkan mafia pangan mengendalikan pasar sesuka hati. Pemerintah sudah menyalurkan subsidi besar, hasilnya harus dirasakan rakyat, bukan dinikmati segelintir pelaku usaha," beber Debi.
Bahkan, Debi juga meminta Badan Pangan Nasional (Bapanas), Kementerian Perdagangan, dan Satgas Pangan Mabes Polri mengambil langkah nyata dalam mengawasi distribusi.
"Bapanas jangan hanya memberi komentar, tapi harus mengorkestrasi logistik. Negara harus hadir, memastikan beras medium dan premium tersedia di pasar dengan harga wajar. Ini soal kedaulatan pangan, dan negara tidak boleh kalah," sebutnya.
Harga beras khusus tidak diatur oleh pemerintah dan tidak termasuk dalam kategori Harga Eceran Tertinggi (HET).
Berdasarkan Peraturan Badan Pangan Nasional (Bapanas) Nomor 2 Tahun 2023 tentang persyaratan mutu dan label, beras khusus yaitu:
a. Beras ketan;
b. Beras merah;
c. Beras hitam;
d. Beras varietas lokal;
e. Beras fortifikasi;
f. Beras organik;
g. Beras indikasi geografis;
h. Beras dengan Klaim kesehatan; dan
i. Beras tertentu yang tidak dapat diproduksi di dalam negeri.
Topik:
Beras Khusus Beras