Kecam Keras Aturan Penyediaan Alat Kontrasepsi Usia Sekolah, DPR: Sama Saja Bolehkan Seks Bebas!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 5 Agustus 2024 1 jam yang lalu
Jokowi melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) resmi mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja (Foto: Kolase MI/Aswan)
Jokowi melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) resmi mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja (Foto: Kolase MI/Aswan)

Jakarta, MI – Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih mengecam terbitnya peraturan pemerintah yang memfasilitasi penyediaan alat kontrasepsi bagi siswa sekolah/ pelajar. 

Politisi PKS ini menyayangkan terbitnya beleid yang salah satunya mengatur tentang penyediaan alat kontrasepsi bagi siswa dan remaja usia sekolah, yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan).  

“(Beleid tersebut) tidak sejalan dengan amanat Pendidikan nasional yang berasaskan budi pekerti luhur dan menjunjung tinggi norma agama,” katanya dikutip Senin (5/8/2024).

Menurutnya, penyediaan fasilitas alat kontrasepsi bagi siswa sekolah ini sama saja membolehkan budaya seks bebas kepada pelajar. 

"Alih-alih menyosialisasikan resiko perilaku seks bebas kepada usia remaja, malah menyediakan alatnya, ini nalarnya kemana?” lanjutnya.

Dia melanjutkan semangat dan amanat Pendidikan nasional adalah menjunjung budi pekerti yang luhur dan dilandasi norma-norma agama yang telah diprakarsai oleh para founding father bangsa ini.

“Salah langkah kalau kita malah mengkhianati tujuan besar Pendidikan nasional yang sudah kita cita-citakan bersama,” ujar mantan kepala sekolah di salah satu SMK di Tegal ini.

Ia justru menekankan pentingnya pendampingan (konseling) bagi siswa dan remaja, khususnya edukasi mengenai kesehatan reproduksi melalui pendekatan norma agama dan nilai pekerti luhur yang dianut budaya ketimuran di nusantara.

“Tradisi yang telah diajarkan secara turun temurun oleh para orangtua kita adalah bagaimana mematuhi perintah agama dalam hal menjaga hubungan dengan lawan jenis, dan resiko penyakit menular yang menyertainya,” tuturnya.

Sebelumnya, Joko Widodo atau Jokowi pada 26 Juli 2024 telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024, tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan). 

PP ini terdiri dari 1172 pasal, ditambah penjelasannya, dengan total 172 halaman.

Namun ada beberapa bagian kontroversial dari PP Nomor 28 Tahun 2024 tersebut, dengan adanya pasal-pasal yang secara resmi mengatur perilaku seksual dan penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja.

Pasal Kontroversi

Pasal 103 ayat (2) : Pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi setidaknya berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi; menjaga kesehatan alat reproduksi; perilaku seksual berisiko dan akibatnya; keluarga berencana (KB); melindungi diri dan mampu menolak hubungan seksual; serta pemilihan media hiburan sesuai usia anak.  

Anak-anak usia sekolah dan remaja, sudah ada aturan terkait perilaku seksual yang berisiko, ini menunjukan ada pilihan lain yaitu perilaku seksual yang tidak berisiko (save sex). 

PP ini hanya berfokus pada seks yang aman secara kesehatan tanpa menimbang seks yang halal (halal sex) atau seks yang haram di luar nikah. 

Berikutnya terkait keluarga berencana (KB), hal ini tentu terlalu dini diberikan pada siswa dan remaja, yang seharusnya diberikan pada pasutri atau orang dewasa. 

Dikhawatirkan hal ini menjadi referensi para siswa dan remaja untuk menggunakan KB dalam praktik seks pra nikah. 

Aspek yang paling berbahaya dari pasal ini adanya penghalalan zina, legalisasi seks bebas dikalangan anak usia sekolah dan remaja, meski tidak secara eksplisit.

Pasal 103 ayat (5) : Konseling sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d dilaksanakan dengan memperhatikan privasi dan kerahasiaan, serta dilakukan oleh tenaga medis, tenaga kesehatan, konselor, dan/atau konselor sebaya yang mempunyai kompetensi sesuai dengan kewenangannya. 

Ada kerancuan di dalam pasal ini, yang memunculkan pertanyaan 'Konselor sebaya seperti apa yang sudah memiliki kompetensi untuk usia semuda itu?", 'Apakah yang dimaksud adalah teman seumuran tapi sudah berpengetahuan luas dan berpengalaman dalam praktik zina yang aman secara kesehatan?'

Pasal 107 ayat (2) : Setiap orang berhak memperoleh akses terhadap fasilitas pelayanan kesehatan dan pelayanan kesehatan reproduksi.

Frasa 'setiap orang' dalam pasal ini berarti mencakup anak-anak usia sekolah dan remaja. Apakah ini berarti jika ada anak SD, SMP, atau SMA membeli kondom di apotek misalnya, atau minta layanan kontrasepsi ke klinik, misal mau pasang IUD (spiral), atau ada kasus kehamilan di luar nikah yang mau periksa di RS atau dokter, harus dilayani sesuai dengan pasal ini? Tentu ini memicu kekhawatiran berbagai pihak.

Potensi kerusakan yang ditimbulkan

Pada tahun 2023 BKKBN mencatat bahwa pada remaja usia 16-17 tahun ada sebanyak 60% remaja yang melakukan hubungan seksual, usia 14-15 tahun ada sebanyak 20%, dan pada usia 19-20 sebanyak 20%. 

Penetapan PP Nomor 28 Tahun 2024 berpotensi meningkatkan jumlah pelaku hubungan seksual pada usia sekolah dan remaja baik secara jumlah maupun rentan usia.

PP ini juga akan berdampak pada psikologi, mendorong pembiasaan terhadap aktivitas seksual pra nikah, selama aktivitas seksualnya tidak menyimpang dan aman, dilakukan dengan benar, ditunjang dengan adanya kemudahan sarana dan prasarana untuk memperoleh alat kontrasepsi.

Lebih lanjut, penetapan PP ini dianggap bertolak belakang dengan budaya bangsa yang menjunjung nilai dan norma susila ketimuran, juga bertolak belakang dengan norma agama tentang haramnya zina. Sesuai firman Allah SWT :

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنٰىٓ اِنَّهٗ كَانَ فَاحِشَةًۗ وَسَاۤءَ سَبِيْلًا 

“Janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya (zina) itu adalah perbuatan yang keji dan jalan yang terburuk.” (QS Al-Isra` : 32).

Islam sebagai Way of Life

PP Nomor 28 Tahun 2024 yang terindikasi berpotensi menghalalkan zina, menjadikan Indonesia mencukupi disebut sebagai negara yang berpaham Sekuler, yaitu negara yang mendasarkan pada paham fashluddin ‘an al-hayah, atau paham yang memisahkan agama dari pengaturan kehidupan manusia.

Islam adalah agama yang sempurna, bukan hanya mengatur hubungan manusia dengan Allah swt, melainkan mengatur segala aspek kehidupan secara menyeluruh (kaffah), dalam segala bidang, seperti ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, hankam, dan sebagainya, termasuk bidang kesehatan. Islam agama sempurna, sesuai firman Allah SWT :

اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْاِسْلَامَ دِيْنًاۗ 

“Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu.” (QS Al-Ma`idah :3).

Semua aspek kehidupan harus sesuai hukum syara' termasuk dalam masalah kesehatan reproduksi, menyikapi perilaku seksual remaja dan edukasi terkait seks di usia sekolah dan remaja.

Anak usia sekolah hingga remaja sudah seharusnya dikenalkan tentang hukum syara’, bukan hanya perihal teknis kesehatan reproduksi serta kemudahan sarana dan prasarannya saja tapi juga membentuk kesadaran individu bahwa apapun yang dilakukan akan dimintai pertanggung jawaban di akhirat sehingga saat memasuki usia baligh atau mukallaf sudah mampu memilih dan memilah perbuatan yang baik dan tidak baik, yang benar dan tidak benar.

Hal ini juga berlaku untuk penyelenggara negara, seperti Presiden, DPR dan aparatur negara lainnya, untuk menjaga generasi muda dengan penuh amanah, mendidik dan mengarahkan mereka agar beriman dan bertaqwa, bukan malah menjerumuskan generasi mudanya menjadi amoral dengan perilaku seks bebas atau berzina secara merdeka dengan dukungan negara.

Seorang pemimpin dalam Islam diibaratkan sebagai penggembala bagi gembalaannya (rakyat), maka kebijakan yang diambil harus mengandung kemashlahatan dan tidak boleh mengandung kemudharatan. Meskipun PP Nomor 28 Tahun 2024 mengandung kebaikan, namun harus disertai dengan nilai kebenaran sesuai norma susila dan agama tentunya. 

Dalam perspektif Islam, PP Nomor 28 Tahun 2024 tidak boleh dilaksanakan oleh seluruh pihak pemangku kepentingan (stake holder), baik itu dokter, tenaga medis, apoteker, rumah sakit, klinik, dan sebagainya, karena PP tersebut berpotensi menjadi sarana keharaman yang akan menjerumuskan generasi muda pada lembah perzinaan yang hina, yang akan mengantarkan para pelaku zina itu ke neraka.

Ini sekaligus mempertegas bahwa hukum buatan manusia itu lemah, sulit untuk adil dan akan selalu memberikan dampak bagi kehidupan. 

Maka wajib menyandarkan pada hukum Allah yang tegak lagi paripurna, yang memberi keselamatan bukan hanya di dunia tapi juga di akhirat dengan menjadikan Islam sebagai 'way of life'.