Hak Jawab Amelia Anggraini soal Pemberitaan Dugaan Korupsi PMT

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 10 Oktober 2025 6 jam yang lalu
Anggota Komisi I DPR RI Amelia Anggraini (Foto: Dok MI/Antara Mews)
Anggota Komisi I DPR RI Amelia Anggraini (Foto: Dok MI/Antara Mews)

Jakarta, MI - Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Nasional Demokrat (NasDem) Amelia Anggraini (Pengadu) memberikan hak jawab atas pemberitaan Monitorindonesia.com (Teradu) dengan judul berita:

1. Korupsi Biskuit Balita dan Bumil Diusut KPK, Siapa Anggota DPR Ikut Cawe-Cawe, diunggah pada Senin, 11 Agustus 2025.
2. Korupsi Biskuit Balita dan Bumil: Perkara Mental di Polri dan Kejagung, Kini Diusut KPK. diunggah pada Kamis, 14 Agustus 2025
3. KPK Bongkar Dugaan Korupsi Biskuit Stunting dan Bumil Triliunan Rupiah, Ini daftar Pemenang Proyek”, diunggah pada Senin, 25 Agustus 2025.
4. Korupsi Biskuit Stunting dan Bumil: KPK Didesak Periksa Anggota Komisi IX dan Perusahaan Pemenang Tender”, diunggah pada Selasa, 26 Agustus 2025. 
5. Siapa penikmat Biskuit Program Stunting Kemenkes Senilai Trilunan Setiap Tahun (1), diunggah pada Kamis, 28 Agustus 2025. 
6. Jejak Eks anggota Komisi IX DPR RI Amelia Anggraini Dalam Pengadaan Biskuit Balita dan Bumil, Kini Diusut KPK, diunggah pada Selasa, 02 
September 2025.  
7. FITRA Desak KPK Periksa Anggota DPR yang Mengajukan PMT Balita dan Bumil, diunggah pada Rabu, 3 September pkl.01.56 WIB. 
8. Permohonan Logistik PMT oleh Anggota DPR: Bumil, Anak Sekolah, MP ASI dan ADP Pekerja Masing-masing 20 Ton, diunggah pada Rabu, 03 September 2025. 
11. Profil Amelia Anggraini, Anggota DPR RI yang Jadi Sorotan Kasus Pengadaan Biskuit Balita dan Ibu Hamil”, diunggah pada Jumat, 05 September 2025. 
10. Anggota DPR Pemohon Logistik dan Perusahaan Pemenang Tender Pintu Masuk KPK Bongkar Skandal PMT Balita dan Bumil”, diunggah pada Sabtu, 06 September 2025. 
11. Ini Daftar Perusahaan yang Mengerjakan Proyek Biskuit Stunting Senilai Rp 3 Triliun, diunggah pada Senin, 08 September 2025.  
12. KPK Soal pemeriksaan eks Anggota Komisi IX DPR Amelia Anggraini di Korupsi PMT Balita dan Bumil”, diunggah pada Selasa, 16 September 2025.
13. 13. Didesak Periksa Politikus Nasdem Amelia Anggraini soal Korupsi  PMT, KPK: Kita Tunggu Prosesnya!, diunggah pada Rabu, 17 September 2025.

"Seluruh isi dan narasi pemberitaan yang dipublikasikan tidak memenuhi ketentuan kode etik jurnalistik dan asas-asas pemberitaan yang berimbang serta berpotensi menimbulkan pencemaran nama baik dan menyesatkan publik," kata tim kuasa hukum Ameli Anggraini pada Jumat (10/10/2025).

Berikut hak jawab lengkap Amelia Anggraini:

1. Bahwa, seluruh karya jurnalistik yang dimuat oleh media Monitor Indonesia terhitung sejak tanggal 28 Agutsus 2024 - 06 Oktober 2025, yang pada pokoknya menyebutkan pemberitaan terhadap klien kami yaitu Sdri. Amelia Anggraini dalam kapasitasnya sebagai eks Anggota komisi IX DPR-RI dari Fraksi Partai Nasdem telah terlibat dalam Dugaan Perkara Korupsi Pengadaan Makanan Tambahan (PMT) Bayi dan Ibu Hamil di Kementerian Kesehatan yang diduga terjadi pada periode 2016 - 2020, adalah tidak berdasar, tidak benar dan tidak sesuai fakta.

2. Bahwa terhadap keseluruhan pemberitaan dimaksud, kami menyatakan bahwa gaya pemberitaan Monitor Indonesia telah membentuk opini sesat dan melakukan bentuk penghakiman oleh media (trial by the press), yaitu menempatkan Klien kami seolah-olah telah bersalah tanpa proses hukum yang sah. 

Padahal, sesuai dengan prinsip dasar Kode Etik Jurnalistik, pers wajib menjunjung asas akurasi, keberimbangan, dan praduga tak bersalah, sebagaimana diatur sebagai berikut: 

Pasal 1 “Wartawan Indonesia bersikap independent menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk” 

Artinya dalam permasalahan terkait, monitor Indonesia diduga tidak memenuhi aspek keakuratan, berimbang dan diduga memiliki itikad buruk. Dikarenakan seharusnya sebuah informasi haruslah diolah dari sumber yang faktual. 

Kefaktualan yang dimasud adalah, bagaimana seorang jurnalis mencoba mengaitkan sebuah pemberitaan yang didasarkan pada adanya temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus pengurangan kapasitas gizi pada makanan bayi dan ibu hamil, lalu dikaitkan dengan adanya dokumen yang bersifat resmi dan rahasia terkait pengajuan logistik PMT yang dilakukan oleh Ibu Amelia Anggraini yang pada saat itu sedang menjalankan fungsi pengawasan dan fungsi representative dalam menyampaikan aspirasi di dapilnya sebagai perwakilan rakyat, untuk memastikan program pemerintah dapat terlaksana dan tersampaikan dengan baik hingga pada level akar rumput. 

Pasal 2 “Wartawan Indonesia Menempuh cara-cara yang professional dalam melaksanakan tugas jurnalistik” 

Artinya dalam permasalahan terkait dalam mendapatkan sumber informasi seorang jurnalis haruslah Menempuh cara-cara professional. Sedangkan informasi yang diolah menjadi karya jurnalistik tersebut, dilakukan dengan cara yang tidak profesional dan ketidak berimbangan. Adapun bagaimana sebuah karya jurnalistik telah diterbitkan dengan tanpa adanya proses klarifikasi terhadap subjek pemberitaan. 

Selanjutnya karya jurnalistik tersebut, dengan secara sengaja memampang pengambilan dan pemuatan foto dengan tanpa seizin subjek pemberitaan dan menyebut nama secara jelas. Oleh karena hal tersebut, telah menimbulkan sebuah pengalaman psikologis, traumatic, keprihatinan dan menimbulkan rasa ketidakpercayaan subjek pemberitaan terhadap pers. 

Pasal 3 “Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah” 

Artinya dalam permasalahan terkait, seluruh sumber informasi yang didapatkan oleh media monitor Indonesia didapatkan dari proses press release Lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dimana dari sumber asli informasi terkait tidak pernah ada satupun paragraph yang memberikan pemyataan adanya keterlibatan subjek pemberitaan, dalam hal ini Sdri. Amelia Angpraini. 

Dalam etika penulisan berita, hal ini mungkin saja dapat dibenarkan, sepanjang dilengkapi dengan adanya fakta pembanding yang  juga telah dilakukan konfirmasi dari pihak yang dituduh telah melakukan 
suatu perbuatan tertentu. Sehingga apa yang telah dimuat oleh media monitor Indonesia, telah menghasilkan fimah, penggiringan opini public, framing, narasi negatif sebagai penghakiman dan telah melanggar asas praduga tak bersalah. 

Pasal 4 “Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis dan cabul” 

Artinya dalam permasalahan terkait redaksi monitor Indonesia telah memuat sebuah kebohongan, sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi yang telah dimuat secara berulang-ulang diluar daripada adanya pengembangan dari sumber informasi utama yang dalam hal ini Lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sehingga dengan adanya pemberitaan ~ pemberitaan ini telah menimbulkan sebuah akumulasi fitnah yang dengan secara sengaja memiliki mens rea (niat buruk). 

3. Bahwa Dewan Pers, melalui Risalah Nomor 32/Risalah-DP/X/2025, telah mencatat sekurangnya 13 (tiga belas) judul pemberitaan yang dipublikasikan oleh Monitor Indonesia sepanjang periode Agustus 2024 hingga September 2025, Namun berdasarkan penelusuran dan dokumentasi resmi yang kami himpun selaku kuasa hukum, masih terdapat sedikinya 5 (lima) judul pemberitaan tambahan yang tidak tercantum dalam Risalah tersebut, namun memiliki substansi narasi yang sama, yaitu menggiring opini publik seolaholah Klien kami terlibat langsung dalam tindak pidana korupsi PMT. 

Bahkan, pola pemberitaan tersebut masih berlarjut dengan terbitnya 2 (dua) judul pemberitaan lanjutan pada bulan Oktober 2025, yang justru mempertegas adanya rangkaian publikasi berulang dan sistematis yang secara terusmenerus membentuk opini bersalah (presumption of guilt) terhadap Klien kami sebelum adanya proses hukum yang sah. 

Keseluruhan 18 (delapan belas) pemberitaan dimaksud secara doktrinal memenuhi unsur Trial by the Press, yaitu kondisi di mana media tidak lagi menjalankan fungsi informasi secara objektif, melainkan secara repetitif menciptakan narasi penghakiman publik.

4. Bahwa terhadap keseluruhan rangkaian pemberitaan tersebut, kami menyatakan dengan tegas bahwa pemberitaan Monitor Indonesia tidak hanya tidak akurat dan tidak berimbang, tetapi juga telah membentuk persepsi bersalah terhadap Klien kami tanpa adanya dasar hukum yang sah. 

Pemberitaan-pemberitaan tersebut tidak dilandasi verifikasi kepada pihak Klien secara layak dan proporsional, serta cenderung menempatkan Klien kami sebagai subjek tindak pidana korupsi PMT, padahal secara kewenangan jabatan maupun konstruksi hukum, Klien tidak memiliki kapasitas hukumuntuk terlibat dalam proses pengadaan. 

5. Bahwa kami menilai pemberitaan tersebut mengandung unsur pelanggaran serius terhadap Pasal 1 dan Pasal 3 Kode Etik Jurnalistik, sebagaimana juga telah ditegaskan oleh Dewan Pers melalui Risalah Nomor 32/RisalahDP/xX/2025, di mana Monitor Indonesia dinyatakan tidak melakukan verifikasi yang layak, tidak memberi ruang hak konfirmasi secara objektif, dan menerbitkan pemberitaan secara beruntun dengan narasi menghakimi. 

6. Bahwa pemberitaan yang dibangun dengan pendekatan repetitif dan menggiring opini publik tersebut pada hakikatnya telah memasukkan Klien kami ke dalam ruang penghakiman media (Trial by the Press), yaitu suatu bentuk penyimpangan fungsi pers di mana media tidak lagi menyampaikan informasi secara objektif, melainkan secara perlahan membentuk stigma dan citra negatif seolah-olah Klien kami telah bersalah sebelum adanya proses hukum.

7. Bahwa pemberitaan yang memuat istilah-istilah seperti “cawe-cawe”, “skandal PMT”, “pintu masuk pemeriksaan KPK”, “Desak KPK Periksa Amelia Anggraini” serta pemuatan foto dan identitas Klien secara eksplisit tanpa adanya konteks klarifikasi atau verifikasi yang adil, adalah bentuk penciptaan skenario opini publik yang berdampak langsung pada reputasi politik, integritas pribadi, dan keamanan sosial Klien kami. 

Kelalaian tersebut tidak dapat lagi dikualifikasikan sebagai kekhilafan jurnalistik biasa, melainkan masuk dalam kategori pembentukan narasi yang memiliki potensi fitnah sistematis (systematic defamatory narrative).

8. Oleh karena itu, kami menyatakan keberatan keras dan menuntut pertanggungjawaban redaksi atas kerugian immateriil, reputasional, dan psikologis yang ditimbulkan oleh pemberitaan tersebut, sembari menegaskan bahwa hak jawab ini adalah dasar hukum resmi yang Wajib dimuat oleh media sebagaimana diwajibkan oleh Pasal 5 ayat (2) UU Pers jo. Pasal 18 ayat (2) UU Pers, dengan konsekuensi hukum dapat dikenakan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) apabila diabaikan. 

Faktanya, Sdri. Amelia Anggraini tidak memiliki kapasitas, kewenangan, maupun fungsi untuk terlibat dalam pelaksanaan teknis pengadaan Program Makanan Tambahan (PMT). 

Kedudukan beliau sebagai anggota Komisi IX DPR RI pada saat itu hanya mencakup pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap kebijakan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, serta fungsi representasi dalam menyerap dan menyampaikan aspirasi publik. Dengan demikian, peran tersebut bersifat politik representatif dan kontrol kebijakan, bukan eksekusi administratif ataupun keputusan teknis pengadaan yang menjadi domain eksekutif melalui Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan aparatur pengadaan pemerintah. 

Bahwa untuk menilai apakah seseorang dapat dianggap memiliki keterlibatan hukum dalam suatu tindakan administratif negara, doktrin hukum administrasi negara melalui pendapat Prof. Philipus M. Hadjon, S.H. menyatakan bahwa: 

“Setiap tindakan pemerintahan harus bersumber pada atribusi kewenangan. Tanpa kewenangan atribusi, seorang pejabat negara tidak dapat dimintai pertanggungjawaban hukum aftas suatu tindakan administrasi.” 

Doktrin tersebut berpijak pada asas “Geen bevoegdheid zonder verantwoordelijkheid en geen verantwoordelijkheid zonder bevoegdheid” (tidak ada tanggung jawab tanpa kewenangan, dan tidak ada kewenangan tanpa dasar hukum yang sah). 

Bahwa Secara konstitusional dan normatif, kedudukan seorang anggota DPR RI, termasuk dalam hal ini Sdri. Amelia Anggrainiselaku anggota Komisi IX, tidak memiliki kapasitas maupun kewenangan hukum dalam pelaksanaan teknis pengadaan barang dan jasa negara, termasuk Pengadaan Makanan Tambahan (PMT) untuk balita dan ibu hamil di lingkungan Kementerian Kesehatan RI.

Bahwa Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MDS), fungsi anggota DPR dibatasi secara tegas hanya pada tiga domain kewenangan, yaitufungsi legislasi, fungsi anggaran dalam konteks persetujuan kebijakan makro, dan fungsi pengawasan pelaksanaan program pemerintah, bukan fungsi operasional atau teknis eksekusi program. 

Hal ini ditegaskan dalam Pasal 69 ayat (2)yang menyatakan bahwaanggota DPR RI melaksanakan fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan; e Pasal 72 huruf gyang menyebutkan bahwa anggota DPR memiliki kewenangan menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat, bukan menetapkan atau mengeksekusi proyek pengadaan; 

Pasal 81 huruf I dan huruf J yang menegaskan peran anggota DPR dalam fungsi representasi dan kontrol terhadap pelaksanaan program pemerintah, bukan sebagai pelaksana teknis pengadaan yang berada di bawah domain pejabat pembuat komitmen (PPK) dan aparatur pengadaan eksekutif. 

Bahwa dengan demikian, secara yuridis-empiris, keterlibatan anggota DPR seperti Sdri. Amelia Anggrainihanya terletak pada tataran representasi dan pengawasan berdasarkan mandat konstitusional, bukan sebagai pihak pengguna anggaran (budget user) ataupun pejabat pengadaan (procurement authority) sebagaimana diatur dalam Perpres Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. 

Oleh sebab itu, menyandarkan tuduhan atau narasi yang mengaitkan nama anggota DPR dengan pelaksanaan teknis pengadaan PMT merupakan bentuk kekeliruan konstruksi hukum (misconstruction of legal standing) dan jelas tidak memiliki dasar legal formal maupun doktrinal dalam sistem hukum keuangan negara dan tata kelola pemerintahan. 

Bahwa oleh karena itu, karya jurnalistik yang telah dipublikasikan oleh Monitor Indonesia telah menimbulkan dampak hukum, etik, dan sosial yang signifikan terhadap Klien kami, dengan rincian sebagai berikut: 

1. Terjadinya pelanggaran serius terhadap asas Cover Both Sides, di mana Klien kami tidak diberikan ruang Klarifikasi yang layak dan setara sebelum pemberitaan tayang, sehingga hak untuk didengar (audi et alteram partem) sebagai prinsip fundamental dalam etika pers telah diabaikan.

2. Adanya penyalahgunaan dan eksploitasi dokumen resmi milik Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), yang seharusnya ditempatkan dalam konteks fungsi representasi dan pengawasan parlemen, namun justru digiring menjadi seolah-olah sebagai alat pembuktian keterlibatan dalam tindak pidana; 

3. Terjadinya serangan langsung terhadap kehormatan, martabat, dan integritas pribadi Klien kami, yang secara hukum dilindungi oleh Pasal 28G ayat (1) UUD 1945, Pasal 310-311 KUHP, serta Pasal 27A jo. Pasal 45 ayat (4) UU ITE; 

4. Munculnya dampak sosial dan reputasional yang luas, yang menimbulkan tekanan psikologis, potensi kerugian politik, distorsi opini publik, serta stigma negatif yang melekat secara tidak adil terhadap Klien kami dalam ruang publik digital maupun sosial. 

 Pernyataan Monitorindonesia.com:

1. Terkait pengaduan, pengadu tidak pernah mengirimkan hak jawab kepada teradu sebelum mengadu ke Dewan Pers. Sementara Dewan Pers tidak memberikan penjelasan alasan aduan tersebut diterima. Padahal jelas bahwa salah satu syarat aduan ke Dewan Pers dapat diterima saat hak jawab tidak dimuat.

2. Terkait cover both side, Monitorindonesia.com telah mengonfirmasi sejumlah Anggota Komisi IX DPR RI sebagaimana dijelaskan dalam petermuan pada Kamis (9/10/2025).

Mereka yang dikonfirmasi adalah Anggota Komisi IX DPR dari fraksi PDIP Rahmad Handoyo dan Anggota Komisi IX dari fraksi NasDem Irma Suryani sejak ditanya pada Rabu (28/8/2024) hingga Kamis (29/8/2024), tidak merespons.

Kemudian Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PDIP, Charles Honoris, Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PAN, Saleh Partaonan Daulay, Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PPP Anas Thahir, dan Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKS Netty Prasetyani, tidak merespons.

Bahkan, Monitorindonesia.com sempat bertemu langsung kepada Saleh Partaonan Daulay, meminta konfirmasi atas pengadaan PMT itu.

Pada 30 Agustus 2024, Monitorindonesia.com memberitakan laporan investigasi berjudul "Siapa Penikmat Biskuit Program Stunting Kemenkes senilai Triliunan Tiap Tahun (1)"

Pada tanggal 30 Agustus 2024 itu juga Monitorindonesia.com meminta komentar danatau konfirmasi kepada Menkes Budi Gunadi Sadikin. Namun sayangnya, tidak direspons. Monitorindonesia.com juga meminta komentar danatau konfirmasi kepada Sekteris Jenderal (Sekjen) Kemenkes Kunta Wibawa Dasa Nugraha. Namun hanya dijawab "Siang mas."

Pada 17 Juli 2025, KPK mengumumkan penyelidikan dugaan rasuah tersebut setelah Polri dan Kejagung menyetop penyelidikannya tahun 2019 dan 2022 lalu.

Usai KPK mengumumkan penyelidikannya, Jurnalis Monitorindonesia.com sempat meminta tanggapan kepada Amelia Anggraini (berita sudah banyak ditayangkan) dalam kapasitas sebagai mantan Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi NasDem, namun tidak memberikan jawaban.

Informasi yang diperoleh Monitorindonesia.com bahwa Amelia Anggraini yang kini duduk di kursi Komisi I DPR RI risih atas pemberitaan kasus ini. Sayangnya, dia sama sekali tidak memberikan hak jawab kepada Monitorindonesia.com hingga mengadu ke Dewan Pers.

Berdasarkan yang didengar dalam pertemuan pada Kamis (9/10/2025), bahwa pengadu tidak melayani konfirmasi media online, hanya kepada media TV ataupun media cetak.

3. Tidak hanya "menyenggol" nama teradu

Monitorindonesia.com "menyenggol" nama teradu, sebab baru data danatau nama teradu yang diperoleh dalam pengadaan tersebut. Monitorindonesia.com juga memperoleh data perusahaan pemenang tender pengadaan PMT tersebut, yakni tahun 2013, 2014, 2016, 2017,2017,2018, dan 2019.

Penting dicatat bahwa Monitorindonesia.com tidak hanya "menyenggol" nama teradu, namun kepada pihak lainnya juga. Bahwa Monitorindonesia.com telah mewawancarai pengamat yang intinya mendorong KPK agar melakukan pemeriksaan terhadap semua Anggota Komisi IX DPR RI dalam tempus delicti perkara tersebut (FITRA Desak KPK Periksa Anggota DPR yang Mengajukan PMT Balita dan Bumil - https://monitorindonesia.com/hukum/read/2025/09/613438/fitra-desak-kpk-periksa-anggota-dpr-yang-mengajukan-pmt-balita-dan-bumil) hingga dorongan agar dilakukan penggeledahan terhadap perusahaan pemenang tender pengadaan PMT itu (KPK Didesak Geledah Perusahaan Pemenang Tender Biskuit Stunting dan Bumil - https://monitorindonesia.com/hukum/read/2025/09/613610/kpk-didesak-geledah-perusahaan-pemenang-tender-biskuit-stunting-dan-bumil)

Akibat dari banyaknya pemberitaan kasus ini, web Monitorindonesia.com diserang dan mendatapkan ancaman oleh pihak tidak bertanggung jawab: Risih dengan Pemberitaan Korupsi PMT Balita dan Bumil, Pihak Tak Bertanggung Jawab Ingin Lumpuhkan Website Monitorindonesia.com - https://monitorindonesia.com/hukum/read/2025/09/613600/risih-dengan-pemberitaan-korupsi-pmt-balita-dan-bumil-pihak-tak-bertanggung-jawab-ingin-lumpuhkan-website-monitorindonesia-com dan Monitorindonesia.com Diancam Gegara Beritakan Korupsi PMT: "detele artikelnya atau saya hold 1 tahun webnya?" - https://monitorindonesia.com/hukum/read/2025/10/614950/monitorindonesia-com-diancam-gegara-beritakan-korupsi-pmt-detele-artikelnya-atau-saya-hold-1-tahun-webnya

4. Cawe-cawe 

Pimpinan Redaksi Monitorindonesia.com pada tanggal 22 September 2025 menerima chat dari WhatsAap +6289-3528-2*** yang seolah sebagai "pahlawan kesiangan" meminta tolong agar menghapus berita atau take down (Link berita diduga telah ditarik si "pahlawan kesiangan" dengan tawaran memberikan uang Rp 500 ribu, namun Pimpinan Redaksi menolak mentah-mentah.

Jurnalis Monitorindonesia.com yang bertugas di DPR RI (tidak mengikuti pertemuan (Zoom Meeting) pengadu dan teradu pada Kamis (9/10/2025) sebab kendala teknis) membernakan bahwa dirinya memang bertemu dengan diduga utusan teradu yakni Ketua Serikat Mahasiswa Muslim Indonesia, Staf teradu dan pengurus DPP Partai NasDem (pertemuan diduga direkam utusan tersebut).

Jurnalis Monitorindonesia.com lainnya juga sempat menerima telepon melalui WhatsAap dengan tawaran adanya kerja sama pemberitaan jika sejumlah berita yang dipermasalahkan dihapus danatau di take down.

Jurnalis Monitorindonesia.com mendengar hingga menyimak bahwa teradu merasa risih danatau terganggu dengan pemberitaan yang telah diterbitkan. Sehingga patut diduga menjadi sebab Monitorindonesia.com diadukan ke Dewan Pers tanpa mengirimkan hak jawab terlebih dahulu.

Jurnalis Monitorindonesia.com telah beberapa kali mendapatkan penawaran agar bertemu dengan mereka "pahlawan kesiangan" diduga untuk mengkodisikan pemberitaan yang telah diterbitkan.

5. Wawancara dengan narasumber danatau KPK yang jelas

Pada 2 September 2025 lalu, Jurnalis Monitorindonesia.com memawawancai narasumber Seknas FITRA Badiul Hadi, sehingga menerbitkan berita dengan judul FITRA Desak KPK Periksa Anggota DPR yang Mengajukan PMT Balita dan Bumil (https://monitorindonesia.com/hukum/read/2025/09/613438/fitra-desak-kpk-periksa-anggota-dpr-yang-mengajukan-pmt-balita-dan-bumil) yang telah diterbitkan sebelumnya.

Pada tanggal 16 September 2025 dan 6 Oktober, Jurnalis Monitorindonesia.com mewawancarai Juru Bicara KPK Budi Prasetyo sebagaimana dalam pemberitaan yang telah dimuat.

6. Berdasarkan risalah penyelesaian Nomor: xx/Risalah-DP/X/2025 tertanggal 9 Oktober 2025 yang telah diperoleh, Monitorindonesia.com senantiasa menjunjung tinggi Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan Monitorindonesia.com akan mengevaluasi kinerja jurnalistiknya.

7 Monitorindonesia.com tetap danatau terus memberitakan kasus dugaan rasuah PMT ini sebagaimana dalam penyelidikan KPK. Monitorindonesia.com mengedepankan asas praduga tak bersalah dan menjunjung asas equality before the law bahwa setiap orang tunduk pada hukum peradilan yang sama.

8. Monitorindonesia.com tetap danatau memonitor perkembangan kasus ini yang mana sebentar lagi KPK akan menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) umum hingga khusus.

Penting dicatat dan digaris bawahi bahwa Monitorindonesia.com menegaskan semua berita yang diadukan dan dinilai Dewan Pers tidak akan dicabut. Hal ini sebagaimana salah satu poin Risalah Penyelesaian Nomor: xx/Risalah-DP/X/2025 Tentang Pengaduan Amelia Anggraini terhadap Media Siber monitorindonesia.com pada tanggal 9 Oktober 2025.

Adapun dalam Zoom Meeting pada Kamis (9/10/2025) pengadu dan teradu yang hadir telah menyepakati persoalan ini diselesaikan di Dewan Pers.

Risalah Dewan Pers klik di sini...

Topik:

Amelia Anggraini Dewan Pers KPK Monitorindonesia.com Korupsi PMT DPR