Tekan Lonjakan Perceraian, Menag Usul UU Baru dan 11 Strategi Mediasi ala BP4


Jakarta, MI - Di tengah tren perceraian yang terus meningkat di Indonesia, Menteri Agama Nasaruddin Umar menyoroti pentingnya peran mediasi dalam menjaga ketahanan rumah tangga.
Dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) BP4 Tahun 2025 yang digelar di Jakarta, Selasa malam (22/4/2025), Menag merumuskan 11 strategi yang diharapkan bisa menjadi langkah nyata Badan Penasihatan, Pembinaan, dan Pelestarian Perkawinan (BP4) untuk meredam perceraian.
"Kita perlu lebih fokus pada mediasi. BP4 adalah lembaga paling relevan untuk menanggapi dan mencegah gelombang perceraian yang makin besar. Bahkan, saya rasa perlu ada Undang-Undang baru tentang ketahanan rumah tangga,” tegas Nasaruddin.
Tak hanya itu, ia juga mendorong revisi atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dengan menambahkan satu bab khusus yang menitikberatkan pada pelestarian perkawinan. Ia menilai, perceraian bukan sekadar urusan dua individu, tapi persoalan sosial yang berdampak luas.
“Secara sosiologis, perceraian sering melahirkan orang miskin baru. Korban pertamanya istri, lalu anak. Kita harus intervensi sebelum semuanya terlambat, dan mediasi adalah langkah strategis,” ungkapnya.
Sebanyak 11 strategi mediasi yang direkomendasikan Menag untuk dijalankan BP4 antara lain:
Memperluas cakupan mediasi hingga pasangan pra-nikah dan individu usia matang yang belum menikah.
Mendorong pasangan muda agar segera menikah secara sehat dan terencana.
Berperan sebagai makcomblang atau perantara jodoh di masyarakat.
Melakukan mediasi pascaperceraian, agar anak tetap mendapatkan pengasuhan yang layak.
Menjadi mediator dalam konflik antara menantu dan mertua.
Bersinergi dengan peradilan agama agar perkara perceraian tidak diputus secara mudah.
Memediasi pasangan nikah siri untuk menjalani proses isbat nikah.
Menengahi persoalan yang menghambat pernikahan di Kantor Urusan Agama (KUA).
Melakukan pendekatan pada individu yang terindikasi selingkuh.
Menginisiasi program nikah massal guna meringankan beban biaya pernikahan.
Bekerja sama dengan lembaga pemerintah dalam hal gizi dan pendidikan anak.
Langkah-langkah ini, menurut Nasaruddin, akan lebih optimal jika BP4 juga diperkuat secara kelembagaan. Ia bahkan menyebutkan tengah melobi Kementerian Dalam Negeri agar pemerintah daerah mengalokasikan anggaran khusus untuk pembinaan BP4 di tingkat lokal.
“BP4 harus hadir hingga ke akar rumput. Kami ingin ini menjadi gerakan nasional,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam (Bimas Islam) Kemenag, Abu Rokhmad, menegaskan bahwa Rakernas BP4 2025 bukan hanya forum seremonial, melainkan momen strategis untuk menyusun langkah konkret memperkuat pelayanan lembaga tersebut.
“Tantangan keluarga zaman sekarang tidak sederhana. Dari rendahnya literasi perkawinan, budaya digital, sampai tekanan sosial—semua itu bisa memicu keretakan rumah tangga. Kita tidak bisa membiarkan angka perceraian terus naik,” kata Abu.
Ia juga memastikan bahwa Direktorat Jenderal Bimas Islam akan terus mendukung program strategis BP4. “BP4 adalah mitra strategis kami. Keberhasilannya adalah keberhasilan kita bersama dalam membina keluarga Indonesia yang kokoh dan sejahtera,” tandasnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang tahun 2023 terdapat lebih dari 447 ribu kasus perceraian di Indonesia, angka yang menunjukkan peningkatan dalam beberapa tahun terakhir.
Data inilah yang menjadi latar belakang urgensi penguatan peran BP4 dalam mencegah perceraian dan membangun keluarga harmonis. ***
Topik:
Perceraian Menag BP4 Rakernas