Kasus Penahanan Ijazah Karyawan Makin Marak, DPR Dukung Langkah Menaker

Rizal Siregar
Rizal Siregar
Diperbarui 23 Mei 2025 16:35 WIB
Zainul Munasichin (Dok. MI)
Zainul Munasichin (Dok. MI)

Jakarta, MI - Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKB, Zainul Munasichin, menyambut baik terbitnya Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/5/HK.04.00/V/2025 yang secara tegas melarang perusahaan menahan ijazah atau dokumen pribadi milik pekerja. Ia menilai, kebijakan tersebut adalah langkah progresif dalam menegakkan hak asasi tenaga kerja.

"Penahanan ijazah oleh perusahaan adalah praktik yang tidak manusiawi, melanggar hak dasar pekerja, dan bertentangan dengan asas kebebasan bekerja," kata Zainul, Jumat  (23/5/2025).

“Saya mengapresiasi keberanian Menteri Ketenagakerjaan yang secara tegas melarang praktik ini.”

Politisi asal Dapil Jawa Barat IV itu menambahkan, penahanan dokumen sering digunakan sebagai bentuk intimidasi agar pekerja tidak keluar dari perusahaan, meski mereka merasa tidak nyaman atau diperlakukan tidak adil.

"Ini bukan cuma soal ijazah. Ini soal relasi kerja yang timpang, soal martabat manusia. Ketika pekerja tak bisa bebas menentukan pilihan kerja hanya karena ijazahnya disandera, itu pelanggaran hak asasi," tegasnya.

Zainul mendesak agar Kementerian Ketenagakerjaan tidak berhenti pada penerbitan surat edaran semata. Ia meminta pengawasan diperkuat dan kanal pengaduan dibuka luas agar pekerja yang menjadi korban bisa melapor tanpa rasa takut.

“SE ini harus ditindaklanjuti dengan sosialisasi yang masif dan penegakan aturan yang tegas. Jangan sampai hanya menjadi imbauan yang tidak punya dampak di lapangan,” ujarnya.

Sebagai Wakil Sekretaris Jenderal DPP PKB, Zainul juga menyerukan kepada perusahaan untuk mematuhi regulasi dan menghentikan praktik-praktik yang melecehkan martabat pekerja.

“Kita ingin menciptakan ekosistem ketenagakerjaan yang manusiawi, kompetitif, dan bermartabat. Itu hanya bisa terwujud jika ada kepatuhan terhadap hukum dan penghormatan terhadap hak pekerja,” pungkasnya.

Kasus penahanan ijazah bukan hal baru di dunia ketenagakerjaan Indonesia. Beberapa perusahaan tercatat pernah dilaporkan melakukan praktik ini, seperti yang terjadi di Surabaya, Pekanbaru, Malang, hingga Yogyakarta.

Salah satu kasus mencuat di Surabaya, di mana perusahaan manufaktur UD Sentosa Seal diduga menahan ijazah milik karyawan. Di Pekanbaru, sebuah perusahaan tour & travel ditengarai menahan 12 ijazah mantan karyawannya dengan dalih sebagai jaminan atas potensi kerugian perusahaan. Meski para karyawan sudah mengundurkan diri, ijazah mereka belum dikembalikan.

Sementara di Kota Malang, Dinas Ketenagakerjaan menerima laporan dari dua perusahaan yang melakukan hal serupa. Di Yogyakarta, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi mencatat sedikitnya tiga aduan dalam setahun terakhir.

"Mungkin saja praktik ini juga terjadi di daerah lain, tetapi para korban tidak berani melapor karena takut kehilangan pekerjaan atau dikriminalisasi," ujar Zainul.

SE Menaker Nomor M/5/HK.04.00/V/2025 diterbitkan menyusul meningkatnya laporan penahanan dokumen pribadi oleh perusahaan. Dalam edaran tersebut, Menteri Ketenagakerjaan menegaskan bahwa tidak ada dasar hukum bagi perusahaan untuk menahan ijazah, KTP, atau dokumen pribadi pekerja lainnya.

Praktik tersebut dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, serta melanggar prinsip hak asasi manusia yang dijamin dalam konstitusi.

Pemerintah menegaskan bahwa perusahaan yang terbukti melanggar dapat dikenai sanksi administratif hingga pidana sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Topik:

Ijazah Pekerja DP