Hinca Panjaitan Desak Presiden Prabowo Nyatakan Narkotika sebagai Bahaya Laten Bangsa

Rizal Siregar
Rizal Siregar
Diperbarui 15 Juli 2025 15:31 WIB
Hinca Panjaitan (Foto. Rizal)
Hinca Panjaitan (Foto. Rizal)

Jakarta, MI - Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Demokrat, Hinca Panjaitan, meminta agar Presiden Prabowo Subianto secara tegas menyatakan narkotika sebagai bahaya laten bangsa dalam pidato kenegaraan 17 Agustus mendatang. Ia juga mendorong Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) untuk menetapkan status tersebut dalam Ketetapan MPR sebagai bentuk komitmen politik nasional.

“Saya minta, nanti saat Presiden Prabowo menyampaikan pidato kenegaraan, secara resmi menyatakan bahwa narkotika adalah bahaya laten bagi bangsa dan negara ini,” ujar Hinca dalam forum diskusi di Gedung DPR, Senin (15/7//2025).

Hinca mengungkapkan bahwa tahun lalu DPR sudah siap mengesahkan revisi Undang-Undang Narkotika dan bahkan menggabungkannya dengan UU Psikotropika. Namun, menurutnya, pemerintah justru menarik diri.

“Saya tahun lalu itu undang-undang narkotika ini sudah pada posisi di Komisi III siap, bahkan digabung dengan UU psikotropika. Tapi pemerintah menarik diri, tidak sanggup. Ya sudah, kami coret, dan sekarang bola ada di tangan pemerintah,” katanya.

Dalam forum yang dihadiri oleh wartawan parlemen itu, Hinca tidak hanya bicara legislasi, tetapi juga menyerukan peran aktif media untuk menjadi pelopor dalam menggerakkan kesadaran nasional melawan narkoba.

“Sehebat-hebatnya para politisi, penyanyi, dan penari, tak ada artinya tanpa panggung media. Tapi sehebat-hebatnya media, tak berarti juga kalau tak ada isi dan perjuangan,” tegas Hinca. Ia menyebut bahwa para wartawan bisa menjadi “efisientrum” demokrasi keempat, melebihi kekuatan hukum.

Hinca juga mengingatkan bahwa narkotika bukan sekadar isu kriminal, melainkan ancaman yang telah menyertai sejarah peradaban manusia. Ia bahkan menyebut kisah kehancuran Sodom dan Gomora dalam kitab suci sebagai bentuk awal dari kehancuran akibat penyalahgunaan zat.

Kritik Penegakan Hukum dan Seruan Koreksi Nasional
Hinca mengkritik keras sistem penegakan hukum terhadap pengguna narkoba yang menurutnya cacat sejak proses awal. Ia menyebut banyak pengguna yang seharusnya dianggap sebagai korban, justru dipenjara karena pendekatan hukum yang keliru.

“Seluruh pengguna narkotika yang bukan bandar, hari ini yang mendekam di penjara, sebetulnya adalah korban proses hukum yang cacat. Ini kehilafan nyata, pelanggaran HAM. Negara berdosa besar,” kata dia lantang.

Hinca mendorong pemerintah untuk melakukan koreksi besar, termasuk melalui langkah grasi massal atau pembukaan kembali (PK) terhadap kasus-kasus pengguna yang dinilai hanya korban.

Dalam pidatonya yang penuh semangat, Hinca juga mengusulkan pendekatan dari akar rumput. Ia meminta agar seluruh kepala desa di Indonesia diberi mandat sebagai agen intelijen BNN untuk memastikan desanya bersih dari bandar narkoba.

“Saya minta ubah narasi desa bersinar. Bukan lagi 'bersih narkoba', tapi aktif: usir bandar narkoba dari kampung kami. Itu kata kerja, bukan slogan kosong,” serunya.

Ia memberi contoh satu desa binaannya di Asahan, Sumatera Utara, yang sudah memasang puluhan baliho bertuliskan “Usir Bandar Narkoba dari Kampung Kami”.

Sindiran Tajam dan Kritik Keras kepada Pemerintah
Hinca tidak ragu mengkritik keras Kementerian Kesehatan yang dinilainya lamban dalam merespons putusan Mahkamah Konstitusi terkait legalisasi ganja untuk medis.

“Saya minta Menteri Kesehatan mundur karena tidak menepati janji meneliti ganja medis untuk pasien seperti Tika. Apa susahnya lakukan penelitian?” ucapnya.

Ia menyebut bahwa ganja sebagai tanaman ciptaan Tuhan seharusnya tidak dikriminalisasi secara membabi buta, karena penggunaannya dalam konteks medis seharusnya dilindungi hukum dan keadilan.

Hinca menyatakan bahwa tidak ada gunanya membahas revisi UU Narkotika jika negara belum secara resmi menyatakan perang terhadap narkoba sebagai bahaya laten.

“Kalau belum ditetapkan sebagai bahaya laten oleh MPR, tak akan nyambung ke anggaran dan aksi nasional. Ini soal keberanian politik,” tegasnya.

 

Topik:

UU Psikotropika Undang-Undang Narkotika BNN