Siapa "Busuk", Pengurus Proyek atau Whooshnya?

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 27 Oktober 2025 2 jam yang lalu
Luhut Binsar Pandjaitan (kiri), Joko Widodo (tengah) dan Budi Karya Sumadi (kanan) (Foto: Dok MI/Istimewa)
Luhut Binsar Pandjaitan (kiri), Joko Widodo (tengah) dan Budi Karya Sumadi (kanan) (Foto: Dok MI/Istimewa)

Jakarta, MI - Sungguh aneh, mantan Presiden ke-7 Joko Widodo alias Jokowi dan Luhut Binsar Pandjaitan yang kini Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan terkait dengan Polemik terkait proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) alias Whoosh. Pasalnya, Luhut mengatakan proyek itu sudah busuk dari awal.

Namun keduanya, malah sebelumnya terkesan semangat untuk menyelesaikan proyek itu. “Kalau memang tahu busuk dari awal, tapi Luhut dan Jokowi justru tetap bersemangat melanjutkan proyek yang busuk itu. Jadi aneh sekali," kata Ketua Majelis Syura Partai Ummat, Amien Rais dikutip Monitorindonesi.com dari video singkat yang diunggah di YouTube Amien Rais Official, Senin (27/10/2025).

Opsi Jepang yang juga ikut dalam tender itu disingkirkan. Padahal bunganya lebih murah yakni, 0,18 persen. Sementara China yang mematok bunga 2 persen, 20 kali lipat lebih tinggi. 

Diketahui bahwa nilai investasi proyek tersebut tembus 7,2 miliar dolar AS atau Rp116,54 triliun (asumsi kurs Rp16.186 per dolar AS). Harga itu lebih besar jika dibandingkan dengan yang terdapat dalam proposal dari Cina saat menawarkan proyek itu ke Indonesia.

Pasalnya, dalam proposal, China hanya menawarkan nilai investasi 6,07 miliar dolar AS atau sekitar Rp86,67 triliun (kurs Rp14.280 per dolar AS). Sebanyak 75 persen pendanaan proyek berasal dari pinjaman Ciina Development Bank. Sementara sisanya berasal dari modal pemegang saham, termasuk KAI, Wijaya Karya, PTPN I, dan Jasa Marga

Diberitakan sebelumnya, Luhut mengatakan proyek KCJB bermasalah sejak awal pengerjaan. Persoalannya dirundingkan dengan Saat itu, dia menjabat Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi. Saat masa periode ke-2 Presiden ke-7 Jokowi.

“Sedari awal mengerjakan itu saya terima sudah busuk itu barang,” kata Luhut dalam sebuah diskusi di JS Luwansa Jakarta, Kamis (16/10/2025).

Luhut juga merespons penyelesaian utang kereta cepat yang selalu dikaitkan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Menurutnya, malah tersebut hanya seputar restrukturisasi utang. Dia meminta pelbagai pihak untuk tidak banyak berkomentar terkait Whoosh jika tidak memiliki basis data dan pemahaman yang luas.

Saat ini, dia mengatakan restrukturisasi sedang digodok. Proses tindak lanjut restrukturisasi tersebut tengah menunggu Keputusan Presiden (Keppres).

Keppres ini diperlukan agar tim negosiasi dapat segera berunding. Meskipun demikian, Luhut memastikan bahwa dari sisi China, mereka sudah bersedia dan tidak ada masalah.

Menurutnya, "Kita ribut soal Whoosh. Masalahnya apa sih? Itu kan tinggal restructuring saja. Siapa yang minta APBN? Enggak ada yang minta APBN. Restructuring saja,” ucap Luhut.

“Jadi kalau saran saya, kalau kita enggak mengerti datanya, enggak usah komentar dulu. Cari datanya baru berkomentar. Baru enak.”

DPR harus panggil Luhut

Sebagai lembaga negara pengawas pemerintah, DPR bisa memanggil pihak-pihak yang sejak awal terlibat langsung menggarap proyek bersama China ini. Pengamat politik dari Motion Cipta (MC) Matrix, Wildan Hakim berpandangan, salah satu yang bisa dimintai keterangan DPR adalah Luhut

"Pak Luhut berikut anak buahnya bisa dimintai keterangan agar duduk perkara proyek ini diketahui publik. Kalau memang janggal, lantas kenapa dilanjutkan," kata Wildan, Minggu (26/10/2025).

Di era Presiden Joko Widodo atau Jokowi, Luhut dipercaya ikut mengurusi proyek Whoosh yang kini terlilit utang kepada China. Wildan lantas menyoroti pernyataan Luhut yang kini menjabat sebagai Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN). 

Luhut baru-baru ini menyebut, proyek Whoosh sudah bermasalah sejak awal perencanaan.  "Pasti saat itu ada pressure group yang meminta agar Whoosh tetap dilanjutkan meski sudah diketahui busuk dan janggal," pungkas Wildan

Wildan Hakim menambahkan bahwa dugaan markup proyek Whoosh makin kuat setelah dibandingkan dengan kereta cepat Arab Saudi yang jauh lebih murah.

Maka Wildan menyarankan Bank of China dan 4 BUMN proyek Whoosh harus segera mengevaluasi biaya riil proyek karena terlalu mahal dibandingkan proyek sejenis yang dikerjakan di Arab Saudi.

"Ada beberapa pihak yang harus dievaluasi. Kontraktor yang terlibat, bagian pengadaan, negosiator dari Bank of China, serta para direktur empat BUMN yang ikut serta dalam penandatangan kerja sama," kata Wildan.

Wildan mengatakan, pembengkakan biaya proyek kemungkinan disebabkan Harga Perkiraan Sementara (HPS) untuk tiap jenis pekerjaan. Bisa saja ada biaya-biaya tambahan diselipkan di penyusunan anggaran proyek.

Markup harga untuk tiap jenis pekerjaan juga berpeluang dilakukan oleh perencana anggaran. "Dengan adanya proyek kereta api cepat Arab Saudi, tim evaluator kini punya pembanding. Dari situ akan terlihat jelas, ada selisih biaya di bagian mana. Dengan begitu, angka-angka yang tidak wajar bisa diketahui," beber Wildan.

Merujuk pada pernyataan mantan Dirut PT Kereta Api Indonesia (KAI), Ignasius Jonan, proyek KCJB tidak visible. Atas dasar itulah Jonan sempat menolak rencana pembangunan proyek tersebut.

"Dari penilaian faktual versinya Pak Jonan, kita semua tahu ada perhitungan yang salah. Dengan panjang rute hanya 140 kilometer, nilai kontraknya kok bisa lebih dari Rp100 triliun. Seharusnya, para pihak yang menyusun estimasi biaya langsung dievaluasi saat itu juga sebelum proyek dilaksanakan," tandasnya.

Topik:

Luhut Jokowi Whoosh KPK Kereta Cepat Mark Up Proyek Kereta Cepat Mark Up Proyek Whoosh Korupsi Kereta cepat Korupsi Whoosh