Pokir Masih Aman di Tengah Krisis Utang Pemprov Malut


Sofifi, MI — Pemprov Maluku Utara (Malut) tengah menghadapi tantangan berat dalam mengelola anggaran daerah, seiring dengan kebutuhan untuk menutupi utang yang terus membengkak.
Sebagai upaya untuk menyeimbangkan keuangan daerah, pemerintah provinsi melakukan pemangkasan anggaran yang cukup signifikan di berbagai sektor.
Namun, meskipun banyak program di Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang mengalami pengurangan anggaran, proyek pokok pikiran (pokir) anggota DPRD Malut tetap memperoleh alokasi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2024 dan berpotensi untuk tetap ada dalam APBD 2025 mendatang.
Dalam wawancara pada Selasa (5/11/2024) di Sofifi, Husni Bopeng, Wakil Ketua DPRD Malut yang akrab disapa Nini, menegaskan bahwa meskipun ada pemangkasan anggaran yang besar, prioritas utama dalam pembahasan APBD Perubahan 2024 adalah penyelesaian utang yang telah menumpuk sejak beberapa tahun terakhir.
Nini menyebutkan bahwa meskipun pokir anggota DPRD Malut tetap ada dalam struktur APBD, fokus dewan tetap pada kewajiban menyelesaikan utang daerah.
Dalam wawancara tersebut, Nini menjelaskan bahwa evaluasi terhadap APBD Perubahan 2024 tidak menemui masalah besar, namun proses pembahasan evaluasi APBD Perubahan pasca hasil evaluasi dari Kemendagri baru bisa dimulai setelah pimpinan definitif DPRD terbentuk.
“Sebenarnya evaluasi APBD perubahan 2024 sudah tidak masalah, cuma kita belum punya kewenangan untuk membahas evaluasinya. Kami tunggu sampai pimpinan definitif terbentuk, baru bisa membahas evaluasinya,” kata Nini.
Menurutnya, meskipun pokir anggota DPRD menjadi bagian dari struktur APBD, DPRD Malut lebih memprioritaskan untuk menyelesaikan masalah utang.
“Kami tidak pernah melihat pokir-pokir tersebut sebagai prioritas. Fokus utama kami adalah membayar utang, itu yang lebih penting. Utang yang ada saat ini harus diselesaikan terlebih dahulu,” tegas Nini.
Ia menambahkan bahwa utang yang ada di Pemprov Malut diperkirakan masih akan terus membebani anggaran daerah hingga tahun 2025.
“Utang kita sampai tahun 2025 masih ada sekitar Rp 154 miliar, dan itu akan kita bayar pada tahun 2025. Jadi, di tahun 2024 ini, kami bertekad untuk menyelesaikan utang-utang dari tahun 2020, 2021, 2023, hingga 2024, agar di tahun 2025 utang kita bisa semakin kecil,” ujarnya.
Meskipun menegaskan bahwa prioritas utama adalah pembayaran utang, Nini mengakui bahwa pokir yang merupakan aspirasi dari anggota DPRD tetap terakomodasi dalam APBD 2024.
“Pokir-pokir yang ada, bahkan sampai hari ini, belum berjalan. Kami tidak menuntut pokir itu harus dilaksanakan karena yang kami tekankan adalah menyelesaikan utang. Kami dan teman-teman dari periode sebelumnya, serta yang baru masuk, sepakat bahwa menyelesaikan utang adalah hal yang lebih mendesak,” ungkap Nini.
Pernyataan ini menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan utang dan pemenuhan aspirasi politik anggota dewan melalui proyek pokir.
Meskipun anggaran daerah dipangkas secara besar-besaran untuk menutupi utang, pokir tetap menjadi bagian yang tak terpisahkan dari struktur APBD, meskipun secara efektif belum ada pelaksanaan yang signifikan.
Pemprov Malut, di bawah tekanan besar untuk menyelesaikan masalah keuangan, mengambil langkah pemangkasan anggaran di berbagai sektor.
Sejumlah anggaran yang sebelumnya dialokasikan untuk OPD, termasuk untuk program pembangunan, terpaksa dipotong. Namun, meskipun ada pengurangan besar di sektor lain, anggaran untuk pokir tetap dipertahankan.
Langkah ini menunjukkan adanya ketegangan dalam kebijakan fiskal yang diterapkan Pemprov Malut. Sementara pembayaran utang menjadi hal yang mendesak, kepentingan politik anggota DPRD dalam bentuk pokir tidak dapat diabaikan sepenuhnya. Hal ini menjadi perhatian banyak pihak, mengingat kondisi fiskal daerah yang terbatas.
Dinamika ini menciptakan dilema yang lebih besar bagi Pemprov Malut. Di satu sisi, ada kebutuhan mendesak untuk mengurangi utang yang dapat memperburuk kondisi keuangan daerah jika tidak segera diselesaikan.
Di sisi lain, anggota DPRD yang memiliki kekuatan politik melalui pokir, tetap mengupayakan agar aspirasi mereka tetap terakomodasi dalam anggaran, meskipun dengan anggaran yang terbatas.
Dalam hal ini, terdapat pertanyaan yang lebih besar mengenai bagaimana Pemprov Malut dan DPRD dapat mencapai keseimbangan antara menjaga kestabilan fiskal dan memenuhi kebutuhan pembangunan yang berkelanjutan.
Pemerintah daerah harus menemukan cara untuk merancang anggaran yang efektif, yang tidak hanya mengurangi utang tetapi juga memastikan program-program yang menyentuh kepentingan rakyat tetap berjalan.
DPRD Malut, melalui pernyataan Nini Bopeng, menunjukkan komitmen untuk memprioritaskan penyelesaian utang dalam APBD Perubahan 2024.
Meski demikian, pokir yang menjadi bagian dari agenda politik anggota dewan tetap terakomodasi dalam struktur anggaran, meskipun belum dapat dilaksanakan secara optimal.
Pemprov Malut harus berhadapan dengan tantangan besar dalam merancang kebijakan fiskal yang seimbang, yang tidak hanya mampu menutupi utang tetapi juga memastikan bahwa sektor-sektor lain yang mendesak tetap memperoleh perhatian.
Seiring dengan berjalannya waktu, pembahasan APBD 2025 akan menjadi titik penting untuk melihat sejauh mana pemerintah dan DPRD dapat bekerja sama demi kemajuan dan kesejahteraan rakyat Maluku Utara. (Rais Dero)
Topik:
Maluku Utara DPRD Maluku Utara MalutBerita Sebelumnya
Kepala PVMBG: Erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki Tidak Biasa
Berita Selanjutnya
Rapor Buruk Pemprov Malut: Penanggulangan Kemiskinan Tak Sesuai Harapan
Berita Terkait

Empat Aset Pemprov jadi Kado Indah Gubernur Sherly di HUT Provinsi Maluku Utara ke-26
30 September 2025 04:37 WIB

Gaji Kecil” tapi Harta Segunung, DPRD Malut Bisa Bikin Tips Finansial
24 September 2025 13:17 WIB