Abubakar Abdullah Persembahkan Hadiah Terbaik di HUT ke-26

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 10 Oktober 2025 6 jam yang lalu
Plt Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Malut, Abubakar Abdullah (Foto: Dok MI/Jainal Andaran)
Plt Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Malut, Abubakar Abdullah (Foto: Dok MI/Jainal Andaran)

Sofifi, MI - Plt Kadikbud Malut, Abubakar Abdullah, menegaskan pentingnya memahami sejarah sebagai pijakan bagi generasi masa kini dan masa depan. Pesan itu ia sampaikan dalam kegiatan dialog bertema “Story Telling Sang Pejuang” yang digelar dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-26 Provinsi Maluku Utara, Kamis (9/10), di Aula Dinas Dikbud Malut, Sofifi.

Kegiatan tersebut menghadirkan salah satu tokoh penting di balik perjuangan pembentukan Provinsi Maluku Utara, Syaiful Ruray, yang dikenal sebagai pelaku sejarah sekaligus saksi hidup lahirnya provinsi ke-27 di Indonesia itu.

Usai dialog, Abubakar Abdullah, yang biasa disapa Aka, kepada sejumlah wartawan menekankan bahwa bangsa yang melupakan sejarah adalah bangsa yang kehilangan arah. Ia juga mengutip pesan yang disampaikan oleh Syaiful Ruray dalam dialog tersebut sebagai bahan refleksi bersama bagi dunia pendidikan di Malut.

“Pertama saya kira tadi ada satu pandangan yang sudah disampaikan oleh Ko Ipul bahwa bangsa yang melupakan sejarah adalah bangsa yang tidak cerdas,” ujarnya.

Pernyataan itu tidak hanya mengandung kilas balik, tetapi juga peringatan. Dalam pandangan Abubakar, generasi muda yang kehilangan pemahaman terhadap sejarah daerahnya akan mudah kehilangan jati diri. 

Abubakar menegaskan bahwa kegiatan seperti dialog sejarah ini adalah upaya konkret untuk mengembalikan kesadaran tersebut, khususnya di lingkungan pendidikan.

Dia menambahkan bahwa inisiatif menghadirkan kembali kisah perjuangan pembentukan Malut menjadi bagian penting dalam perjalanan kebudayaan daerah. 

Menurutnya, sejarah adalah cermin yang menuntun arah masa depan, bukan sekadar arsip masa lampau yang dilupakan.

“Jadi memang inisiasi ini penting kita lakukan karena kita menyadari bahwa sejarah itu penting, termasuk di dalamnya adalah sejarah terbentuknya Malut,” lanjutnya.

Abubakar menjelaskan, kesadaran akan pentingnya sejarah bukan hanya tanggung jawab para akademisi, tetapi seluruh elemen masyarakat. Tanpa pemahaman kolektif terhadap masa lalu, suatu daerah bisa kehilangan arah dan nilai-nilai kebersamaannya.

“Andaikan saja kita tidak tahu sejarah, kita melupakan sejarah, kira-kira kita kadang arah yang keliru. Sehingga di momentum seperti ini penting untuk kita dengarkan secara saksama bagaimana pembentukan sejarah Malut,” tegasnya.

Bagi Abubakar, peringatan HUT Malut bukan hanya seremoni tahunan, tetapi kesempatan untuk menata ulang kesadaran pendidikan berbasis nilai sejarah. 

Ia menilai bahwa banyak pelajar di Malut belum mengenal secara utuh bagaimana perjuangan panjang melahirkan provinsi ini.

Oleh karena itu, ia berencana agar kisah sejarah perjuangan pembentukan Malut tidak berhenti sebagai wacana dalam forum, tetapi menjadi bagian dari kurikulum pendidikan formal di sekolah-sekolah menengah.

“Tapi saya kira setelah mendengar dan melihat penjelasan tadi, maka mungkin kami akan menginisiasi untuk menindaklanjuti pembicaraan terkait dengan catatan-catatan sejarah pembentukan Malut itu untuk bisa diintegrasikan dalam kurikulum di tingkat sekolah SMA,” ungkapnya.

Proses ini, kata Abubakar, merupakan bentuk tanggung jawab moral dari lembaga pendidikan untuk menghidupkan nilai-nilai sejarah di ruang kelas. 
Dengan begitu, siswa bukan hanya diajarkan tentang angka dan teori, tetapi juga memahami jati diri dan perjuangan daerahnya.

Ia menjelaskan bahwa saat ini Dikbud Malut tengah menyusun kurikulum Muatan Lokal (Mulok), dan momentum ini menjadi waktu yang tepat untuk mengintegrasikan sejarah daerah dalam pendidikan formal.

“Kebetulan kami sekarang lagi menyusun kurikulum Muatan Lokal (Mulok), Pergub-nya sudah ada, kita lagi koordinasikan dengan Kementerian Dikdasmen,” jelasnya.

Upaya ini juga didukung oleh keberadaan sejumlah buku yang telah diterbitkan oleh Dinas Pariwisata dan berbagai pihak lain yang mendokumentasikan sejarah pembentukan Malut. 

Menurut Abubakar, bahan tersebut bisa menjadi rujukan penting bagi penyusunan kurikulum berbasis sejarah lokal.

“Mungkin materi itu akan kita pertimbangkan untuk dapat dimasukkan sebagai materi Muatan Lokal (Mulok) untuk SMA dan SMK,” katanya.

Abubakar mengungkapkan bahwa referensi sejarah yang ada akan dijadikan bahan ajar yang kontekstual. Ia berharap melalui materi Muatan Lokal, generasi muda Malut bisa belajar langsung dari perjuangan para pendiri daerah ini.

“Kita sudah punya beberapa buku yang diterbitkan oleh Dinas Pariwisata, kemarin juga ada beberapa buku yang diterbitkan yang berkaitan dengan sejarah pembentukan Malut,” lanjutnya.

Ia menambahkan bahwa buku-buku dan catatan sejarah yang telah dikumpulkan akan dijadikan sumber utama dalam penyusunan kurikulum. Dengan begitu, pendidikan tidak lagi menjadi proses yang terlepas dari konteks sosial dan sejarah masyarakatnya.

“Saya kira itu akan menjadi referensi juga bagi kami, kemudian beberapa perspektif yang kemudian tadi disampaikan oleh Ko Ipul, itu yang akan menjadi catatan, lalu ada catatan-catatan lepas dari berbagai sumber yang akan menambah khazanah penting bagi penyusunan kurikulum,” jelasnya.

Abubakar menegaskan bahwa rencana ini bukan sekadar wacana. Ia memastikan bahwa Dikbud Malut akan segera menindaklanjuti gagasan tersebut agar sejarah perjuangan Malut benar-benar hidup di dalam dunia pendidikan.

“Saya kira ini penting, kita akan menginisiasi ini untuk masuk dalam materi dari muatan lokal. Kami lagi persiapan penyusunan kurikulum Muatan Lokal,” ujarnya.

Gagasan ini mendapat sambutan positif dari para guru yang hadir. Banyak di antara mereka menilai langkah tersebut sebagai terobosan penting dalam pendidikan karakter berbasis kearifan lokal. Abubakar berharap, jika hal ini berhasil diterapkan, maka generasi muda akan lebih menghargai perjuangan daerahnya.

“Siapa tahu sejarah pembentukan Malut itu bisa masuk bagian penting dalam mata pelajaran di Muatan Lokal,” tambahnya.

Dalam kesempatan itu, Abubakar juga menyinggung tema besar peringatan HUT ke-26 Malut. Ia menekankan bahwa perayaan ini harus menjadi momentum untuk membenahi niat, memperkuat inovasi, dan membangun kolaborasi antarsektor.

“Di ulang tahun kali ini ada tiga kata kunci: pertama, membetulkan niat dengan tema bekerja dengan hati, kemudian harus inovatif dan harus kolaboratif,” katanya.

Mantan Jubir Pemprov Malut di era gubernur Thaib Armayn ini kembali menjelaskan bahwa tiga nilai dasar itu merupakan pedoman moral sekaligus arah pembangunan daerah ke depan. Di tengah keterbatasan fiskal, menurut Abubakar, inovasi menjadi kunci utama bagi seluruh perangkat daerah untuk tetap produktif dan berdampak.

“Saya kira ini memang tantangan kita hari ini. Tema ini akan menjadi kompas bagi pembangunan Malut selanjutnya. Itu ditentukan oleh tiga nilai dasar yang hari ini diartikulasikan dalam tema, yaitu bekerja dengan tulus atau bekerja dengan hati, kemudian harus memiliki kemampuan inovasi,” jelasnya.

Abubakar juga menyoroti pentingnya kolaborasi lintas sektor. Ia menilai, tantangan pembangunan tidak bisa diselesaikan secara individual, melainkan melalui kerja sama yang solid antara pemerintah, masyarakat, dan sektor pendidikan.

“Kemudian setelah itu kita tidak bisa bekerja sendiri, kita butuh sinergitas yang dalam tema kali ini disebut sebagai kolaboratif,” lanjutnya.

Menutup dialog tersebut, Abubakar menyampaikan pesan khusus kepada para guru di seluruh Malut. Ia menyebutkan bahwa di usia ke-26 daerah ini, pemerintah berkomitmen memberikan hadiah terbaik bagi para pendidik yang telah berjasa membentuk generasi masa depan.

“Di momentum hari ulang tahun Malut ke-26 ini kita akan mempersiapkan hadiah terbaik untuk guru-guru,” ujarnya dengan nada optimis.

Bagi Abubakar, para guru adalah pelita yang menyalakan semangat pembangunan daerah. Ia mengajak seluruh tenaga pendidik untuk terus menjaga integritas dan menjadi teladan dalam menanamkan nilai sejarah dan karakter bagi siswa.

“Pesannya pada guru, bahwa semua guru dan kita semua menghormati dan menghargai sejarah, karena sejarah pasti akan menjadi guru yang sangat berharga bagi kita semua,” tutup Abubakar. (Jainal Adaran)

Topik:

Maluku Utara