Mediasi Jalan Terjal, Marwan: Ini Bukan Supermi


Sofifi, MI — Konflik industrial antara karyawan dan eks-karyawan PT Nusa Halmahera Minerals (NHM) dengan manajemen perusahaan belum menemukan titik terang. Di tengah tensi yang kian meninggi, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Nakertrans) Provinsi Maluku Utara, Marwan Polisiri, akhirnya angkat suara. Dalam pernyataan yang disampaikannya di Kantor Nakertrans Malut, Sofifi, Senin (21/4), Marwan tidak hanya menjelaskan duduk perkara persoalan, tapi juga meluruskan persepsi publik terkait proses penyelesaian masalah hubungan industrial yang selama ini dinilai lamban.
“Jadi begini, ada laporan dari karyawan. Tong anggap klarifikasi. Satu, tong so pangge NHM untuk klarifikasi bahwa ini ada laporan, bagaimana tanggapan NHM. Tong sudah ketemu NHM, ternyata karyawan bilang cuma pangge pihak manajemen, makanya torang pangge pihak dari karyawan sudah,” kata Marwan.
Ia mengisyaratkan bahwa Dinas Nakertrans telah berinisiatif menjalankan prosedur awal, meski pihak-pihak yang terlibat belum sepenuhnya kooperatif.
Marwan menggarisbawahi pentingnya prosedur bipartit, yakni pertemuan langsung antara perusahaan dan pekerja, sebagai langkah awal penyelesaian.
“Abis itu kan, kalau melalui mekanisme, kan harus ada bipartit. Bipartit ini kan karyawan mengeluh bahwa dong deng dorang tara bisa bakudapa,” ujar Marwan.
Ia menyayangkan mandeknya komunikasi antara dua pihak yang bersengketa, hingga akhirnya Wakil Gubernur Malut, Sarbin Sehe, turun tangan langsung.
Menurutnya, ini menunjukkan keseriusan Pemprov Malut dalam menangani polemik hubungan industrial yang menyentuh ribuan pekerja.
“Tong so ketemu deng pihak perusahaan. Torang bahkan luar biasa itu. Kenapa? wagub langsung. Biasanya dilaksanakan oleh Naker kan bisa. Itu artinya torang pe atensi pimpinan. Wagub ketemu karyawan, wagub ketemu perusahaan. Clear kan. Sekarang tong menjadwalkan tong mediasi dorang,” tegasnya.
Menurut Marwan, Dinas Nakertrans saat ini berada dalam posisi menyiapkan ruang mediasi tripartit. Yakni proses penyelesaian yang melibatkan pemerintah, perusahaan, dan pekerja.
Ia menegaskan bahwa perbedaan versi dari kedua pihak membuat pemerintah harus menjadi fasilitator, bukan pemutus perkara.
“Torang kase bakudapa dorang, cari tau. Karena versi A begini, versi karyawan pasti beda. Tong pertemukan dorang. Kan ada namanya, kalau so ada pemerintah, ada namanya tripartit. Kalau so tarada pemerintah, namanya bipartit, antara perusahaan dan karyawan. Karena so ada pihak pemerintah, berarti namanya tripartit,” terangnya.
Marwan juga membeberkan proses panjang yang mesti dilalui. Dimulai dari bipartit, kemudian tiga tahap mediasi, hingga akhirnya dikeluarkan anjuran resmi dari pemerintah.
“Setelah bipartit tapi tidak ada titik temu, maka tong harus dilakukan yang namanya mediasi. Mediasi satu, mediasi dua, mediasi tiga. Abis itu baru dilakukan namanya torang pe anjuran,” urainya.
Menanggapi ekspektasi sebagian pihak bahwa penyelesaian bisa dilakukan cepat, Marwan mengibaratkan konflik industrial tidak bisa disamakan dengan memasak mi instan.
“Banyak tahapan, banyak dan panjang, kalau siram supermi. Setelah siram, tunggu 5 menit, baru tong bisa makan. Tapi penyelesaian hubungan industrial dia tara sama deng tong masak supermi. La hari ini ada masalah, besok ada masalah, tong dalam waktu dua hari langsung selesai, tara bisa. Tong harus melakukan tahapan-tahapan tadi,” ujarnya.
Marwan juga membuka opsi litigasi jika proses non-litigasi melalui Dinas Nakertrans tidak membuahkan hasil. Ia menjelaskan bahwa karyawan bisa menempuh jalur hukum melalui Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), namun langkah ini berada di luar ranah lembaga yang ia pimpin.
“Nah, tahapan-tahapan dalam (penyelesaian) kalau misalnya karyawan mau cepat, ada jalan pintas. Karena kalau torang kan namanya non litigasi. Misalnya kalau dong mau litigasi, kan dong boleh. Misalnya dong anggap oh boleh, oh ternyata perusahaan ini tidak mau, dong bisa menggunakan dong pe pengacara, dong melapor pake pengadilan hubungan industrial (PHI). Tapi kan pada saat ketemu dengan karyawan NHM kemarin, ada pengacara yang mendampingi kan,” jelasnya.
Meski begitu, Marwan mengaku pihaknya tetap menghormati keputusan para karyawan dan eks-karyawan yang memilih untuk tetap menempuh jalur mediasi.
“Nah kalau dong mau iko tahapan mediasi, memang dia tara bisa cepat. Dia butuh waktu. Sedangkan teman-teman mungkin berharap hari ini ngoni melapor, besok selesai. Sedangkan masalah hubungan industrial tidak semudah itu, karena ini banyak sekali kepentingan orang di dalam. Jadi tong me butuh ini bukan satu, ada seribu buruh yang ada di sana, ada seribu kepala tentunya ada seribu pendapat yang berbeda-beda,” tegasnya.
Isu lain yang mencuat adalah Tunjangan Hari Raya (THR) yang diklaim tidak dibayarkan oleh pihak perusahaan sejak 2024 hingga 2025. Namun Marwan menegaskan bahwa Dinas Nakertrans tidak pernah menerima laporan resmi sebelum Lebaran.
“Masalahnya kan dong tara pernah melapor ke torang. THR ini musti aduan. Torang ini kan bukan kejaksaan dan polisi. Saya selalu bilang begitu bahwa torang tara bisa turun,” jelasnya.
Ia menambahkan, fungsi pengawasan yang dimiliki instansinya hanya berlaku pada norma, bukan pada kasus-kasus hubungan industrial yang tidak pernah dilaporkan sebelumnya.
“Dong melapor kamari, kan lebaran sudah selesai. Didalam laporan itu ternyata dorang tidak dibayar sejak 2024-2025. Maka torang akan menangani sekaligus dengan problem yang secara keseluruhan. Karena beda dong melapor sebelum lebaran la dong (pihak perusahaan) tara apa (bayar) tong kase dong sanksi. Me ini tarada,” ungkapnya.
Marwan menilai keterlambatan pelaporan sebagai hambatan besar. Ia bahkan mengaku bingung dengan ekspektasi cepat dari pelapor yang baru bergerak setelah lebaran selesai.
“Ngoni tidak melapor sampai semua sudah selesai baru ngoni melapor ke torang pada bulan Februari terkait THR tidak dibayar itu,” tegasnya.
Marwan memastikan bahwa saat ini pihaknya sedang menyusun agenda resmi untuk mempertemukan kembali pihak perusahaan dan para pekerja. Surat pemanggilan telah disiapkan dan tinggal menunggu konfirmasi kehadiran semua pihak.
“Torang sudah menyurat kepada pihak serikat dan teman-teman wartawan. Insya Allah sore ka apa dong so dapa itu surat. Karena dong rata-rata ada di Tobelo to. Atau lewat WA boleh, tapi kan nanti orang merasa tara sopan atau tidak legal. Nanti teman-teman antar. Yang jelas surat sudah disiapkan. Tadi saya sudah tandatangani. Tapi apakah dong sudah antar ka bolong, yang jelas surat sudah dibuat,” jelasnya.
Ia menegaskan, “Hari ini dikeluarkan untuk memanggil dorang agar bisa tripartitlah, karena so ada kehadiran pemerintah disitu to. Kalau hanya dorang deng karyawan saja itu namanya bipartit to.”
Sebelum menutup pernyataannya, Marwan kembali meminta publik, khususnya awak media, untuk bersabar dan menghormati proses.
“Jadi sementara dalam tahapan. Saya bermohon teman-teman wartawan bersabar. Insya Allah kalau dong bertemu, saya akan pangge tamang-tamang. Atau tara bisa bakudapa sama-sama karena dalam tahapan mediasi. Saya akan buat rilis resmi bahwa ini loh hasil pertemuan antara karyawan dan serikat. Ini hasilnya. Hasil pertemuan serikat tadi, karyawan dan perusahaan begini hasilnya,” tutup Marwan. (Rais Dero)
Topik:
Maluku Utara PT Nusa Halmahera Minerals