Kasus Etik DPRD Klaten: Pelapor Minta Proses Terbuka dan Berbasis Bukti

Albani Wijaya
Albani Wijaya
Diperbarui 20 Juni 2025 19:04 WIB
Foto Ilustrasi simbolik keadilan dan etika (Foto: Istimewa)
Foto Ilustrasi simbolik keadilan dan etika (Foto: Istimewa)

Klaten, MI– Gatot Handoko, pelapor dalam kasus dugaan pelanggaran kode etik yang melibatkan anggota DPRD Kabupaten Klaten, mendesak agar proses pemeriksaan oleh Badan Kehormatan (BK) DPRD dilakukan secara transparan dan akuntabel. Permintaan ini disampaikan menyusul diterbitkannya Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) oleh Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Jawa Tengah pada 4 Juni 2025.

Gatot menyampaikan bahwa hingga saat ini belum ada kejelasan mengenai tindak lanjut konkret dari DPRD Klaten atas aduan yang ia sampaikan. Ia menekankan pentingnya agar lembaga legislatif tersebut melaksanakan prosedur yang telah direkomendasikan Ombudsman secara menyeluruh dan terbuka.

"Harapan saya sebagai pelapor adalah agar Ombudsman tetap mengawal tahapan pemeriksaan aduan saya, agar proses berjalan sesuai dengan tata tertib dan SOP yang berlaku di DPRD Klaten," ujar Gatot.

Pelapor Minta Pemeriksaan Bukti dan Sumpah Terbuka

Gatot menyebut bahwa tahapan yang ia harapkan dari proses di BK DPRD Klaten mencakup pemeriksaan alat bukti, pemanggilan saksi dari kedua pihak, pengambilan sumpah dalam forum resmi, hingga kemungkinan dihadirkannya saksi ahli. Ia juga berharap agar putusan BK ditetapkan melalui rapat paripurna DPRD untuk memastikan legitimasi prosedur.

Menurutnya, proses etik ini tidak bertujuan untuk membuktikan pelanggaran pidana, melainkan dugaan pelanggaran etika oleh pejabat publik. Gatot menyatakan bahwa permasalahan ini berdampak langsung terhadap kehidupan keluarga dan anak-anaknya.

“Ini bukan soal pembuktian hukum, tapi soal etika pejabat negara yang telah merusak rumah tangga saya sebagai konstituen,” ungkap Gatot.

Ia menambahkan bahwa proses yang berjalan di BK DPRD terkesan berlarut-larut dan tidak menunjukkan itikad untuk menyelesaikan aduan secara objektif. Menurutnya, jika keputusan BK menyatakan teradu tidak bersalah tanpa proses yang transparan, maka kredibilitas lembaga patut dipertanyakan.

Ketua DPRD Klaten: Ada Pertimbangan Hukum dalam Penanganan

Menanggapi progres penanganan dugaan pelanggaran etik dan rekomendasi penonaktifan Sdr. Triyono, Ketua DPRD Klaten, Edy Sasongko, menyatakan bahwa lembaga yang ia pimpin mengambil langkah hati-hati dalam menyikapi kasus tersebut.

"Lembaga yang saya pimpin hati-hati dalam melangkah karena jika salah melangkah bisa digugat oleh pihak-pihak yang bermasalah karena semua didampingi pengacara (penasihat hukum)," ujar Edy Sasongko melalui sambungan telepon.

Pernyataan ini mengindikasikan adanya pertimbangan hukum yang menjadi acuan DPRD dalam menentukan sikap terhadap hasil pemeriksaan Ombudsman.

Saat dikonfirmasi mengenai arahan Ombudsman yang mendorong BK untuk menyelenggarakan sidang yang proper—meliputi pemeriksaan bukti dan pemanggilan saksi-saksi—Edy Sasongko menyatakan bahwa hal tersebut sudah dilakukan. Namun, ia menegaskan bahwa wewenang penuh ada di BK, dan dirinya tidak melakukan intervensi.

"Itu sudah dilakukan dan itu wewenang BK, saya tidak punya wewenang dan intervensi BK," tegasnya.

Ombudsman: DPRD Masih dalam Tenggat Waktu Tindak Lanjut

Kepala ORI Perwakilan Jawa Tengah, Siti Farida, mengonfirmasi bahwa DPRD Klaten masih memiliki waktu untuk menindaklanjuti rekomendasi tindakan korektif yang termuat dalam LHP. Tenggat waktu yang diberikan adalah 30 hari kerja sejak laporan diterbitkan pada 4 Juni 2025.

"Ombudsman akan melakukan monitoring terhitung 14 hari sejak laporan diterima untuk memastikan pelaksanaan tindak korektif," jelasnya.

Siti Farida juga menyampaikan bahwa Ombudsman telah menyampaikan poin-poin perbaikan yang harus dilaksanakan, termasuk penonaktifan sementara anggota teradu dari BK dan pelaksanaan sidang etik yang imparsial. Namun, untuk mekanisme teknis sidang, pihaknya menyerahkannya kepada internal DPRD Klaten.

Respons BK dan Pihak Teradu Belum Diterima

Sampai dengan berita ini disusun, pihak teradu Triyono serta Ketua BK DPRD Klaten belum memberikan tanggapan resmi terkait pelaksanaan rekomendasi dari Ombudsman maupun kesiapan menghadapi proses etik.

Publik kini menanti langkah konkret dari DPRD Klaten dalam sisa waktu yang diberikan oleh Ombudsman, seiring dengan meningkatnya tekanan dari pelapor dan perhatian terhadap integritas proses penanganan aduan kode etik di lembaga legislatif tersebut.

Topik:

DPRD Kabupaten Klaten