Disperindag Malut Bongkar 15 Merek Beras Oplosan di Ternate

Albani Wijaya
Albani Wijaya
Diperbarui 19 Juli 2025 19:43 WIB
Petugas Disperindag Malut saat melakukan pemeriksaan fisik beras di salah satu gudang distributor di Ternate, Sabtu 19 Juli 2025. (Foto: Dok Disperindag)
Petugas Disperindag Malut saat melakukan pemeriksaan fisik beras di salah satu gudang distributor di Ternate, Sabtu 19 Juli 2025. (Foto: Dok Disperindag)

Ternate, MI - Praktik nakal dalam peredaran bahan pangan pokok kembali terbongkar di Malut. Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Malut menemukan 15 merek beras yang diduga oplosan dijual bebas di sejumlah ritel modern di Kota Ternate. Temuan ini menjadi sinyal bahaya sekaligus pukulan bagi kepercayaan publik terhadap sistem distribusi pangan di daerah.

Beras, yang seharusnya menjadi komoditas pokok dengan pengawasan ketat, justru menjadi ladang permainan curang oleh pelaku usaha yang tak bertanggung jawab. Tindakan ini bukan hanya merugikan konsumen dari segi ekonomi, tetapi juga mengancam kesehatan dan hak dasar masyarakat atas pangan berkualitas.

Temuan ini bukan hasil pengawasan rutin semata. Kepala Disperindag Malut, Yudhitya Wahab, menjelaskan bahwa langkah tersebut diambil menyusul instruksi dan rilis dari Kementerian Pertanian serta Satgas Pangan Polri yang menemukan 212 merek beras bermasalah secara nasional. Menurutnya, tim pengawasan Disperindag langsung turun ke lapangan untuk memverifikasi data dan kondisi ril di lapangan.

“Saat ini kami sedang melaksanakan kegiatan pengawasan khusus terkait peredaran beras oplosan. Langkah ini kami lakukan sebagai tindak lanjut dari hasil temuan Kementerian Pertanian dan Satgas Pangan Polri beberapa waktu lalu,” ujar Yudhitya Wahab melalui press rilisnya kepada Monitorindonesia.com, Sabtu (19/7).

Menurutnya, operasi pengawasan ini bukan sebatas prosedur teknis, melainkan juga bentuk keseriusan pemerintah daerah dalam menjamin kualitas dan keadilan perdagangan di sektor pangan. 

Ia menilai, jika pemerintah tidak segera bertindak, maka konsumen di Malut akan terus menjadi korban dari praktik manipulatif produsen dan distributor.

Yudhitya juga menyebutkan bahwa tim Disperindag Malut bergerak secara hati-hati namun tegas, menyisir berbagai ritel yang diketahui menjual produk beras dengan kemasan dan label mencurigakan. 

Data awal menunjukkan bahwa modus oplosan dilakukan dengan mencampur jenis beras berbeda namun dikemas ulang dengan merek premium.

Di sisi lain, Yudhitya menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam pengawasan distribusi beras. 

Ia mengatakan bahwa Disperindag Malut telah membuka kanal aduan publik untuk menampung laporan warga yang menduga adanya praktik curang.

“Kalau ada masyarakat yang menemukan indikasi kecurangan atau merek mencurigakan, silakan laporkan ke kami,” ujar Yudhitya Wahab melalui press rilisnya kepada media ini, Sabtu (19/7).

Yudhitya berharap, melalui partisipasi masyarakat, pengawasan dapat berjalan dua arah: tidak hanya top-down oleh pemerintah, tapi juga bottom-up dari warga sebagai pengguna langsung produk. 

Ia menambahkan bahwa setiap laporan dari masyarakat akan ditindaklanjuti dengan verifikasi di lapangan oleh tim teknis.

Yudhitya juga mengingatkan bahwa pengawasan tidak hanya menyasar produsen, tetapi juga pemilik ritel dan pedagang besar. 

“Kami tidak ingin ada yang main-main dalam urusan pangan. Ini menyangkut kebutuhan hidup dasar,” tambahnya.

Sementara itu, Kepala Bidang Perlindungan Konsumen Disperindag Malut, Mochdis A.R, memberikan rincian teknis soal temuan tersebut. 

Ia mengatakan bahwa timnya telah bekerja dengan acuan ketat sesuai daftar 212 merek yang dirilis pusat. Dari hasil penyisiran, ditemukan 15 merek yang masih dijual secara terbuka di Kota Ternate.

“Beras adalah komoditas pokok yang sangat penting. Karena itu, mutu dan kualitasnya harus dijaga. Dari hasil pengawasan kami, benar ada 15 merek yang dicurigai mengandung pelanggaran standar mutu, baik dari sisi berat kemasan, label, hingga komposisinya,” jelas Mochdis.

Menurut Mochdis, sebagian besar pelanggaran ditemukan pada aspek berat bersih yang tidak sesuai label, komposisi beras yang tidak seragam, serta penggunaan nama merek yang menyerupai produk premium, padahal kualitas isinya jauh di bawah standar. Tim juga menemukan bahwa sebagian dari beras yang dijual tidak memiliki izin edar yang sah.

Ia mengungkapkan, pola semacam ini berpotensi menyesatkan konsumen, khususnya masyarakat dengan daya beli rendah yang mengira mereka membeli beras bermutu tinggi. 

“Ini bukan hanya persoalan ekonomi, tapi juga etika dan tanggung jawab,” ujarnya. 

Ia menambahkan bahwa temuan ini akan menjadi dasar dalam menindaklanjuti upaya perlindungan konsumen ke depan.

Lebih lanjut, Mochdis menegaskan bahwa Disperindag Malut telah mendata seluruh ritel yang kedapatan menjual produk beras mencurigakan. 

Timnya bahkan telah menginventarisasi jumlah total karung dan volume per merek yang ditemukan. Namun demikian, pihaknya belum dapat menarik produk tersebut dari pasar.

“Kami akan terus berkoordinasi dengan instansi teknis terkait. Yang pasti, semua langkah akan dilakukan sesuai prosedur dan dalam koridor hukum untuk melindungi hak-hak konsumen di Malut,” tegasnya.

Menurutnya, koordinasi lintas lembaga menjadi sangat penting dalam proses pengawasan dan penindakan. Mulai dari BPOM, Dinas Pangan hingga aparat kepolisian, seluruh pihak diminta bergerak cepat dalam menyikapi situasi ini. Disperindag Malut, kata Mochdis, siap membuka ruang kerjasama lintas sektor.

“Kami berharap masyarakat tetap tenang, tetapi juga waspada. Jika menemukan merek yang mencurigakan, jangan ragu untuk melapor,” tutup Mochdis. (Jainal Adaran)

Topik:

Disperindag Malut Beras Oplosan