Kalkulasi IMTA Rp50 Miliar Ala Said Banyo Dibantah Marwan Polisiri

Albani Wijaya
Albani Wijaya
Diperbarui 24 Juli 2025 20:08 WIB
Kepala Dinas Nakertrans Malut, Marwan Polisiri (kanan) & Wakil Ketua Komisi II DPRD Malut, Said Banyo (kiri). (Foto: Dok: MI)
Kepala Dinas Nakertrans Malut, Marwan Polisiri (kanan) & Wakil Ketua Komisi II DPRD Malut, Said Banyo (kiri). (Foto: Dok: MI)

Sofifi, MI - Target pendapatan asli daerah (PAD) sebesar Rp50 miliar dari sektor Izin Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA) yang disampaikan Wakil Ketua Komisi II DPRD Malut, Said Banyo, dinilai tidak masuk akal oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Nakertrans) Malut.

Kadis Nakertrans Malut, Marwan Polisiri, secara tegas membantah bahwa angka tersebut mustahil bisa dicapai. Dalam wawancara dengan Monitorindonesia.com pada Kamis (24/7) di Sofifi, Marwan mengatakan, potensi pendapatan dari IMTA untuk wilayah Provinsi Malut sangat kecil. Bahkan, saat ini hanya ada tiga TKA yang terdaftar melalui provinsi, masing-masing menyumbang USD 100 per bulan.

“Kalau IMTA yang masuk ke provinsi baru tiga orang, dikali 100 dolar sebulan. Jadi bagaimana mungkin bisa sampai Rp50 miliar? Coba konfirmasi ke Bapenda dulu,” tegas Marwan.

Menurut dia, jumlah besar tenaga kerja asing (TKA) memang ada di Malut, tetapi tidak semuanya dikenakan IMTA oleh provinsi, karena umumnya para TKA hanya bekerja di satu wilayah kabupaten, sehingga kewenangan berada di pemerintah kabupaten. IMTA hanya masuk ke provinsi jika TKA bekerja lintas dua daerah.

Marwan menjelaskan, wilayah operasional perusahaan seperti Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) memang melintasi dua kabupaten, yakni Halteng dan Haltim. Namun, dalam praktiknya, TKA tetap terdata di Halteng, tempat tinggal (asrama) mereka berada.

“Wilayah konsesinya memang masuk juga di Haltim, tapi dihitungnya tetap di Halteng karena asramanya di Lelilef,” jelasnya.

Meski begitu, Marwan mengaku ada tarik-menarik kewenangan karena Pemkab Haltim juga mengklaim bagian konsesi tersebut sebagai wilayahnya. Namun, secara administrasi, Dinas Nakertrans tetap mendata berdasarkan lokasi domisili dan aktivitas kerja para TKA.

Menanggapi pernyataan Said Banyo usai rapat Komisi II dengan Bapenda Malut pada Jumat (11/7) lalu, yang menyebut target PAD dari IMTA bisa mencapai Rp50 miliar, Marwan tak bisa menyembunyikan ketidakpercayaannya. Ia mempertanyakan dari mana angka sebesar itu bisa dihitung.

“Kalau lima puluh miliar itu ambil doi dari mana IMTA pe besar itu? Coba ngoni konfirmasi data itu dulu. Angka itu tidak masuk akal,” ucap Marwan geram.

Ia menegaskan, bahkan kabupaten penghasil seperti Haltim tidak bisa mencapai angka tersebut, apalagi provinsi yang hanya mendapat IMTA dari TKA yang bekerja lintas dua daerah.

“Daerah penghasil kaya Haltim saja tidak bisa dapat Rp50 miliar, apalagi provinsi. Uang dari tenaga kerja asing sampai Rp50 miliar itu bagaimana bisa?” lanjutnya.

Lebih lanjut Marwan menjelaskan, dari total 10.198 TKA yang ada di Malut, hanya tiga orang yang memenuhi syarat sebagai IMTA Provinsi karena bekerja di dua kabupaten. Sisanya menjadi kewenangan kabupaten/kota.

“Karena tidak semua TKA harus masuk dari Nakertrans provinsi. Harus kerja di dua kabupaten dulu baru masuk ke kita. Tapi kalau cuma di satu tempat, itu tetap masuk di kabupaten. Jadi dari 10 ribu lebih itu, provinsi hanya dapat dari tiga orang,” bebernya.

Marwan menyebut, Dinas Nakertrans enggan menetapkan target PAD dari sektor IMTA secara asal-asalan. Pihaknya hanya akan menghitung berdasarkan realitas, bukan asumsi atau harapan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.

“Kami tidak mau buat target karena memang tidak realistis. Mau target bagaimana kalau TKA-nya tidak bekerja di dua kabupaten? Itu syaratnya, dan saat ini cuma tiga orang yang kena IMTA provinsi,” jelas Marwan.

Ia menegaskan kembali bahwa persoalan pendapatan daerah tidak boleh didasarkan pada dugaan kasar, apalagi hanya karena melihat jumlah TKA yang besar. Tanpa pemahaman teknis tentang mekanisme dan distribusi kewenangan IMTA, maka target semacam itu hanya akan menjadi retorika politik yang membebani instansi teknis.

Marwan Polisiri menegaskan adanya ketimpangan pemahaman antara DPRD dan eksekutif dalam merumuskan target PAD, khususnya pada sektor Izin Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA) yang memiliki batasan kewenangan dan potensi aktual yang sangat terbatas secara teknis dan administratif.

Apa yang oleh DPRD dianggap sebagai potensi, menurut Marwan justru bisa menjerumuskan perencanaan ke arah yang tidak rasional. Sebaliknya, Marwan mengajak semua pihak untuk bekerja berdasarkan data dan regulasi yang berlaku. 

“Jangan asal target. Kerja kami ini berdasarkan aturan, bukan asumsi,” tutupnya. (Jainal Adaran)

Topik:

DPRD Malut Marwan Polisiri Said Banyo Nakertrans Malut IMTA