Soal Koperasi Kelola Tambang, DPR: Sudah Diatur Sebelum RUU Minerba Disahkan


Jakarta, MI - Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Martin Manurung menegaskan, aturan koperasi mengelola tambang sudah ada sebelum revisi Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (RUU Minerba) disahkan. Sebelumnya santer isu DPR mengesahkan RUU Minerba untuk tujuan yang culas. Terlebih, revisi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (UU Koperasi) akan dibahas dalam waktu dekat.
Dia mengatakan ketentuan koperasi dalam mengelola Minerba termaktub dalam UU Nomor 3 Tahun 2020. "Padahal terkait ketentuan koperasi dalam perizinan minerba sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020, bukan mendadak ada dalam revisi UU Minerba," kata Martin kepada wartawan, Sabtu (5/4/2025).
Ketentuan terkait koperasi mengelola tambang tercantum di lima pasal dalam UU Minerba lama. "Bahkan ketentuan Koperasi dalam perizinan Minerba sudah diatur dalam lima pasal di Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020," bebernya.
Menurutnya lima pasal yang dimaksud yaitu Pasal 65 ayat 1 disebutkan bahwa Badan Usaha, Koperasi, atau perusahaan perorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51, Pasal 57, dan Pasal 60 yang melakukan usaha pertambangan wajib memenuhi persyaratan administratif, teknis, lingkungan, dan finansial.
Kemudian pada ayat 2 disebutkan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan administratif, teknis, lingkungan, dan finansial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
"Pada Pasal 66 dikatakan bahwa kegiatan pertambangan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dikelompokkan sebagai berikut, pertambangan mineral logam, pertambangan mineral bukan logam, atau pertambangan batuan," kata Martin.
Selanjutnya, dia menjelaskan, terkait izin pertambangan rakyat (IPR), diatur pada Pasal 67.
"IPR diberikan oleh Menteri kepada, pertama orang perseorangan yang merupakan penduduk setempat. Kedua, koperasi yang anggotanya merupakan penduduk setempat," ucap Martin.
Berdasarkan penjelasannya itu, dia menegaskan bahwa narasi yang beredar di publik dinilai kurang memiliki data yang valid, provokatif dan kurang membaca data yang ada.
Martin juga membantah opini bahwa ada pihak yang mengendalikan proses di Baleg DPR. Dia menegaskan setiap fraksi memiliki independensi yang tidak bisa diitervensi.
Dia berharap, kedepannya narasi yang beredar sebaiknya berdasarkan data yang valid. Sehingga tak menjadi gosip belaka.
"Jangan sampai hanya menjadi ajang gosip yang tidak berbasis data yang benar, seperti narasi tentang koperasi dalam revisi UU Minerba," pungkas Martin.
Topik:
DPR