Audit 'Mimpi' Kertajati Karena Gagal Lepas Landas Lalu Reaktivasi Husein Sastranegara!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 16 Maret 2025 14:41 WIB
Iskandar Sitorus (Foto: Dok MI)
Iskandar Sitorus (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati, yang menelan anggaran Rp 4,3 triliun, digadang-gadang menjadi pusat penerbangan internasional dan pendorong ekonomi Jawa Barat. Namun, alih-alih menjadi kebanggaan, Kertajati justru menjadi "bandara hantu." Itu proyek strategis yang ternyata menjadi monumen kegagalan.

Iskandar Sitorus Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW) menegaskan, kegagalan Kertajati bukan sekadar dampak pandemi, melainkan hasil dari kelalaian sistemik yakni buruknya perencanaan, lemahnya pengawasan, hingga eksekusi yang sembrono. 

Kerugian negara terus menumpuk, perekonomian regional tersendat, dan rakyat Jawa Barat menjadi korban.

Di tengah kegagalan Kertajati, muncul desakan kuat dari masyarakat untuk mengaktifkan kembali Bandara Husein Sastranegara (BHS) di Bandung yang terbukti lebih strategis dan efektif melayani kebutuhan domestik dan internasional. 

"Desakan itu sangat-sangat irasional," tegas Iskandar, Minggu (16/3/2025).

Lima dosa besar proyek Kertajati 

Pertama, Kertajati dirancang terhubung dengan Tol Cisumdawu. Namun, keterlambatan proyek membuat akses dari Bandung ke Kertajati memakan waktu 3-4 jam. 

"Ini jauh lebih lama dibanding perjalanan ke dan dari Soekarno-Hatta lewat Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB). Padahal UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara pasa Pasal 3 sebut dana infrastruktur harus digunakan efektif dan efisien," bebernya.

Kedua, persaingan internal yang tak seimbang karena bandara Husein Sastranegara (Bandung) lebih menarik bagi maskapai dan penumpang. Ironisnya, KCJB malah mempercepat akses ke Halim Perdanakusuma, bukan Kertajati. 

Menurut UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah di Pasal 65 disebut integrasi transportasi wajib ada dalam perencanaan daerah.

Ketiga, ekosistem sekitar mati suri terlihat dari minimnya hotel, transportasi umum, dan fasilitas komersial di sekitar Kertajati membuat maskapai enggan membuka rute baru. 

UU No. 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan, pada Pasal 17 menyebut pejabat yang abai pada dampak ekonomi dapat dianggap menyalahgunakan wewenang.

Keempat, mantan Wapres Jusuf Kalla menyebut Kertajati sebagai proyek tanpa kajian pasar yang memadai. Data Kemenhub menunjukkan, hanya 12% kapasitas bandara yang terpakai. 

"Ini tentu patut merujuk UU No. 15/2004 terkait Pemeriksaan Keuangan Negara, di Pasal 13 sebut audit harus dilakukan pada proyek berpotensi merugikan negara," tegas Iskandar.

Kelima, pandemi bukan kambing hitam sebab data membuktikan, bahkan sebelum pandemi, Kertajati hanya melayani rata-rata 5 penerbangan per hari, jauh dari target.

Hitungan kerugian negara, Kertajati membakar Rp 1,55 Triliun/tahun!
Pasal 1 angka 22 UU No. 1/2004 menyebut kerugian negara sebagai "Kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya akibat perbuatan melawan hukum, baik sengaja maupun lalai." Sehingga dari persoalan Kertajati bisa diasesmen beberapa prediksi, rinciannya:
1. Kerugian operasional tetap (Fixed Cost) sekitar Rp 600 miliar/tahun (gaji, pemeliharaan, subsidi maskapai).
2. Potensi PAD yang hilang kisaran Rp 630 miliar/tahun (pajak retribusi, parkir pesawat, sewa tenant).
3. Kerugian ekonomi regional mencapai Rp 320 miliar/tahun (bisnis lokal macet, hotel, restoran bangkrut).

Sehingga taksasi total kerugian keberadaan Kertajati adalah kisaran Rp 1,55 triliun/tahun.

Solusi sementara dengan mengaktifkan bandara Husein Sastranegara
Untuk mencegah kerugian yang semakin membengkak, maka IAW merekomendasikan solusi taktis yakni harus segera diambil langkah mengaktifkan kembali Bandara Husein Sastranegara (BHS) untuk penerbangan domestik dan internasional. 

"Alasan kuat pengaktifan kembali BHS adalah kesesuaian klasifikasi pesawat sebab ternyata mayoritas maskapai domestik (Lion Air, Citilink, Batik Air, AirAsia) memakai pesawat narrow-body (Boeing 737, Airbus A320), yang lebih cocok di Husein," lanjut Iskandar.

Selain itu untuk efisiensi akses, sebab Bandung Raya padat penduduk. Jarak ke Husein jauh lebih singkat dibanding Kertajati, ini berguna menekan biaya logistik dan mendorong mobilitas bisnis-pariwisata.

Untuk mencegah kerugian ganda sebaiknya Kertajati dialihfungsikan sementara untuk penerbangan haji/umrah dan logistik. Gubernur Jawa Barat bisa merujuk pada landasan hukum UU No. 23/2014 pada Pasal 65 dan 278 yang sebut Gubernur berwenang memastikan konektivitas daerah optimal. Lalu berlandas PP No. 77/2012 pada Pasal 16 ayat 3 yang sebut penataan bandara boleh dilakukan ulang jika kebutuhan publik tak terpenuhi. 

Dan tentunya berdasar UU No. 1/2009 pada Pasal 101 ayat 1 berisi Pemerintah wajib menjamin kelancaran transportasi udara demi ekonomi daerah.

Desakan IAW lalukan audit, tuntut, lerbaiki!
1. Audit investigatif BPK sebaikmya dilakukan guna memeriksa aliran dana dan indikasi mark-up. Lalu ditindak lanjuti KPK dan Kejaksaan mengusut kerugian dan potensi korupsi.

2. Reaktivasi bandara Husein Sastranegara yang fokus pada pesawat narrow-body dan rute domestik vital.

3. Alih fungsi Kertajati supaya fokus pada logistik, kargo, dan penerbangan haji/umrah.

4. Penduduk Jabar melakuka. Judicial Review ke MA guna membatalkan kebijakan yang melanggar asas kepentingan umum.

Penilaian IAW, Kertajati adalah simbol kegagalan.

Kertajati harus menjadi pelajaran pahit, bukan malah menjadi monumen kegagalan abadi. Reaktivasi Bandara Husein Sastranegara adalah solusi logis demi menyelamatkan ekonomi rakyat Jawa Barat. 

"Diam berarti membiarkan kejahatan ini terus berlangsung," demikian Iskandar Sitorus.

Topik:

Kertajati IAW Reaktivasi Husein Sastranegara!