Sejarah Kualitas Kinerja Satgas Ketika Keppres jadi Pedang Bermata Dua


Jakarta, MI - Satuan tugas (Satgas) di Indonesia dapat dibentuk melalui beberapa instrumen hukum, terutama Keputusan Presiden (Keppres).
Dasar hukum yang mendasari pembentukan Satgas antara lain:
1. Pasal 4 ayat (1) UUD 1945, dimana Presiden memiliki kewenangan menetapkan kebijakan, termasuk pembentukan Satgas melalui Keppres.
2. UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, menyatakan bahwa Keppres dapat digunakan untuk menetapkan kebijakan strategis nasional yang bersifat khusus dan sementara.
3. Perpres No. 68 Tahun 2005 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Keputusan Presiden, mengatur prosedur penyusunan Keppres, termasuk penjelasan fungsi dan batasan Satgas.
Kedudukan dan Kewenangan Satgas
Satgas adalah organisasi berbentuk Ad Hoc, bersifat sementara dan tidak memiliki status badan hukum tetap seperti layaknya lembaga negara atau BUMN.
Kewenangan khusus dapat diberikan kepada Satgas dengan mandat khusus untuk:
- Melakukan koordinasi lintas kementerian/lembaga sesuai pasal 5 UU No. 30 Tahun 2014.
- Menjalankan fungsi investigasi atau pengawasan merujuk pada Keppres No. 7 Tahun 2020 tentang Satgas COVID-19.
- Menyusun rekomendasi kebijakan strategis seperti diatur oleh Perpres No. 87 Tahun 2016 tentang Satgas Saber Pungli.
Akuntabilitas dan pengawasan
Akuntabilitas Satgas:
Wajib menyampaikan laporan berkala kepada Presiden atau kementerian terkait. Itu diatur pasal 56 UU No. 30 Tahun 2014. Tindakan di luar mandat dapat dianggap sebagai penyalahgunaan wewenang, seperti bunyi pasal 17 UU No. 30 Tahun 2014.
Pengawasan:
Pengawasan internal dilalukan oleh Inspektorat Jenderal. Pengawasan eksternal oleh BPK. Akan terlihat pada LHP terkait penggunaan dana Satgas. Itu berkonsekuensi pada capaian kinerja.
Dampak hukum kinerja Satgas
Secara administratif:
Jika kinerja Satgas melampaui mandat Keppres, tindakan tersebut dapat diuji di PTUN untuk membatalkan keputusan atau tindakan yang merugikan pihak ketiga.
Pidana:
Jika Satgas melakukan penyalahgunaan wewenang, maka dapat dijerat pasal 421 KUHP atau UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Perdata:
Pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan perdata untuk ganti rugi.
Potensi melampaui kewenangan akan bisa terlihat, contoh pada:
1. Satgas COVID-19 berdasar Keppres No. 7 Tahun 2020, mandatnya penanganan pandemi COVID-19 untuk pengawasan penggunaan anggaran darurat. Potensi penyimpangan kinerja diukur dari pengadaan barang dan jasa tanpa tender yang berpotensi terjadi mark-up dan penyalahgunaan anggaran. Itu terbukti pada LHP BPK tahun 2021.
2. Yang sedang berlangsung saat ini oleh Satgas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) yang dibentuk berdasar Keppres No. 32 Tahun 2024 menyebut bahwa mandatnya adalah menertibkan kawasan hutan yang diduga dikuasai secara ilegal. Potensi penyimpangan bisa diukur dari kinerja:
- Apakah melakukan penertiban tanpa memperhatikan proses hukum terkait hak kepemilikan tanah atau lainnya.
- Melakukan pengabaian proses administrasi peradilan atau prosedur verifikasi hak atas tanah atau lainnya.
LHP BPK dan kinerja Satgas
Relevansi LHP BPK terhadap Satgas kerap menemukan kelemahan dalam tata kelola Satgas, terutama dalam pengelolaan anggaran darurat atau penertiban aset negara.
Contoh temuan LHP BPK yang relevan:
LHP BPK Tahun 2021 tentang Bansos COVID-19, yang bertujuan sangat mulia dan strategis pada masa itu ternyata dalam kinerjanya terjadi pengadaan barang tanpa tender oleh Satgas COVID-19, itu mengakibatkan potensi kerugian negara sebesar Rp 73 miliar.
LHP BPK 2019 tentang proyek infrastruktur PUPR, dimana Satgas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) justru ternyata tidak melakukan verifikasi aset sebelum melakukan penertiban, berpotensi melanggar hak kepemilikan masyarakat adat.
LHP BPK Tahun 2018 tentang BLBI: Satgas BLBI ternyata belum berhasil mengembalikan aset senilai Rp 110 triliun, berpotensi gagal bayar. Kinerjanya tercatat sangat buruk.
Jadi, kinerja Satgas yang sangat teknis itu akan sangat rentan jikakau tidak ditatakelola secara patuh pada perundangan. Satgas harus memahami dan idealnya cermat.
Rekomendasi perbaikan
1. Klarifikasi mandat:
Setiap Keppres harus memuat batasan kewenangan secara jelas dan spesifik untuk menghindari interpretasi berlebihan.
2. Penetapan pengawasan:
Bentuk tim pengawasan khusus dari BPK untuk memantau pelaksanaan tugas Satgas.
3. Peningkatan akuntabilitas:
Satgas wajib menyusun laporan kinerja yang dipublikasikan secara terbuka untuk menjamin transparansi.
Integrasi sistem hukum:
Pastikan seluruh tindakan Satgas selaras dengan peraturan perundang-undangan lainnya agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan atau penyalahgunaan mandat.
[Iskandar Sitorus, Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW)]
Topik:
Satgas IAW KeppresBerita Selanjutnya
PT Timah Bekali UMKM dengan Strategi Digital Marketing
Berita Terkait

Petani Mandiri vs Retorika Surplus, Ketika Fakta di Sawah Membungkam Podium Mentan
12 September 2025 12:38 WIB

Beli Teknologi Triliunan Cuma jadi Lampu Hias, Rakyat Tetap jadi Korban
6 September 2025 00:34 WIB

Menguji Surplus Klaim Menteri Pertanian Melalui Data dan Fakta Lapangan
4 September 2025 13:06 WIB