Arus Deras Duit CSR BI ke Senayan - Yayasan di Sukabumi dan Cirebon


Jakarta, MI - Meski nyaris kejar tayang, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami lebih jauh perihal kucuran dana corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI)-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang diduga mengalir ke semua anggota Komisi XI DPR RI.
KPK sempat menyebut telah menetapkan dua tersangka dalam perkara tersebut. Pernyataan itu diutarakan Direktur Penyidikan KPK Rudi Setiawan. Belakangan pernyataan itu diralat KPK. Juru Bicara KPK Tessa Mahardika menyebut Rudi "mungkin salah" menyebut karena teringat perkara lain.
"Kaitannya dengan apa yang disampaikan oleh bapak deputi kemungkinan beliau salah melihat atau mengingat dengan perkara yang lain, ya. Jadi, ada mix di situ sehingga disebut sudah ada tersangka. Bahwa sampai dengan saat ini surat perintah penyidikannya tidak menyebut nama tersangka. Saya pertegas di sini," kata Tessa (19/12/2024).
Di lain sisi, sumber Monitorindonesia.com menyebut, KPK sebetulnya sudah mengantongi tersangka kasus ini. Penyidik, menurut sumber itu, membidik tersangka dari kalangan legislator dan 1 dari oknum auditor.
Sementara pada Kamis, 4 Juli 2024, Asep sebelumnya telah mengumumkan bahwa pihaknya sedang menyelidiki dugaan korupsi yang melibatkan anggota BPK dan DPR.
"Terkait peran anggota BPK dalam beberapa kasus, ini masih dalam tahap lidik. Pak AS (anggota BPK) dan HG di Komisi XI masih dalam lidik," kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan kala itu.

Anggota BPK RI yang dimaksud dengan inisial AS adalah diduga Ahmadi Noor Supit, sementara anggota Komisi XI DPR RI yang berinisial HG adalah Heri Gunawan. Namun belum ada tanggapan resmi baik dari Ahmadi Noor Supit dan Heri Gunawan terkait tahap Lidik dari KPK.
Pihak BPK enggan berkomentar soal dugaan keterlibatan oknum pejabatnya itu ketika dikonfirmasi Monitorindonesia.com via WhatsAap. (Pejabat BPK menggunakan timer default untuk pesan sementara di chat baru. Pesan baru akan hilang dari chat dalam 7 hari setelah dikirim, kecuali disimpan)
Anehnya, belakangan, satu calon tersangka dari oknum auditor atau anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dicoret atau tak ada sama sekali informasi tanda-tanda pemeriksaan terhadapnya. KPK menyisakan dua nama dari kalangan DPR. Dua nama yang potensial tersangka itu diduga eks anggota Komisi XI DPR, Satori (S) dan Heri Gunawan (HG).
'Kabar burung' redam kasus CSR BI
'Kabar burung' yang didapatkan Monitorindonesia.com bahwa Direktur Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi, Asep Guntur, bahwa dirinya berkongkalikong dengan sejumlah politikus untuk meredam kasus CSR Bank Indonesia.
Dana itu diduga dinikmati sejumlah anggota DPR dari berbagai fraksi. Asep disebut-sebut pertemuan untuk mengatur siasat menjauhkan anggota DPR dari perkara itu.
Asep dikabarkan bertemu dengan Heri Gunawan (Fraksi Gerindra), Fauzi Amro (Fraksi NasDem), hingga Rajiv (Fraksi NasDem). Namun hal itu dibantah jenderal polisi bintang satu itu. "Yang jelas kalau menyangkut saya, enggak ada itu (pertemuan)," kata Asep pada Kamis (9/1/2025) lalu.
Pertemuan itu juga dirancang oleh seorang jenderal polisi di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta.
Dalam pertemuan itu, diatur upaya untuk membatasi penyelidikan agar tidak melebar-lebar ke seluruh anggota Komisi XI DPR RI yang diduga menikmati dana CSR tersebut.
Pun Asep meminta pihak yang menebar tudingan itu menunjukkan bukti pertemuan itu. Baik berbentuk video atau foto. Asep mengatakan jika dirinya terlibat seperti yang dituduhkan, kasus itu tak mungkin berjalan ke tahap penyidikan.
Asep memastikan KPK mendalami dugaan aliran dana itu secara tuntas. Selain kepada Heri Gunawan atau Hergun (Gerindra) dan Satori (NasDem), uang itu diduga mengalir kepada Fauzi Amro (NasDem), Rajiv (NasDem), Kahar Muzakir (Golkar), Dolfi (PDIP), Fathan Subchi (PKB), Amir Uskara (PPP), serta Ecky Awal Mucharram (PKS).

"Beberapa tadi anggota DPR disebutkan ini sedang kita dalami, apakah hanya pada dua orang yang sudah kita panggil atau kepada yang lainnya," kata Asep.
Asep mengatakan KPK mendalami cerita yang disodorkan Satori tentang aliran dana CSR BI yang dinikmati oleh menjangkau seluruh anggota DPR RI Komisi XI periode 2019-2024.
Dana itu tidak digunakan sesuai peruntukan. KPK sendiri memeriksa Satori Jumat akhir Desember 2024. Usai diperiksa, dia mengaku ditanyai penyidik KPK tentang penggunaan dana CSR BI untuk kegiatan sosialisasi anggota Komisi XI DPR di daerah pemilihan masing-masing.
Arus deras duit CSR dari Gedung BI
Arus deras duit CSR itu diduga mengalir ke sejumlah anggota DPR RI dari lintas fraksi partai politik. Mereka di antaranya Satori (NasDem), Heri Gunawan (Gerindra), Kahar Muzakir (Golkar), Fathan Subchi (PKB), Ecky Awal Mucharram (PKS), Fauzi H. Amro (NasDem), Rajiv (NasDem), Dolfie Othniel (PDIP), dan Amir Uskara (PPP).
KPK memperkirakan nilai korupsi atau penyelewengan dana CSR BI tersebut mencapai triliunan rupiah. KPK maupun BPK memang belum merilis angka pasti dari korupsi dana CSR tersebut. Namun setidaknya perkiraan itu disampaikan Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu kepada media pada 22 Januari 2025 lalu.
Monitorindonesia.com pada beberapa waktu lalu mencoba menghubungi Gubernur BI Perry Warjiyo melalui kontak pribadinya via pesan WhatsApp untuk menanyakan sejumlah pertanyaan terkait PSBI, namun tidak mendapat tanggapan.
Sementara itu, Dody Ardiansyah adalah Kepala Bagian Humas Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga tidak merespons ketika diminta konfirmasi terkait dugaan dana CSR BI yang mengalir ke sejumlah nama di DPR. Monitor juga menanyakan soal penggeledahan KPK terhadap OJK itu.

KPK memulai pemeriksaan dalam kasus ini kepada anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Nasional Demokrat (NasDem) Satori, dan anggota DPR dari Frkasi Partai Gerindra, Heri Gunawan. Satori dan Heri Gunawan merupakan anggota DPR RI yang kembali terpilih pada Pileg 2024. Pada periode sebelumnya, 2019-2024, keduanya duduk di Komisi XI DPR RI.
Mengejutkan, bahwa Satori mengklaim seluruh anggota komisi tersebut ikut menerima dana program sosial tersebut. Dia secara terbuka mengakui dirinya menggunakan CSR BI untuk program di daerah pemilihannya (dapil), namun menegaskan "tak ada praktik suap".
Praktik ini pun dinilai merupakan indikasi timbal balik demi memuluskan agenda masing-masing pihak, yakni BI sebagai regulator dengan DPR RI selaku pengawas dan pembuat regulasi.
"Ini kickback yang dilakukan secara tidak langsung melalui yayasan-yayasan atau lembaga sosial," kata Sekretaris Jenderal IM 57+, Lakso Anindito.
Maka dari itu, oakar hukum pidana dari Universitas Bung Karno (UBK) Hudi Yusuf mendesak KPK juga agar menerapkan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam kasus ini.
“Dana CSR yang harusnya untuk masyarakat malah disalurkan melalui yayasan yang diduga tidak sesuai peruntukannya, itu sudah masuk kejahatan (Tipikor)," kata Hudi kepada Monitorindonesia.com dikutip pada Senin (10/2/2025).
"KPK harus segera mengusut dugaan TPPU juga, apakah duit haram itu dicuci di yayasan-yayasan. Itu harus diusut KPK, bila perlu ya geledah saja yayasan-yayasan itu," sambungnya.
Pun, Hudi membandingkan kasus ini dengan skandal korupsi era Orde Baru di mana dana dari tujuh yayasan sosial pimpinan Presiden Soeharto merugikan negara hingga Rp1,7 triliun dan USD419 juta selama dua dekade. “Ada trauma dengan istilah yayasan. Dulu, di era Orde Baru juga sama. Pengelolaan dana yayasan selalu membawa persoalan,” ujarnya.

Selain itu, Hudi meminta KPK tidak hanya memeriksa dua anggota DPR yang sudah dipanggil, yaitu Heri Gunawan (Gerindra) dan Satori (NasDem), tetapi juga mendalami keterlibatan anggota DPR lain yang diduga menerima aliran dana CSR BI. “Dikhawatirkan ada kepentingan lain di balik penggunaan dana ini. KPK harus turun tangan memeriksa secara menyeluruh, termasuk anggota DPR Komisi XI lainnya,” tandasnya.
Ditampung ke Yayasan
Dalam perkara ini, modus yang digunakan lebih kurang CSR disalurkan kepada yayasan-yayasan yang didirikan atau dikendalikan oleh calon tersangka.
Kemudian, calon tersangka menggunakan uang tersebut untuk kepentingan pribadi. "Jadi yayasan hanya vehicle/alat untuk menerima dana CSR," kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata kala itu.
Sementara Asep Guntur Rahayu tidak menyangkal soal dugaan keterlibatan yayasan dalam kasus korupsi dana CSR BI. Namun, Asep masih enggan memastikan nama yayasan yang terlibat dan siapa tersangkanya.
Hanya satu clue ihwal identitas yang diutarakan Asep, yaitu peranan anggota Komisi XI dalam kasus ini. Proses penegakan hukum baru merampungkan penyelidikan. “Perkara korupsi CSR BI itu ada. Dan sedang diusut anggota DPR di komisi XI,” kata Asep.
Menyoal kasus ini, Manajer Riset Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas FITRA), Badiul Hadi, menilai bisa menjadi preseden buruk tata kelola bank sentral.
"Semestinya, penyaluran dana CSR dilakukan secara transparan dan akuntable. Dugaan tidak terbukanya penyaluran dana CSR BI ini merujuk pada terbatasnya informasi utuh soal anggaran dan pihak yang berstatus penerima bantuan," Badiul kepada Monitorindonesia.com, dikutip pada Rabu (18/12/2024).
Dia menegaskan bahwa BI harus menyatakan CSR ini disalurkan ke mana dan berapa anggarannya serta bentuknya apa. Data penerima manfaat harus dibuka agar tidak menimbulkan sangkaan adanya manipulasi atau fiktif.
"Keterbukaan informasi ini penting bagi publik untuk mengetahui anggaran CSR BI dari tahun ke tahun. Sebab dana CSR bank sentral tidak sedikit, jika mengingat deviden institusi," tegas Badiul.

Di laporan BI, manajemen hanya mencantumkan arah kebijakan Program Sosial Bank Indonesia (PSBI), seperti menyasar ke pelaku UMKM, pengembangan kapasitas SDM dan pembuatan BI corner di fasilitas pendidikan.
Bank Sentral tidak menyebutkan berapa dana CSR yang dikeluarkan dan tidak merinci nama-nama penerima dana CSR. “Jadi aksesibilitasnya kurang. Harusnya kan ada jumlah dan siapa identitas yang menerima. Kalau ini tidak diekspos, artinya transparansinya lemah dan ini bisa jadi celah penyelewengan,” cetus Badiul.
Celah penyimpangan dana CSR BI, Badiul menduga bisa terjadi di dua lingkup. Pertama saat proses perencanaan. Diduga ada kongkalikong dalam penentuan dana dan target sasaran penerima dana. Proses perencanaan ini pasti BI butuh aman sehingga melibatkan pemangku kepentingan, termasuk di komisi XI. Pastinya DPR dalam posisi ini akan minta jatah.
“Dalam proses perencanaan ini pasti sudah diinformasikan ke mitra BI berapa dana CSR nya. Biasanya akan ada proposal dari Komisi XI. Bisa saja proposal itu didahului oleh pernyataan lisan. Misal untuk bantuan di dapil ini dan itu dan melalui yayasan ini dan itu,” cetusnya.
Ruang patgulipat semakin terbuka lebar di lingkup pelaksanaan. Tambah dia, di tahapan eksekusi dana ini lah, praktik korupsi dana rawan terjadi. “Ketika pencairan, misalnya, apakah penuh diterima oleh penerima manfaat atau warga yang melalui yayasan sebagai alat (korupsi) itu,” pungkasnya.
Lantas ke yayasan mana saja tempat penampungan dana tersebut?
Di Sukabumi misalnya. Bahwa berdasarkan penelusuran Monitorindonesia.com, bahwa HG yang disebut-sebut dalam kasus tersebut ternyata memiliki Rumah Aspirasi dan Inspirasi yang berlokasi di Jalan Arif Rahman Hakim, Kecamatan Warudoyong, Kota Sukabumi.
Tepat di sebelah kanan rumah, ada hotel dan yayasan yang bernama Giri Raharja. Yayasan itu dikendalikan orang yang menjadi calon tersangka kasus ini. Sebelum diterima oleh penerima manfaat atau dibikin fasilitas untuk kepentingan publik, uang bantuan dari BI itu lebih dulu masuk ke yayasan.
Dari sana, sebagian uang diduga dibancak demi kepentingan pribadi. “Yayasan hanya alat untuk menerima dana CSR,” kata Alex. Memang diketahui bahwa relasi BI dan Yayasan Giri Raharja diduga cukup erat, seiring banyaknya kegiatan bersama.
Relasi mulai terbangun sejak HG mengisi kursi anggota komisi XI DPR. Yayasan itu tercatat berdiri sebelum medio 2000-an. Hingga 2021, MS berstatus sebagai ketua yayasan, sebelum akhirnya digantikan karena MS wafat pada tahun tersebut.
MS terakhir tercatat sebagai Dewan Penasihat DPC Partai Gerindra Kabupaten Sukabumi. Kini, operasional yayasan diteruskan HG, yang merupakan anak MS. HG juga diketahui berulang kali terlibat dalam acara seremonial bantuan BI di Sukabumi. Seperti saat BI mengeluarkan CSR di Desa Wisata Hanjeli pada Januari 2023.
Bahwa kala itu BI membantu pengembangan UMKM dan pembangunan pendopo di desa. Heri juga terlibat sebagai narasumber dalam sejumlah seminar BI terkait literasi keuangan.

Sebaliknya, dia juga kerap menggandeng BI untuk sejumlah acara saat masa reses. Dalam setiap acara, logo BI dan Rumah Aspirasi HG terpampang di poster kegiatan.
Melalui Yayasan Giri Raharja, BI mengucurkan bantuan sembako, pembuatan MCK, fasilitas publik hingga bantuan unit ambulans. Selain BI, bank-bank BUMN juga turut mengeluarkan dana CSR-nya.
Adapun dana bantuan dari bank BUMN dan BI mulai mengendur ketika HG tak lagi menjabat di Komisi XI DPR. Sejak akhir tahun 2023, HG diketahui berpindah tugas ke Komisi II DPR RI.
Setelah HG berpindah ke komisi lain, pemberitaan soal KPK mengusut dana CSR BI pun menyeruak. Bahwa KPK pertama kali mengungkap kasus ini pada Agustus 2024. Kasus itu disebut berkaitan dengan permasalahan penggunaan dana CSR karena tidak sesuai peruntukannya. Alih-alih untuk membangun fasilitas sosial atau publik, dana ditengarai justru untuk kepentingan pribadi.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu pada pertengahan Agustus lalu mencontohkan, dari 100 persen dana, hanya 50 persen anggaran yang digunakan sesuai peruntukannya, sedangkan sisanya masuk ke kantong atau untuk kepentingan pribadi.
Tak hanya di Sukabumi, di Cirebon juga terdapat yayasan diduga berkaitan dengan kasus tersebut.
Bahwa S diduga Satori, politisi NasDem, yang berasal dari Dapil VIII Jawa Barat yang meliputi Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, dan Kabupaten Indramayu. Sedangkan, Heri Gunawan merupakan politisi Gerindra yang berasal dari Dapil IV Jawa Barat yang meliputi Kota Sukabumi dan Kabupaten Sukabumi.
Satori dikenal sebagai aktivis pendidikan dan tokoh masyarakat di dapilnya, Cirebon. Sebelumnya, ia pernah menjadi kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang kemudian pada 2019 memutuskan pindah ke NasDem untuk mengikuti Pileg DPR RI.
Berdasarkan penelusuran Mnitorindonesia.com, bahwa Satori merupakan pemilik Rumah Aspirasi Zamzam H. Satori yang terletak di Desa Semplo, Kecamatan Palimanan, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Satori juga diketahui menjadi pengasuh di Yayasan Al Fadilah di Desa Panongan, Kecamatan Palimanan, Kabupaten Cirebon.

Dalam safari politiknya selama menjadi anggota Komisi XI, Satori, kerap menyertakan nama BI di kegiatan daerah pemilihannya. Pada 16 Mei 2020, Satori turut andil memberikan bantuan CSR BI kepada Yayasan Lembaga Pendidikan Islam (YLPI) Pondok Pesantren (Ponpes) Buntet Cirebon di Desa Mertapada Kulon, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon. Bantuan itu berupa satu unit kendaraan operasional Corolla Altis.
Pada 26 April 2021, momen Ramadan, Satori juga diketahui menyalurkan bantuan ke Ponpes Al-Khairiyah di Kecamatan Sumber, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Penyerahan bantuan turut disaksikan oleh Perwakilan BI Cirebon saat itu. Bahkan, aktivitas penyerahan bantuan oleh Satori turut diunggah di situs resmi Fraksi NasDem.
Heri Gunawan merupakan politisi Gerindra yang tercatat sebagai Ketua Yayasan Giri Raharja. Yayasan Giri Raharja didirikan oleh orang tua Heri Gunawan, Maman Suparman pada 1999. Maman terakhir tercatat sebagai Dewan Penasihat DPC Partai Gerindra Kabupaten Sukabumi. Tatkala Maman berpulang pada 2021, operasional yayasan diteruskan ke Hergun, panggilan akrab Heri Gunawan.
Berdasarkan penelusuran juga terhadap data yayasan yang dimiliki Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum, diperoleh informasi bahwa Yayasan Giri Raharja beralamat di Jalan Arif Rahman Hakim No. 59, Kecamatan Warudoyong, Kota Sukabumi, Jawa Barat.
Dugaan modus versi eks pegawai KPK
Sekretaris Jenderal Organisasi anti korupsi IM 57+ Lakso Anindito berpendapat dana CSR yang disalurkan melalui yayasan rentan penyalahgunaan, termasuk oleh para politikus.
"Politisi menggunakan lembaga-lembaga sosial untuk bisa mengalirkan duit kepada dia secara langsung maupun secara tidak langsung," kata Sekretaris Jenderal IM 57+, Lakso Anindito.
Lakso mengatakan praktik ini semakin marak di masa menjelang tahun politik, di mana kondisi mendesak politikus mencari dana untuk keperluan logistik kampanye.
"Makanya kita sering dengar dalam konteks pemilu proses baik pada tingkat nasional maupun tingkat regional Itu ada proses pengkonsolidasian melalui lembaga-lembaga atau yayasan-yayasan terafiliasi dengan politisi-politisi," kata Lakso.
Lakso menyebutkan kasus-kasus ini merupakan fenomena yang dikenal tidak hanya di Indonesia, namun juga di negara-negara lain. Bahkan, jika merunut ke masa lalu, menurut Lakso, praktik ini merupakan fenomena yang sudah dikenal. "Orba [Orde Baru] itu kan di Indonesia digunakan juga untuk menampung uang dan menguasai aset," kata Lakso.
Lakso mengatakan rentannya penyimpangan dana CSR disebabkan kurangnya pengaturan baik dari sisi pemberi dana dan penerima dana. Ia juga mengatakan pengawasan terhadap CSR ini juga masih lemah.
Sementara ekonom yang juga sebagai Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira melihat kasus ini mengisyaratkan upaya saling memanfaatkan antara BI sebagai regulator moneter dengan DPR, sebagai pengawas serta pembuat undang-undang.
"Jadi celah yang luar biasa untuk jual beli pengaruh ya di regulasi. Misalnya di pemerintahan ataupun di DPR gitu. Jadi karena enggak ada transparansi," kata Bhima.
Anak buah Perry dan OJK digarap
Selang beberapa hari setelah penggeledahan, KPK mengatakan menjadwalkan pemanggilan dua pejabat BI. Mereka adalah Kepala Departemen Komunikasi Erwin Haryono, Kepala Divisi Program Strategis BI Data dan Komunikasi Hery Indratno.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan menghormati upaya pengusutan KPK dalam konferensi pers, di Jakarta (18/12/2024). Dia mengatakan setiap tahunnya Dewan Gubernur membuat alokasi CSR berdasarkan tiga pilar.
Ketiganya adalah pemberdayaan ekonomi masyarakat seperti lewat UMKM; ibadah; serta beasiswa pendidikan. Dia menjelaskan pemberian CSR BI harus memenuhi persyaratan bahwa penerima adalah yayasan yang sah.
Kemudian, penerima dana diperiksa dan harus memenuhi laporan pertanggungjawaban. Ia mengatakan alokasi besarannya "diajukan oleh satuan kerja", baru kemudian diputuskan rapat Dewan Gubernur secara tahunan. Senada dengan BI, OJK juga menyatakan "menghormati dan mendukung upaya penegakan hukum" yang dilakukan KPK.
Teranyar, penyidik KPK, Senin (10/2/2025), memanggil pegawai Bang Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (KPK) terkait penyidikan dugaan korupsi dalam penyaluran dana dana tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR) Bank Indonesia.
"Pemeriksaan dilakukan di Gedung KPK Merah Putih atas nama TS, EH, IB, ENH, dan F," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto.
Menurut informasi yang dihimpun Monitorindonesia.com, bahwa para saksi tersebut adalah Analis Implementasi PSBI Bank Indonesia Tri Subandoro, Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Tahun 2021-2024 Erwin Haryono, Kepala Departemen Pengendalian Kualitas dan Pengembangan Pengawasan Perbankan Indarto Budiwitono, Kepala Departemen Sekretariat Dewan Komisioner dan Hubungan Kelembagaan OJK Oktober 2022-Februari 2024 Enrico Harianto, dan Bendahara Yayasan Abhinaya Dua Lima Fatimatuzzaroh.

Penyidik KPK saat ini tengah melakukan pengumpulan alat bukti dan penggeledahan di lokasi yang diduga menyimpan alat bukti terkait perkara tersebut. Terkait penyidikan tersebut, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 19 Januari 2025 dan kantor Bank Indonesia (BI) di Thamrin, Jakarta, pada 16 Januari 2025.
"Dari dua kegiatan tersebut, penyidik telah menemukan dan menyita barang bukti elektronik serta beberapa dokumen dalam bentuk surat," ujarnya.
Penyidik KPK kemudian juga menggeledah rumah mantan anggota DPR RI Heri Gunawan (HG) terkait penyidikan tersebut. Tessa mengungkapkan penggeledahan tersebut berlangsung pada Rabu malam pukul 21.00 WIB hingga Kamis pukul 01.30 WIB.
"Dari hasil penggeledahan tersebut, penyidik memperoleh dokumen dan barang bukti elektronik yang kemudian dilakukan penyitaan oleh penyidik," tukasnya. (wan)
Topik:
KPK CSR BI Bank Indonesia OJK