Konflik Rempang-Galang

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 15 September 2023 19:29 WIB
Karikatur - Konflik Rempang-Galang Warga Pulau Rempang baru mengetahui adanya rencana Pembangunan megaproyek Rempang Eco City pada awal Agustus 2023 dari berita di media. Tidak ada sosialisasi resmi dari pemerintah sebelumnya. Sejak awal Agustus 2023 pihak BP Batam berusaha masuk ke Pulau Rempang untuk memasang patok di atas tanah yang sudah diberikan kepada investor, tetapi tidak berhasil karena warga masyarakat mengusir setiap kali orang2 BP Batam datang ke Rempang. Tanggal 23 Agustus 2023, seluruh warga masyarakat Rempang dan pulau2 sekitarnya dengan 6.000 massa menggelar aksi unjuk rasa menolak relokasi. Warga Rempang tidak menolak masuknya investasi jika memang negara membutuhkan investasi tersebut, mereka hanya menolak DIGUSUR dari tanah leluhurnya. Mereka menolak dipindahkan dari kampung2 tua yang sudah mereka huni sejak 300 tahun yang lalu secara turun temurun. Aksi Unjuk Rasa dengan 6.000 warga tidak mendapat tanggapan dari Kepala BP Batam dengan alasan bahwa ini perintah Presiden karena ini proyek pemerintah pusat. Pada tanggal 07 September 2023, 1.000 personil gabungan Polri, TNI, Satpol  dipimpin oleh Kapolresta Barelang memaksa masuk ke Pulau Rempang untuk memasang patok lahan investor. Seluruh warga masyarakat bertahan di Jembatan IV, satu2nya akses jalan masuk ke Pulau Rempang. Di sini terjadi insiden antara aparat dengan warga, puluhan warga mengalami luka2 akibat pukulan dan tindak kekerasan aparat, dan dilarikan ke rumah sakit. Juga termasuk anak-anak sekolah, bahkan seorang bayi yang menjadi korban gas air mata yang ditembakkan aparat secara membabi buta. Hari itu warga Rempang berduka, usaha dan perjuangan mereka mempertahankan kampung halaman nenek moyang mereka gagal. Relokasi yang dijanjikan BP Batam sampai hari ini belum jelas bahkan sama sekali belum ada, karena sarana prasarana relokasi pun sama sekali belum dibangun. (Wan/Gatot Edi Cahyono)