Daftar Direksi BUMN Tersangka Korupsi dan Kasus yang Menjeratnya

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 10 Mei 2025 19:29 WIB
BUMN (Foto: Dok MI/Aswan)
BUMN (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI - Upaya pencegahan tindak pidana korupsi menjadi bagian tak terpisahkan dari tugas dan fungsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terutama di Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Tidak sedikit direksi perusahaan pelat merah justru menjadi tersangka korupsi dengan berbagai modus operandi yang merugikan negara secara signifikan.

Kasus-kasus yang melibatkan direksi BUMN ini dan menjadikan mereka tersangka korupsi mencerminkan adanya kelemahan serius dalam sistem pengawasan dan tata kelola perusahaan milik negara. 

Pun korupsi di level direksi menunjukkan jabatan tinggi tidak menjamin integritas apabila tidak disertai mekanisme kontrol yang ketat dan transparan. Berikut daftarnya:

1. Andra Y Agussalam

KPK menangkap mantan Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II Andra Y Agussalam, atas dugaan suap senilai 96.700 dolar Singapura atau setara Rp 1,23 miliar. Suap ini diduga sebagai imbalan atas penunjukan PT INTI dalam proyek pengadaan baggage handling system senilai Rp 86 miliar.

2. Sofyan Basir

Mantan Direktur Utama PLN Sofyan Basir, terlibat dalam kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1. Selain Sofyan, dua mantan dirut PLN lainnya juga pernah terjerat korupsi, yakni Eddie Widiono Suwondho (korupsi proyek RISI) dan Nur Pamudji (korupsi pengadaan BBM jenis HSD).

3. Karen Agustiawan

Karen Agustiawan, yang menjabat sebagai dirut Pertamina pada 2009–2014, ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan liquefied natural gas (LNG). Pemeriksaan dilakukan oleh KPK pada 2023, terkait dugaan penyalahgunaan kewenangan dalam pengadaan energi strategis.

4. Budi Tjahjono

Mantan Dirut PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) Budi Tjahjono, dihukum 7 tahun penjara karena merekayasa kegiatan agen dan pembayaran komisi, merugikan negara sebesar Rp 16 miliar. Ia secara pribadi diuntungkan sebesar Rp 6 miliar dan US$ 462.795. Kasus ini juga melibatkan Kiagus Emil Fahmy Cornain dan Solihah dari Jasindo.

5. Richard Joost Lino

Mantan Dirut PT Pelindo II Richard Joost Lino atau dikenal RJ Lino, menjadi tersangka atas dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pengadaan quay container crane (QCC). Kasus ini ditangani oleh KPK sejak Februari 2016 dan sempat menjadi sorotan publik karena melibatkan proyek besar di pelabuhan.

6. Wisnu Kuncoro

Mantan Direktur Produksi dan Riset Teknologi PT Krakatau Steel Wisnu Kuncoro, ditetapkan sebagai tersangka kasus suap pengadaan barang dan jasa. Ia merancang kebutuhan fiktif senilai Rp 24 miliar, yang kemudian disetujui bersama Alexander Muskita dari pihak swasta. Kasus ini melibatkan perusahaan seperti PT Grand Kartech dan Group Tjokro.

7. Emirsyah Satar

KPK menetapkan mantan Dirut Garuda Indonesia Emirsyah Satar, sebagai tersangka suap pengadaan mesin dan pesawat dari Rolls Royce dan Airbus. Ia diduga menerima suap, berupa pembayaran rumah di Pondok Indah sebesar Rp 5,79 miliar, transfer ke rekening Singapura sebanyak US$ 680.000 dan EUR 1,02 juta, serta pembayaran apartemen di Singapura yakni 1,2 juta dolar Singapura. Aset Emirsyah, seperti rumah dan apartemen, telah disita KPK, serta rekening bank diblokir karena diduga terkait tindak pidana pencucian uang.

8. Destiawan Soewardjono

Pada April 2023, KPK menangkap Destiawan Soewardjono, yang diduga menyalahgunakan wewenang untuk mencairkan dana supply chain financing (SCF) menggunakan dokumen tidak sah. Dana ini digunakan untuk menutupi utang akibat proyek-proyek fiktif atas inisiatifnya sendiri.

9. Catur Prabowo

Pada Agustus 2023, mantan Direktur PT Amarta Karya (Persero) Catur Prabowo, ditetapkan sebagai tersangka kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU). Ia diduga terlibat dalam pengadaan sekitar 60 proyek subkontraktor fiktif antara 2018–2022 yang menimbulkan kerugian negara hingga Rp 46 miliar.

10. Desi Arryani

Mantan Dirut PT Jasa Marga Desi Arryani, menjadi tersangka kasus korupsi proyek fiktif di PT Waskita Karya, tempat dia pernah menjabat sebagai kepala divisi III/sipil/II. KPK menemukan 14 proyek fiktif yang merugikan negara sebesar Rp 202 miliar akibat pembayaran subkontraktor yang tidak nyata.

Indonesia Corruption Watch (ICW) sempat merekomendasikan hal-hal berikut:

Perlu adanya perhatian yang lebih serius pada BUMN yang masuk dalam bisnis sektor finansial oleh lembaga-lembaga yang berwenang seperti KPK, OJK, Kementerian Keuangan, maupun BPK;

Perlu disusun mekanisme evaluasi terhadap alokasi pemberian PEN kepada BUMN. 

Mengingat maraknya korupsi serta besarnya kerugian negara yang dihasilkan akibat kasus korupsi di lingkungan BUMN selama pandemi;

Mengingat pelaku korupsi di BUMN didominasi oleh pejabat menengah dan tinggi yang bekerjasama dengan sektor swasta, proses pemilihan untuk posisi direksi harus memasukkan aspek integritas tinggi sebagai standar utama;

Pemerintah perlu memperkuat peran komisaris dalam melakukan pengawasan, terutama terhadap proyek-proyek besar BUMN yang rawan dikorupsi dengan melakukan rekrutmen Komisaris BUMN yang profesional, cakap dan berintegritas tinggi. 

Apabila pemerintah menjadikan posisi komisaris BUMN sebagai ajang membayar utang budi karena jasa seseorang dalam proses politik dan pemenangan pemilu, sulit untuk menghindari korupsi yang mengakar di BUMN;

Menuntut kejelian aparat penegak hukum agar dapat membaca potensi keberadaan tindak pidana pencucian uang pada kasus-kasus mega korupsi, utamanya di sektor finansial sehingga dapat mengkonstruksikan pasal-pasal tindak pidana pencucian uang pada kasus-kasus tersebut, termasuk mendorong penjeraan dalam penegakan hukum melalui pemidanaan terhadap korporasi, bukan hanya kepada individu.

Topik:

BUMN KPK