Pemerintah Harusnya Jaga Ketersediaan Sembako Murah, Bukannya Dipajakin

Reina Laura
Reina Laura
Diperbarui 13 Juni 2021 17:48 WIB
Monitorindonesia.com - Rencana pemerintah untuk mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) bagi bahan-bahan pokok atau sembako, masih menuai kritik. Diketahui, rencana tersebut tertuang dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan Kelima Atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati melalui keterangan tertulisnya, Minggu (13/6/2021) mengatakan, rencana mengenakan tarif PPN untuk sembako sangat tidak pantas di saat kondisi masyarakat sedang dihimpit persoalan ekonomi yang berat. “Justru sebaliknya, seharusnya pemerintah menjaga ketersediaan pangan yang murah dan terjangkau oleh masyarakat,” kata Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan ini. Karena itu, Anis mengatakan agar sebaiknya wacana yang tertuang dalam Draf Revisi Kelima Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP), dicabut dari draft yang tengah disusun tersebut. Dia menyesalkan di dalam aturan tersebut, sembako tidak lagi termasuk dalam obyek yang PPN-nya dikecualikan. “Pemerintah seharusnya lebih kreatif mencari peluang peningkatan sektor perpajakan. Saya melihat perkembangan e-commerce yang sangat pesat, menjadi potensi penerimaan pajak yang signifikan di masa yang akan datang. Dan pemerintah bisa memanfaatkan potensi pajak ini,” ujar Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI ini. Lebih lanjut Anis menegaskan, penerapan PPN untuk kebutuhan pokok yang tidak diimbangi dengan bantuan sosial akan meningkatkan angka kemiskinan. Selama ini, bahan makanan menyumbang 73,8 persen dari total komponen garis kemiskinan. “Daya beli bisa langsung turun dan kontraproduktif dengan upaya mengurangi angka kemiskinan,” katanya. Menurut Anis, pengenaan PPN pada bahan pokok secara otomatis akan meningkatkan harga jual barang kebutuhan pokok. Adapun kelompok yang paling terdampak dari kebijakan ini dipastikan adalah masyarakat miskin. Terkait dengan pajak, Anis menjelaskan bahwa terdapat hubungan langsung antara pajak dan daya beli. Pajak mempunyai contractionary effect dan dapat menekan pertumbuhan ekonomi. “Pemerintah harus mempertimbangkan bahwa pengenaan PPN pada barang kebutuhan pokok dapat mengurangi pendapatan negara, karena hal tersebut akan mengurangi daya beli dan investasi,” jelasnya. Dalam prediksi Anis, jika kebutuhan pokok benar-benar dikenakan pajak, maka akan ada lonjakan inflasi kebutuhan pokok yang tidak terkendali. Barang kebutuhan pokok yang sebelumnya dikecualikan dari objek PPN kemudian dikenakan PPN harga akan bertambah mahal. “Jadi pemerintah harus memikirkan, karena dampaknya pertumbuhan ekonomi akan melambat,” tukas Anis. (Ery)

Topik:

jaga sembako bukan dipajakin