Jokowi Negosiator Kelas Dunia, Punya Pengaruh Signifikan Damaikan Rusia dan Ukraina

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 7 Juli 2022 16:06 WIB
Jakarta, MI - Presiden Joko Widodo (Jokowi) disebut-sebut sebagai negosiator kelas dunia yang memiliki pengaruh secara signifikan untuk mendamaikan kedua negara yang sedang berkonflik yaitu Rusia dan Ukraina. Menurut Pengamat Pertahanan dan Militer Robi Sugara, posisi Presiden Jokowi sebagai Presidensi G20 memiliki kekuatan besar dalam melakukan diplomasi baik untuk misi perdamaian, ekonomi, energi, kesehatan maupun pangan. “Indonesia itu kan menganut kebijakan politik luar negerinya masih non-blok. Saat ini Jokowi punya kepentingan yang terdekat adalah pergelaran G20 yang akan dilaksanakan di Indonesia di mana kita menjadi presidennya untuk yang G20 tentu segala upaya yang dilakukan oleh Jokowi saat ini dalam hubungan diplomatiknya lewat para diplomat itu untuk kemudian yang sukseskan acara G20 nya,” jelas Robi, Kamis (7/7). Dosen Hubungan Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu menyebut, saat kunjungannya ke Rusia Presiden Jokowi juga turut mengundang Presiden Vladimir Putin untuk hadir pada acara G20, begitu juga saat kunjungannya ke Ukraina, Jokowi mengajak Presiden Volodymyr Zelensky. Keduanya, lanjut Robi, diharapkan hadir pada acara pertemuan puncak G20 di Bali. Robi berharap ada titik temu jika kedua pemimpin itu bisa hadir dan melakukan dialog untuk mengakhiri perang. “Saya sih pengennya ditingkatkan setelah G20 target sekarang kan bahwa setelah nanti acara G20 sukses diadakan di Indonesia, nah setelah itu saya kira intensitasnya dalam berhubungan dengan Rusia dan Ukraina itu juga saya kira ditingkatkan kalau perlu menggalang banyak sekali dukungan,” ucapnya. Menurut Robi, pemerintah bisa memanfaatkan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk merumuskan langkah-langkah dan strategi menciptakan perdamaian kedua negara tersebut. “Saya kira bisa lewat BRIN sebagai corenya. Ke depan harus ditingkatkan komunikasinya hubungan diplomasinya antara Rusia dan Ukraina secara khusus. Saya kira fokus membincang soal perdamaian," katanya. Perdamaian juga kata Robi perlu melibatkan peran masyarakat sipil dan komunitas lintas agama yang turut menjadi korban dari perang yang terjadi. “Sebagaimana Indonesia pernah melakukan di berbagai negara Afganistan dan di Filipina kemudian di beberapa negara, Lebanon itu peran masyarakat sipil jika misalkan di situ melibatkan beberapa komunitas agama karena akan selalu bersentuhan peperangan tersebut.” Sambungnya. Robi turut mengapresiasi apa yang telah diupayakan oleh Presiden Jokowi sebagai langkah awal untuk menciptakan perdamaian dunia sebagai amanat konstitusi negara. Jokowi bisa mengambil inspirasi dari apa yang dulu pernah dilakukan Soekarno, ketika ada gejolak luar biasa antara timur dan barat, presiden pertama Indonesia itu membuat gerakan non-blok di Bandung. Yakni, Konferensi Tingkat Tinggi Asia–Afrika tahun 1955, merupakan negara-negara Asia dan Afrika, yang kebanyakan saat itu baru saja memperoleh kemerdekaan. Pada konteks sekarang, yang bisa dilakukan Jokowi adalah dengan memfasilitasi ruang dialog tokoh-tokoh dunia dari berbagai latar belakang agama untuk sama-sama menyerukan perdamaian dunia. “Saya kira (Jokowi) bisa fasilitasi misalkan para tokoh pimpinan tokoh agama itu di seluruh dunia. tokoh agama dari misalnya Al-Azhar di Mesir, Vatikan kemudian Kristen Ortodok kemudian Yahudi di Israel berbagai kelompok Budha Hindu itu mereka bahas masalah perdamaian. Kalau kelompok agama yang berbicara itu kan dia unsur-unsur politiknya itu kan tidak ini ya jadi agama yang tersisa ini kan saya kira adalah kebaikan, kasih sayang dan perdamaian,” pungkasnya.