Antara Kemendag dan BPOM Soal Obat Sirup, Siapa yang Salah?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 5 November 2022 13:18 WIB
Jakarta, MI - Obat sirup yang mengandung cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) disebut-sebut menjadi biang kerok dari kasus gagal ginjal akut (acute kidney injury/AKI) yang kini menyerang anak-anak Indonesia. Terkait obat sirup ini, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Lukito mengklaim bahwa bahan baku obat pemicu gagal ginjal masuk ke Indonesia itu melalui Kemendag yakni impor senyawa kimia propilen glikol (PG) dan polietilen glikol (PEG). Penny Lukito juga mengatakan pihaknya tak bisa mengawasi bahan baku obat itu, karena importasinya tidak melalui surat keterangan impor (SKI) BPOM. "Bahan baku pada umumnya masuk melalui SKI BPOM. Khusus untuk pelarut PG dan PEG ini, masuknya tidak melalui SKI BPOM, tapi melalui Kementerian Perdagangan, non-lartas. BPOM tidak bisa melakukan pengawasan ke mutu dan keamanannya pada saat masuk ke Indonesia," kata Penny dalam rapat bersama Komisi IX DPR, Rabu (2/11). Namun atas hal ini, Kementerian Perdagangan (Kemendag) membantah pernyataan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Lukito ihwal kewenangan mengawasi impor bahan baku obat sirup ada di kementerian tersebut. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Didi Sumedi mengatakan hingga saat ini importasi Ropilena Glikol dan Polietilena Glikol memang belum diatur oleh pihaknya karena tidak termasuk dalam daftar komoditas yang dilarang terbatas (lartas). Bahan baku obat tersebut diduga mengandung cemaran Etilen Glikol (EG), Dietilen Glikol (DEG), dan Etilen Glikol Butil Eter (EGBE) yang menyebabkan gagal ginjal akut pada balita dan anak-anak. "Didi kemudian menjelaskan bagaimana aturan dan landasan importasi bahan kimia tersebut. "Pengaturan impor bahan kimia saat ini bersumber dari portal Indonesia National Single Window (INSW)," kata Didi dengan tegas melalui keterangan tertulis, Sabtu (5/11). Didi mejelaskan, bahwa produk Etilen Glikol (EG) memiliki kode HS 29053100 untuk jenis Etilen Glikol (CAS number 107-21-1). Aturan impor EG diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 tahun 2001 dengan izin impor (lartas) berupa Registrasi Bahan Berbahaya dan beracun (B3) yang diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Sementara importasi Dietilen Glikol (DEG) berkode HS 29094100, untuk jenis Dietilen Glikol (CAS number 111-46-6). Aturan impor DEG berdasarkan PP Nomor 74 tahun 2001 dengan izin impor (lartas) berupa Registrasi Bahan Berbahaya dan beracun (B3) yang juga diterbitkan oleh KLHK. Selain EG dan DEG, bahan kimia Sorbitol dengan kode HS 29054400 dan Gliserin atau Gliserol dengan kode HS 29054500) juga tidak termasuk komoditas yang diatur importasinya oleh Kemendag. Adapun impor bahan kimia Sorbitol diatur dalam Peraturan Kepala BPOM Nomor 29 Tahun 2017 tentang Pengawasan Pemasukan Bahan Obat Dan Makanan Ke Dalam Wilayah Indonesia. Importasi itu dengan izin Surat Keterangan Impor yang diterbitkan oleh BPOM. Sedangkan importasi Gliserin atau Gliserol diatur dalam Peraturan Kepala BPOM Nomor 29 Tahun 2017. Izin impor atau lartas Gliserin dan Gliserol berupa Surat Keterangan Impor (SKI) yang diterbitkan oleh BPOM dan untuk jenis Gliserol (CAS number 56-81-5). Aturan tersebut berdasarkan dalam PP Nomor 74 tahun 2001 tentang tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya Dan Beracun dengan izin impor (lartas) berupa Registrasi Bahan Berbahaya dan beracun (B3) yang diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Menindaklanjuti perkembangan terakhir kasus gagal ginjal akut dan temuan BPOM belakangan ini, Didi menyatakan Kemendag akan membahas usulan lartas atas importasi bahan baku obat yang diduga membahayakan ginjal anak-anak dan orang dewasa itu. Diskusi tersebut akan dilakukan bersama Ditjen Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan, Ditjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementerian Kesehatan, Kemenko Bidang Perekonomian, BPOM, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Lembaga National Single Window (LNSW). Sementara itu, Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kemendag Veri Angrijono mengatakan pihaknya akan senantiasa berkoordinasi dengan BPOM untuk melindungi konsumen dari obat dan produk farmasi lainnya yang tidak sesuai ketentuan. Untuk itu, Kemendag bakal terus melakukan pengawasan di lapangan. Sejumlah rapat koordinasi dengan para para pemangku kepentingan di bidang farmasi seperti produsen obat, asosiasi perusahaan farmasi dan apotek juga sudah dilakukan. Selain itu, Kemendag juga menemui distibutor dibidang obat-obatan serta asosiasi penjualan online (idEA). "Untuk menyamakan persepsi dalam rangka perlindungan konsumen," kata Veri. Ia pun meminta pada para pelaku usaha baik produsen, asosiasi perusahaan farmasi, maupun asosiasi penjualan online untuk mengikuti ketentuan dari pemerintah terkait produksi dan penjualan obat sesuai standar yang telah ditetapkan. Sebelumnya, Kepala BPOM Penny Lukito mengatakan pihaknya tak bisa mengawasi bahan baku obat itu, karena importasinya tidak melalui surat keterangan impor (SKI) BPOM. Penny juga telah menyampaikan hal itu pada Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat rapat terbatas bersama Kementerian Kesehatan. Dia menjelaskan bahwa bahan obat berupa pelarut bisa juga digunakan oleh berbagai macam industri, seperti cat dan tekstil. Sementara jika termasuk pharmaceutical grade, pengawasannya tetap harus melewati BPOM terlebih dahulu. “Namun saat ini peraturan itu belum ada. Sehingga ini masuk, sehingga gap itulah yang dimanfaatkan oleh para penjahat yang memanfaatkan," bebernya. Menurut Penny, banyak importir, distributor dan industri farmasi yang 'bermain' memanfaatkan celah tersebut. Ia juga menduga permasalahan harga yang sangat tinggi menjadi penyebab penggunaan bahan ilegal itu terjadi. Pasalnya, bila semakin dimurnikan, kata Penny, harga bahan baku pharmaceutical grade semakin berbeda dengan bahan baku kimia yang bukan pharmaceutical grade. Sebagai informasi, Juru bicara (jubir) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Mohammad Syahril mengatakan, per 3 November 2022 total jumlah kasus gangguan ginjal akut pada anak sebanyak 323 kasus. Syahril menyampaikan, kasus gangguan ginjal akut tersebut sudah tersebar di 28 provinsi seluruh Indonesia. “Dari 28 provinsi, ada yang dirawat masih 34 orang,” kata Syahril, di Jakarta, Jum'at (4/11/2022). Secara rinci untuk lima provinsi teratas, DKI Jakarta total kasus mencapai 82 orang. Hingga saat ini terdapat 10 orang yang masih dirawat, dan dinyatakan sembuh sebanyak 28 orang. Adapun kasus kematian di DKI Jakarta sebanyak 44 orang. Jawa Barat total kasus sebanyak 41 orang, dirawat 5 orang, sembuh 13 orang, dan dinyatakan meninggal 23 orang. Kemudian, Aceh total kasus sebanyak 32 orang, dirawat 2 orang, sembuh 6 orang, meninggal dunia 24 orang. Selanjutnya Jawa Timur total kasus sebanyak 26 orang, dirawat 3 orang, sembuh 9 orang, dan meninggal dunia 14 orang. Sumatera Barat total sebanyak 21 kasus, dirawat 5 orang, sembuh 6 orang, meninggal dunia orang. “Yang meninggal 190 (total), yang sembuh 99, sehingga total 323,” kata dia. Syahril menambahkan, penyebab gangguan ginjal akut ada beberapa faktor. Di antaranya, dikarenakan infeksi, dehidrasi, pendaraha, penyakit lain, kongenital, dan keracunan. “Nah keracunan itu bisa karena makanan, minuman dan juga karena obat-obatan,” kata dia.