11 Ketum Cipayung Plus Bicara Antisipasi Politik Identitas di Ultah Ara

Rekha Anstarida
Rekha Anstarida
Diperbarui 25 Desember 2022 08:17 WIB
Jakarta, MI - Taruna Merah Putih (TMP) menggelar Diskusi Publik bertajuk “Bahaya dan Antisipasi Menghadapi Politik Identitas Jelang Pemilu 2024” di Sekretariat TMP, Jalan Muhammad Yamin No. 1 Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (23/12/2022) sekaligus syukuran ulang tahun ke-53 Ketum TMP Maruarar Sirait. Tampil sebagai pemateri tunggal Prof. Dr. Saiful Mujani, MA memaparkan identitas politik kita yang masih lemah, tersubordinasi ke dalam identitas sosial. Itu sebabnya, kita belum berhasil bertransformasi dari identitas sosial ke identitas politik. “Sangat relevan dan semacam keharusan menghadapi politik identitas yang berkembang.  Pasalnya, kita belum mampu mengubah identitas sosial ke identitas politik. Saya sebagai orang Banten itu identitas sosial, kalau saya Golkar atau PDIP itu identitas politik,” paparnya. Ia mencontohkan Donald Trump dulu banyak menggunakan identitas sosial untuk memenangkan jabatan presiden, dan faktanya hanya menjabat 4 tahun. Sementara di sana identitas politik sudah mapan. Makanya, Joe Biden seorang Katolik bisa menjadi Presiden AS karena identitas politik di AS lebih kuat. Hal yang sama juga terjadi di Inggris dengan PM Rishi Sunak. Politik identitas tidak terjadi pada agama tertentu saja, tetapi sama di semua agama. Baik identitas Islam maupun non Islam. Itu menunjukkan kondisi kita belum mampu mengubah identitas sosial kepada identitas politik. Yang bisa mengubah ya seperti Taruna Merah Putih ini,” cetus Saiful Mujadi. Contohnya, harus tahu kapan dan di mana berperilaku dengan identitas agama dan anak bangsa dalam berpolitik. Memang perlu proses menuju ke sana. Politik yang benar itu yang pluralis seperti dipraktekkan PDIP atau Golkar. Mananggapi hal itu, para Ketum Cipayung Plus yang hadir dalam diskusi diberi kesempatan untuk mengemukakan pandangan terkait bahaya dan antisipasi politik identitas jelang Pemilu 2024. Ketum Umum HMI Raihan Ariatama menyampaikan bahwa dalam konteks pemilihan tidak hanya bicara politik identitas, tetapi harus dikaitkan dengan pelayanan publik. “Pengalaman saya yang berasal Sumbar dan kuliah di Yogyakarta, tidak bisa beli motor karena KTP. Kita Indonesia seharusnya semua agama dan etnis diperlakukan sama,” kritiknya. Untuk menghindari hal seperti itu, kata Raihan, Cipayung Plus membentuk Rumah Kebangsaan Untuk Semua Indonesia. “Kajian-kajian kami di HMI menghasilkan bahwa agama cukup menjadi pegangan dalam menjalankan hidup.” Karena itu, Ketum HMI ini mengajak untuk senantiasa menggemakan identitas Indonesia, bukan hanya menonjolkan agama dan etnis. Sementara, Ketua Umum GMKI Jefri Gultom menyoroti bahwa Politik Identitas pada Pemilu 2014-2019 indentitas agama cenderung dipertontonkan dengan sangat vulgar. Hal ini tidak boleh terulang kembali di Pemilu 2024. “Kalau dalam konteks di daerah mungkin masih oke-oke saja. Tapi kalau bicara dalam konteks kebangsaan, harusnya tidak boleh, sebab founding fathers kita sudah sepakat dengan keberagaman dan Bhinneka Tunggal Ika. Yang hebat, yang telah menunjukkan karakter dan kualitas kebangsaan di akar rumput ya seperti Bang Ara dan Bang Mindo yang bisa terpilih dari dapil yang 90 persen muslim,” urainya. Jefri Gultom yang akhir November lalu terpilih kembali di Kongres GMKI di Toraja untuk periode kedua, mengingatkan yang harus ditonjolkan adalah kebersamaan. “Kalau kita bicara kebangsaan kita harus bergerak bersama turun ke daerah dan mencontohkan kebersamaan,” ujarnya. Ketum KMHDI I Putu Yoga Saputra  berpandangan terkait antisapasi politik identitas, yang mulai isu trend akhir-akhir ini menggunakan metoda kampanye paling murah adalah manaikkan isu agama. Isu ini gampang cari perhatian, kita masyarakat beragama.  Bagi Yoga dampak politik identitas besar yakni terjadi perpecahan dan polarisasi.  Meski elit berdamai namun di bawah masih terpolarisasi. Ini salah satu  akibat kurangnya pendidikan politik di masyarakat. “Saya belum melihat partai melakukan pendidikan politik masyarakat masih terbatas kader. Ini  masalah  harus di atasi. Akibatnya politik identitas kurangnya menawarkan ide dan  gagasan. Iklim dan siklus politik kita hanya perseteruan kelompok  identitas dan bukan menawarkan gagasan,” paparnya. Tidak berbeda jauh, Ilham Nurhidayatullah Ketum Himapersis mengungkapkan sudah menjadi komitmen bersama yang sudah sepakati berdirinya bangsa, dengan adanya Pancasila dan UUD.  Di era sekarang Pancasila sebagai filosofi bernegara dan peraturannya, implementasi Pancasila menjadi amalan rutin sehari-hari dalam berbangsa dan bernegara, menjaga kesatuan dan persatuan. “Kalau untuk menyangkut kepentingan bangsa, yang diutamakan politik kebangsaan. Dimana kepentingan satu bangsa menjadi yang utama. Artinya  dengan gotong royong  dan bahu membahu memajukan Indonesia ke depan, maka  semua ikut maju dan sejahtera. Tidak bisa membangun negara ini  hanya dengan satu identitas tetapi semua identitas. Kalau bangsa dan negara maju dan sejahtera, maka agama juga sudah termasuk di dalamnya.” Senada dengan itu, Ketum PMKRI Tri Natalia Urada berpandangan politik identitas dibahas ketika mendekati pemilu. Pembahasan politik identitas jadi momentum, namun harusnya bisa diantasipasi jauh sebelum Pemilu dibicarakan, tidak hanya menunggu jelang Pemilu. “Belum ada cukup ruang-ruang perjumpaan lintas iman. Kita di PMKRI dan juga dengan yang lain, perlu program yang bagus ke depan dengan menghadirkan perjumpaan lintas iman. Kalau ada perjumpaan lintas agama di gereja, mesjid dll., maka stigma negatif itu (politik identitas) akan terkonfirmasi,” tutur perempuan asal Kalbar ini. Ketum LMND Muhammad Asrul menegaskan bahwa identitas memang melekat ke diri, hubungan sosial dan kemanusiaan. Menurutnya, sekarang menguat politik identitas dan konservatisme agama. “Politik seharusnya bersama menegakkan keadilan. Politik identitas ini harus dilihat sebagai tantangan bagi kelompok nasionalis dan kelompok progresif.  Harus bisa menyelesaikan masalah di akar rumput. Hari ini jomplang sekali ketimpangan sosial yang bisa memunculkan politik identitas,” tutur Asrul yang juga terpilih menjabat periode keduanya di Makassar. Wiryawan Ketum HIKMAHBUDHI, menyampaikan bahwa saat ini sudah bukan saatnya lagi hanya sekedar mengantisipasi, tetapi harus ada tindakan tegas terhadap siapapun yang menggunakan politik identitas secara terang-terangan untuk kepentingan politik. “Antisipasi sudah selalu kita lakukan selama ini, yang penting lagi adalah harus ada tindakan tegas bagi yang menggunakan politik identitas secara terang-terangan jelang Pemilu ini,” ujar Wiryawan. Ketum KAMMI Zaky Ahmad Rivai mengungkapkan bagaimana perbedaan seharusnya tidak menjadi perpecahan. Kita sudah punya Bhinneka Tunggal Ika. Pendidikan dan infrastruktur maju umumnya di Jawa. Politik identitas dari grass root. Kalau dari agama ada pembelahan. Persoalan sekarang bukan hanya kesejahteraan tapi pendidikan. “Saya juga akhirnya bisa toleran, karena pendidikan dan aktif berdiskusi dengan ormas kepemudaan. Untuk menghindari politik identitas bagaimana kita harus sejahterakan rakyat dan cerdaskan bangsa,” katanya. Ketum Pemuda Katolik Stefanus Asat Gusma mengungkapkan menyongsong Pemilu 2024 penting medsos harus dipenuhi narasi positif dan konstruktif. Kalau kita ini sudah clear. Menurutnya, pemilu dengan sistem suara terbanyak, menjadikan politik dengan hanya ukuran kuantitas, maka orang cenderung menggunakan instrumen politik identitas seperti itu. “Kalau kembali demokrasi Pancasila harus clear, masalahnya sekarang sistem demokrasi liberal ini. Menarik yang digunakan teman-teman Cipayung Plus dengan Rumah Kebangsaannya, kita ormas pemuda juga penting mengadakan acara-acara lintas iman. Memang kita ini masih perlu perbaikan tapi sedang menuju ke sana,” ungkapnya. Menanggapi hal itu, Ketua Umum TMP Maruarar Sirait mengungkapkan kebanggaan kepada para bibit muda bangsa, para Ketum Cipayung Plus, calon pemimpin Indonesia masa depan. “Adik-adik ini semua, calon pemimpin bangsa ke depan. Kalian semua memiliki sikap bersahabat, toleran, cerdas, berkarakter, memiliki integritas dan mengusung semangat kebangsaan serta kebersamaan,” ungkapnya. Kalian semua adalah masa depan bangsa ini,” ujar senior GMKI yang akrab disapa Ara ini. Sebelumnya, Ketua DPP PDIP Bidang Ideologi dan Kaderisasi Djarot Saiful Hidayat mengungkapkan bahwa dirinya sangat senang bisa bertemu dengan banyak aktivis muda di kantor TMP. Ada dari organisasi sayap partai seperti TMP, Benteng Muda Indonesia, dan Repdem dan sahabat-sahabat dari organisasi Cipayung Plus seperti HMI, PMII, GMKI, GMNI, PMKRI, KMHDI, HIKMAHBUDHI, IMM, LMND, KAMMI, HIMAPERSIS, dan juga ormas pemuda seperti Pemuda Katolik dan lainnya. “Senang sekali bisa melihat para aktivis muda, baik dari organisasi sayap PDIP dan juga organisasi mahasiswa dan pemuda Cipayung Plus berbicara tentang politik identitas dan kebangsaan. Apresiasi saya untuk TMP bersama Bang Ara yang bisa mengumpulkan aktivis dari semua kalangan,” ungkapnya. Acara Diskusi Publik dan Syukuran Ulang Tahun Ketum TMP Maruarar Sirait yang ke-53 yang berlangsung sangat meriah dan penuh dengan keakraban semua peserta yang hadir dikoordinir oleh Restu Hapsari selaku Sekjen TMP sekaligus sebagai Ketua Panitia dan jajaran panitia lainnya seperti Maya Sofia dan Denny Jaya Abri Yani yang sekaligus sebagai DPP TMP. Selain dihadiri para aktivis muda, acara yang berlangsung di Kantor DPP TMP itu juga dihadiri oleh tokoh-tokoh TMP yang sedang bertugas bagi negara, antara lain Ir. Basar Simanjuntak Direktur SDM PT ANTAM, Hanjaya Setiawan Komisaris PT Semen Logistik, Edo Kondologit Staf Khusus Menteri Investasi/Kepala BKPM, Wa Ode Herlina, S.I. Kom Anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta yang juga Ketua DPC PDIP Jakarta Pusat,  Yuke Yurike Anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta yang juga Ketua DPC PDIP Jakarta Selatan, Dwi Rio Sambodo Anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta sekaligus Ketua DPC PDIP Jakarta Timur, Dadang Iskandar Danubrata Wakil Ketua DPRD Kota Bogor sekaligus Ketua DPC PDIP Kota Bogor dan lainnya.

Topik:

-