Keris Kiai Garuda Yaksa: Simbol Persatuan atau Buang Sial?


Jakarta, MI - Presiden Prabowo Subianto memberikan hadiah keris kepada mantan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) pada puncak perayaan HUT ke-17 Gerindra di Sentul, Bogor, Jawa Barat, pada Sabtu (15/2/2025) kemarin.
Momen penyerahan keris itu terjadi setelah Jokowi memberikan pidato dalam acara tersebut. Di balik itu memang diketahui bahwa Presiden Prabowo memang memiliki kebiasaan memberikan keris sebagai hadiah kepada tokoh-tokoh.
Selain ke Jokowi, Prabowo juga sempat memberikan keris Bali sebagai cendera mata kepada Presiden Turkiye, Recep Tayyip Erdogan pada Rabu (12/2/2025). Keris itu diberikan kepada Erdogan ketika Presiden Turkiye tersebut berkunjung ke Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat.
Kini publik bertanya-tanya apa sebenarnya makna dibalik pemberian senjata khas tradisional Jawa tersebut?
Keris emas yang diberikan Prabowo ke Jokowi tersebut dinamakan "Kyai Garuda Yaksa" mirip dengan nama padepokannya di Hambalang yang memiliki lekukan (Luk) yang dihitung dari gagang keris ke atas berjumlah 13.
Menurut pemerhati telematika, multimedia, AI dan OCB independen, Roy Suryo, dipilihnya Kyai Garuda Yaksa Luk-13 ini tentu sudah merupakan pertimbangan tersendiri, karena memiliki makna simbolis yang kuat dalam budaya dan perpolitikan Indonesia.
"Meski angka 13 sering disebut-sebut sebagai "angka sial", sampai-sampai ada sebutan "celaka tiga belas", "Friday the third teen" hingga beberapa hotel menghilangkan lantai 13 dan menggantinya dengan "12A", tetapi ternyata angka 13 ini yang dipilih Prabowo untuk jumlah Luk Keris yang diberikan ke Jokowi. Jadi apakah untuk buang sial?" ungkap Roy Suryo kepada Monitorindonesia.com, Minggu (16/2/2025).
Boleh saja jika ada orang yang memaknai di atas, lanjut Roy, karena bagaimanapun juga Prabowo harus menerima "warisan buruk" dari rezim Jokowi selama 10 tahun yang sampai-sampai mendapatkan "penghargaan international" berupa Finalis Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) yang secara de facto dan de jure merupakan bukti pandangan dunia terhadap Indonesia tersebut.
Oleh karenanya tidak heran sampai-sampai Prabowo harus melakukan efisiensi di berbagai bidang yang disampaikannya di forum internasional sebagai "jawaban" atas prestasi buruk Jokowi sebelumnya.
"Namun kalau kita mau melihat secara filosofi positif, keris dengan luk 13 sering dikaitkan dengan kepemimpinan, kewibawaan, dan perlindungan," jelasnya.
Dikatakan Roy, bahwa dalam tradisi Jawa, keris bukan sekadar senjata, tetapi juga lambang kekuatan spiritual dan tanggung jawab pemimpin terhadap rakyatnya.
Apalagi, ujar Roy, nama "Garuda Yaksa" yang mencerminkan jiwa patriotik. "Garuda melambangkan lambang negara Indonesia, yang merepresentasikan kekuatan, keberanian, dan perlindungan terhadap rakyat dan Yaksa berarti raksasa atau penjaga, yang melambangkan tanggung jawab besar dalam menjaga bangsa dan negara," bebernya.
Selain itu, menurut Roy, pemberian keris ini bisa juga dianggap sebagai simbol persatuan dan legitimasi kepemimpinan, di mana Prabowo dan Jokowi pernah menjadi rival politik dalam beberapa Pilpres sebelumnya. Tetapi sejak 2019, Prabowo mau bergabung dalam pemerintahan Jokowi sebagai Menteri Pertahanan.
Dalam budaya Jawa, pemberian keris adalah bentuk penghormatan. "Keris dianggap memiliki tuah dan energi spiritual yang diberikan kepada orang yang dianggap layak menerimanya, dalam hal ini Jokowi yang dianggap Prabowo sebagai 'gurunya'."
"Jadi penyerahan Keris Kyai Garuda Yaksa Luk-13 bukan sekadar seremoni, tetapi memiliki makna mendalam untuk menunjukkan penghormatan dari 'murid' kepada 'gurunya'," timpanya.
Keris, lanjut Roy, memang memiliki sejarah panjang di Indonesia, salah satunya yang legendaris adalah Keris Ken Arok.
Kisah ini tercatat dalam Pararaton (Kitab Raja-Raja) dan Negarakertagama. Kerisnya dibuat oleh Empu Gandring, seorang pandai besi terkenal pada masa Kerajaan Tumapel (cikal bakal Kerajaan Singasari) pada abad ke-13.

Dimana saat itu Ken Arok, seorang bangsawan ambisius, memesan keris sakti kepada Empu Gandring. Namun, sebelum keris selesai sepenuhnya, Ken Arok membunuh Empu Gandring dengan keris tersebut.
Saat sekarat, Empu Gandring mengutuk bahwa keris itu akan membawa malapetaka bagi pemiliknya dan 7 (tujuh) keturunannya.
Kutukan ini terbukti ketika Keris tersebut digunakan Ken Arok untuk membunuh Tunggul Ametung, penguasa Tumapel, sehingga Ken Arok bisa mengambil alih kekuasaan dan menikahi istri Tunggul Ametung, Ken Dedes. Ken Arok sendiri terbunuh oleh keris itu oleh Anusapati, anak tirinya.
Anusapati dibunuh Tohjaya (Putra Ken Arok dari Ken Dedes), Tohjaya kemudian terbunuh dengan keris yang sama dan kutukan terus berlanjut dalam konflik dinasti Singasari. Keris Empu Gandring menjadi simbol keserakahan, pengkhianatan, dan nasib tragis akibat perebutan kekuasaan.
"Selain Keris Ken Arok, sebenarnya ada lagi Keris yang tidak kalah legendnya dan sempat kabarnya sempat membuat hubungan Jokowi dengan mas Anies Baswedan bersitegang, yakni Keris Pangeran Diponegoro bernama 'Kyai Naga Siluman'."
Keris ini dianggap sakral dan memiliki nilai historis tinggi karena merupakan salah satu senjata utama Diponegoro dalam Perang Jawa (1825-1830). Keris ini sempat disimpan di Belanda sebagai barang rampasan perang, menjadi koleksi museum dan pada 10 Maret 2020, Belanda mengembalikan beberapa benda bersejarah milik Pangeran Diponegoro, termasuk keris tersebut.
Namun karena saat pengembaliannya Jokowi berhalangan, maka diterima oleh Anies Baswedan. "Karena kisah ini juga sangat menarik, maka akan saya tuliskan dalam kesempatan berikutnya mendatang," katanya.
Kesimpulannya, tambah Roy, pemberian Keris Emas "Kyai Garuda Yaksa" Luk-13 dari Prabowo ke Jokowi kemarin sangat banyak maknanya, bisa berarti positif sebagai simbol persatuan dan legitimasi kepemimpinan dari 'murid' ke 'gurunya', sebagaimana juga diakui dalam narasi pidatonya sebelumnya.
"Namun tidak salah kalau ada juga yang mengartikan sebagai "buang sial" dengan pemilihan jumlah lekukan/Luk 13 di bilah kerisnya."
"Semoga saja kisah Keris Ken Arok yang sempat terjadi pada abad (angka yang sama) ke-13 di atas tidak terjadi lagi di Indonesia, karena "pembunuhan" juga tidak mesti leterlijk diartikan secara harfiah tetapi bisa juga secara sosial, ekonomi dan politik," demikian Roy Suryo. (wan)
Topik:
Keris Kyai Garuda Yaksa Keris Jokowi Prabowo HUT Gerindra