AHY: Indonesia Harus Adaptif Hadapi Perang Dagang AS-China

Rizal Siregar
Rizal Siregar
Diperbarui 13 April 2025 10:25 WIB
AHY Dalam panel diskusi The Yudhoyono Institute di Hotel Sahid, Jakarta (Foto: Rizal)
AHY Dalam panel diskusi The Yudhoyono Institute di Hotel Sahid, Jakarta (Foto: Rizal)

Jakarta, MI - Direktur Eksekutif The Yudhoyono Institute (TYI) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengatakan, Ketegangan perdagangan global yang dipicu kebijakan proteksionis Amerika Serikat menjadi sorotan utama dalam panel diskusi yang digelar The Yudhoyono Institute (TYI) di Hotel Sahid, Jakarta, Minggu (13/4/2025). 

Dalam forum bertema dinamika geopolitik dan tantangan ekonomi global ini, TYI menegaskan pentingnya kesiapan Indonesia dalam menghadapi eskalasi tarif dan risiko fragmentasi ekonomi dunia.

“Kenaikan tarif impor 32% terhadap produk Indonesia bukan hanya ancaman dagang, tapi simbol dari kembalinya pendekatan offensive realism dalam hubungan internasional,” ujar AHY.

TYI menyebut bahwa kebijakan ekonomi Presiden AS saat ini telah memicu reaksi berantai, termasuk dari Tiongkok yang kini mengenakan tarif hingga 145% terhadap produk asal AS.

Ketegangan ini, menurut data WTO dan IMF, telah menyebabkan penurunan volume perdagangan global sebesar 3% dan merosotnya pertumbuhan ekonomi dunia hingga 0,8%.

“Sayangnya, ini bukan teori konspirasi. This is not a hoax, ini fakta baru dunia yang harus kita hadapi bersama,” lanjutnya. 

Dalam konteks Indonesia, TYI menekankan perlunya memperkuat daya tahan ekonomi domestik melalui tiga langkah utama: menjaga daya beli masyarakat di tengah tekanan ekspor, mendorong transformasi digital dan ekonomi hijau, serta memperluas pasar non-tradisional di kawasan global selatan seperti Timur Tengah, Afrika, hingga Amerika Latin.

“Kita harus menjadikan krisis ini sebagai titik balik. From crisis to opportunity, dorong transformasi, percepat digitalisasi, dan bangun ekonomi hijau yang tahan masa depan,” jelasnya.

TYI juga menyoroti pentingnya menjaga aliansi ekonomi kawasan. “ASEAN harus bersatu menyuarakan perdagangan yang adil dan terbuka. Jangan sampai kita terpecah oleh agenda masing-masing negara,” katanya.

Didirikan pada 10 Agustus 2017 oleh Bapak SBY, TYI merupakan lembaga fintech dan pemikir kebijakan publik yang konsisten mengembangkan strategi berbasis pada tiga pilar: liberty, prosperity dan security. 

Melalui kerja sama dengan lembaga-lembaga global seperti Universiti Kebangsaan Malaysia dan Stanford University, TYI terus mendorong kajian ekonomi strategis untuk menjawab tantangan zaman.

“Dalam dunia yang makin terfragmentasi, Indonesia tak boleh jadi penonton. Kita harus jadi pemain utama yang menawarkan solusi dan kolaborasi,” tutupnya. ***

Topik:

AHY Perang Dagang Ekonomi