Profil Soltoni Mohdally: Hakim Agung yang Namanya Disebut dalam Sidang Kasus Industri Gula

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 9 Mei 2025 15:38 WIB
Hakim Agung Sultoni Mohdally (Foto: Dok MI)
Hakim Agung Sultoni Mohdally (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Soltoni Mohdally, adalah seorang tokoh penting dalam dunia peradilan Indonesia. Lahir di Mesir Ilir, Lampung pada 3 Februari 1949, ia memulai karirnya di dunia hukum pada tahun 1970 sebagai staf di Pengadilan Negeri Tanjung Karang. 

Setelah 10 tahun berkutat di dunia peradilan, pada tahun 1980, Soltoni diangkat sebagai hakim. Sejak saat itu, karirnya terus berkembang, melayani di berbagai Pengadilan Negeri di seluruh Sumatera, hingga akhirnya menjadi Hakim Agung pada tahun 2010.

Lulusan sarjana hukum pada Universitas Lampung ini selanjutnya ditugaskan di Pengadilan Negeri Bungko, Pengadilan Negeri Lahat, Wakil Ketua Pengadilan Negeri Lubuk Linggau, dan Ketua Pengadilan Negeri Muara Enim. 

Tuntas menjelajahi Sumatera, tahun 1998 karir hakimnya mulai menapaki pulau Jawa dengan menjadi Hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Barat dan Ketua Pengadilan Negeri Karawang. Tahun 2003, ia kembali ke Pulau Sumatera dan mengemban amanah sebagai Ketua Pengadilan Negeri Medan.

Pada tahun 2006, ia menjabat sebagai Hakim Tinggi dan bertugas di Pengadilan Tinggi Makassar. Karirnya kemudian berlanjut sebagai Hakim Tinggi di Pengadilan Tinggi Jakarta dan Ketua Pengadilan Tinggi Banjarmasin. Pada tahun 2010, Soltoni Mohdally, SH., MH dilantik menjadi Hakim Agung.

Soltoni Mohdally Disebut dalam Sidang Kasus Industri Gula

Dalam persidangan yang berlangsung pada Rabu (7/5/2025), Eks pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar mengungkapkan bahwa dia pernah berkonsultasi dengan Soltoni Mohdally terkait sebuah kasus perdata industri gula. 

Kasus ini menjadi sorotan setelah Zarof mengaku terlibat dalam praktik makelar kasus (markus), baik dalam perkara pidana maupun perdata. Zarof mengungkapkan bahwa dia memperoleh informasi tentang perkembangan perkara melalui diskusi dengan Soltoni, yang saat itu menjabat sebagai Hakim Agung.

"Sehingga kemudian saudara bisa tahu bagaimana perkembangan dan mempelajari berkas, apakah ada pihak yang bisa saudara mintai bantu untuk data?" tanya jaksa.

"Iya, saya tanya-tanya itu. Terus saya lihat juga, oh di PN menang, di PT menang. Saya berspekulasi ini pasti menang. Saya tanya ke temen-temen, nah ini ada perkara ini, diskusi-diskusi, ya di MA, saya semua orang saya tanyai pak," jawab Zarof.

"Pada saat itu kan saudara masih menjabat?" tanya jaksa.

"Jadi kalau waktu itu saya tanya yang ini dengan Pak Sultoni, saya tanya sama Pak Sultoni, gini-gini, beliau, paling gampang itu ditanya soal perkara apapun," jawab Zarof.

"Pak Sultoni ini siapa?" tanya jaksa. "Hakim Agung pak," jawab Zarof. "Apakah yang kaitanya menangani perkara ini atau?" tanya jaksa.

"Waktu itu tidak," jawab Zarof. "Saudara maksudnya melakukan konsultasi?" tanya jaksa. "Iya," jawab Zarof.

Zarof mengaku menerima uang sebesar Rp 50 miliar terkait pengurusan kasasi kasus tersebut. Selain itu, ia juga mengaku mendapat uang Rp 20 miliar terkait pengurusan peninjauan kembali (PK) kasus tersebut. "Kemudian?" tanya jaksa.

"Ya udah, kalau gitu, oh ini begini, pembeli lelang ini, ceritanya kan ini pembeli lelang. Dan ini benar semuanya gitu kan, ya udah saya diam aja. Udah itu, orangnya datang, saya minta kalau nggak salah untuk kasasi itu, pertama itu saya minta yang Rp 50 miliar, pas PK-nya saya dikasih sekitar Rp 20 miliar dan itu semuanya utuh sama saya," jawab Zarof.

Topik:

soltoni-mohdally profil hakim-agung korupsi-gula zarof-ricar