DPR Kecam Paulus Tannos: Buronan e-KTP Hina Kedaulatan Hukum Indonesia


Jakarta, MI - Manuver hukum buron kasus korupsi e-KTP, Paulus Tannos, yang menolak diekstradisi dan mengajukan penangguhan penahanan di Singapura, menuai kecaman keras dari DPR RI. Anggota Komisi XIII dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Mafirion, menyebut tindakan tersebut tidak hanya sebagai upaya lari dari keadilan, tetapi juga bentuk nyata pelecehan terhadap kedaulatan hukum Indonesia.
“Kami mengecam upaya penghindaran hukum oleh tersangka kasus e-KTP ini. Ini bukan sekadar soal korupsi, tapi sudah menyentuh ranah kedaulatan hukum negara. Negara tidak boleh tunduk pada seorang buronan yang telah merugikan negara. Penegakan hukum harus ditegakkan secara tegas dan adil,” kata Mafirion kepada wartawan di Jakarta, Senin (2/6/2025).
Menurut Mafirion, upaya Paulus Tannos untuk tetap tinggal di luar negeri meskipun sudah ditetapkan sebagai buronan adalah tamparan keras bagi martabat bangsa. Ia menegaskan bahwa membiarkan pelaku korupsi bermanuver bebas di luar negeri sama saja dengan membiarkan harga diri hukum Indonesia diinjak-injak.
“Jika buronan korupsi dibiarkan bebas bermanuver di luar negeri, maka yang dipertaruhkan adalah kehormatan kita sebagai bangsa berdaulat. Ini bukan hanya soal Paulus Tannos, ini soal prinsip penegakan hukum yang tak bisa dinegosiasikan,” tegasnya.
Paulus Tannos, yang telah masuk daftar buron Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak 2021, diketahui ditangkap di Singapura pada Januari 2025 atas permintaan resmi dari pemerintah Indonesia. Namun, alih-alih menyerahkan diri, Tannos justru mengajukan permohonan penangguhan penahanan dan menolak proses ekstradisi ke tanah air.
Mafirion pun mendesak pemerintah Indonesia, terutama Kementerian Hukum dan HAM, untuk bertindak cepat dan tegas. Ia meminta agar proses ekstradisi dikawal secara agresif, baik secara hukum maupun diplomatik, termasuk memastikan kelengkapan seluruh dokumen pendukung.
“Pemerintah harus menjalin koordinasi yang intensif dengan otoritas Singapura. Perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura yang telah disahkan sejak awal 2023 tidak boleh sekadar jadi dokumen di atas kertas. Ini adalah saat yang tepat untuk membuktikan komitmen bersama dalam memberantas kejahatan lintas negara,” ujarnya.
Tak hanya itu, Mafirion juga menekankan pentingnya langkah pencegahan lain seperti pembekuan paspor dan pencabutan seluruh akses keimigrasian milik Paulus Tannos.
“Saya mendorong agar Kementerian Hukum dan HAM segera berkoordinasi lintas lembaga — dengan Dirjen Imigrasi, Dirjen Pemasyarakatan, serta KPK — guna membekukan paspor dan mencegah segala bentuk celah pelarian. Jangan beri ruang satu inci pun bagi buronan ini untuk lolos,” katanya dengan nada tegas.
Di akhir pernyataannya, Mafirion menyebut kasus Paulus Tannos sebagai ujian besar bagi keseriusan Indonesia dalam menegakkan hukum dan memerangi korupsi.
“Keberhasilan membawa pulang Paulus Tannos akan menjadi bukti konkret bahwa Indonesia tidak mentoleransi korupsi dalam bentuk apa pun. Ini adalah momentum untuk menunjukkan bahwa penegakan hukum kita tidak bisa dibeli, tidak bisa ditawar,” pungkasnya.
Topik:
Korupsi E-KTP DPR Hina Hukum Indonesia