Raja Ampat: Surga Dunia Yang Terancam Rusak Karena Tambang Nikel!

Albani Wijaya
Albani Wijaya
Diperbarui 5 Juni 2025 16:25 WIB
Aktifitas Pertambangan di Pulau Gag Kawasan Raja Ampat (Foto: Ist)
Aktifitas Pertambangan di Pulau Gag Kawasan Raja Ampat (Foto: Ist)

Jakarta, MI- Greenpeace Indonesia menyoroti aktfitas penambangan nikel yang berlangsung di wilayah Raja Ampat, Papua. Greenpeace mencatat bahwa aktifitas penambangan nikel tersebut terjadi di pulau-pulau kecil dikawasan Raja Ampat, yakni pulau Gag, Pulau Kawe dan pulau Manuran.

Padahal sejatinya penambangan nikel di ketiga pulau yang terletak di Kawasan Raja Ampat tersebut tidak diperbolehkan sebagai mana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Greenpeace mencatat bahwa penambangan nikel di ketiga pulau kecil tersebut telah membabat 500 hektar lebih hutan dan vegetasi alami yang ada. Aktifitas penambangan nikel tersebut dapat merusak ekosistem hutan dan laut. Tentunya hal tersebut juga akan berdampak pada habitat alami bagi satwa, baik yang hidup di darat maupun laut.

Kepala Global Greenpace untuk Kampanye Hutan Indonesia, Kiki Taufik juga menyoroti wilyah Selat Dampier yang ada di kawasan Raja Ampat. Ia mengatakan bahwa selat tersebut merupakan habitat dari ribuan spesies ikan dan terumbu karang, salah satunya merupakan tempat ikan pari manta (Mobula Birostris) hidup. Namun kini kehidupan biota laut tersebut semakin terancam dengan adanya aktifitas penambangan nikel di kawasan Raja Ampat.

“Jadi ada wilayah di Raja Ampat itu namanya Selat Dampier, di Selat Dampier itu arusnya kencang tapi di selat itulah dimana manta, manta ray yang besar itu mereka itu hidup,” kata Kiki, Selasa (3/6/2025).

Sebelumnya, Organisasi Wahana lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Papua juga mencatat bahwa sampai saat ini ada 4 izin usaha pertambangan (IUP) nikel yang telah dikeluarkan di wilayah Papua. Diantaranya yakni Pulau Gag, Pulau Manuran dan Pulau Kawe. Ketiga pulau kecil tersebut berada dikawasan Raja Ampat.

"Sampai saat ini ada 4 Izin Usaha Pertambangan Nikel yang dikeluarkan di wilayah Papua, 3 di antaranya berlokasi di pulau-pulau kecil di kawasan Raja Ampat yakni: Pulau Gag, Pulau Kawe dan Pulau Manuran," dikutip dari siaran pers pada laman resmi Walhi Papua.

Walhi Papua menjelaskan bahwa Raja Ampat merupakan habitat alami bagi 1.600 jenis ikan dan tempat bagi 75% terumbu karang yang ada di dunia. Aktifitas penambangan di kawasan Raja Ampat dapat merusak ekosisitem tersebut.

"Gugusan pulau-pulau kecil di Raja Ampat memiliki kekayaan hayati yang beragam. Kepulauan ini merupakan rumah bagi lebih dari 1.600 spesies ikan, 75% spesies karang yang dikenal dunia" isi siaran pers Walhi Papua.

Walhi Papua menegaskan bahwa Pasal 35 huruf K UU 27 Tahun 2007 jo UU 1 Tahun 2014 telah melarang aktifitas pertambangan di pulau-pulau kecil yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan dan merugikan masyarakat sekitar. Namun nyatanya aktifitas penambangan tersebut masih terus dilakukan, bahkan Walhi mencatat ada 4 IUP Nikel yang telah dikeluarkan.

"Pertambangan pada pulau-pulau kecil (dengan luasan lebih kecil atau sama dengan 2000 Km2) yang secara teknis dan/atau ekologis dan/atau sosial dan/atau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan Masyarakat sekitarnya dengan jelas dilarang untuk dilakukan, sebagaimana yang tertera dalam Pasal 35 huruf K UU 27 Tahun 2007 jo UU 1 Tahun 2014," bunyi siaran pers Walhi Papua.

Walhi Papua mengecam pemberian izin penambangan nikel pada ketiga pulau di kawasan Raja Ampat tersebut. Hal itu karena telah bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Topik:

Greenpeace Walhi Raja Ampat Tambang Nikel Raja Ampat Papua