Menperin Ungkap 85 Persen Bahan Baku Farmasi Indonesia Masih Bergantung Impor

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 17 November 2025 17:46 WIB
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita (Foto: Dok Kemenperin)
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita (Foto: Dok Kemenperin)

Jakarta, MI - Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengungkapkan bahwa sekitar 85 persen bahan baku farmasi yang digunakan industri dalam negeri masih didatangkan dari luar negeri, terutama India dan China. 

Meski demikian, Agus menegaskan bahwa industri hilir Indonesia sebenarnya sudah menunjukkan kekuatan signifikan. Sebanyak 95 persen produk obat jadi yang beredar di pasar saat ini telah diproduksi di dalam negeri. 

“Saat ini bahan baku farmasi kita masih sekitar 85 persen impor, terutama dari India dan China. Kita hanya bisa mematahkan dominasi India dan China kalau mampu mengembangkan bahan baku dari kekayaan alam kita sendiri,” ujar Menperin dalam Indonesia Pharmaceuticals and Cosmetics for Sustainability (IPCS) 2025. dikutip Senin (17/11/2025).

Ia memaparkan bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk menghasilkan bahan baku obat dari sumber daya alam lokal, seperti tanaman obat dan minyak atsiri yang tersebar di berbagai daerah. 

Potensi tersebut menjadi modal penting untuk memperkuat struktur industri farmasi nasional, sehingga Indonesia tidak hanya bergantung pada bahan baku impor, tetapi juga mampu memenuhi kebutuhan domestik dari produksi sendiri.

“Kita sudah punya contoh, misalnya bahan aktif berbasis tanaman obat, seperti meniran, yang sudah diekspor ke Inggris. Itu artinya industri kita sudah bisa memenuhi standar yang tinggi, karena Inggris itu salah satu negara dengan regulasi obat yang paling ketat. Ini bukti bahwa kemampuan riset dan inovasi kita mulai diakui di tingkat global,” jelasnya.

Menperin menambahkan, sektor industri kimia, farmasi, dan obat tradisional juga terus menunjukkan pertumbuhan yang kuat. Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), sektor tersebut tumbuh 11,65 persen secara tahunan pada triwulan III-2025, jauh di atas pertumbuhan ekonomi nasional yang berada di level 5,04 persen.

Nilai investasi di sektor ini telah mencapai Rp65,9 triliun, sementara ekspornya menyentuh USD 15,22 miliar. Kinerja tersebut ikut menopang sektor manufaktur nasional yang berkontribusi 17,39 persen terhadap PDB dan menyerap lebih dari 20 juta tenaga kerja.

“Capaian ini menunjukkan bahwa sektor industri manufaktur, termasuk farmasi dan kosmetik, terus menjadi penopang utama perekonomian nasional. Kita perlu menjaga momentum ini dengan memperkuat rantai pasok dan nilai tambah di dalam negeri,” kata Menperin.

Ia melanjutkan, pengembangan industri farmasi dan kosmetik nasional harus berjalan seiring dengan inovasi dan penerapan prinsip keberlanjutan (sustainability). Kemenperin terus memperkuat ekosistem industri hijau, mendorong efisiensi energi, pemanfaatan bahan baku ramah lingkungan, serta penerapan green chemistry dalam proses produksi.

Selain itu, industri kosmetik dan obat berbasis bahan alam juga sedang dipersiapkan untuk menghadapi kewajiban Sertifikasi Halal pada Oktober 2026, yang diyakini akan semakin memperkuat posisi produk nasional di pasar global.

“Industri kini tidak lagi hanya berbicara tentang efisiensi dan profit, tetapi juga tentang dampak sosial dan lingkungan. Prinsip keberlanjutan harus menjadi bagian dari budaya industri kita,” tutupnya.

Topik:

bahan-baku-farmasi impor menperin