Di balik Konflik Tanah Kalla Group – Lippo Group Terselip Nama Mulyono, Siapa Dia?
Jakarta, MI - Nama Mulyono terselip di balik kasus tanah Jusuf Kalla, PT Hadji Kalla, Lippo Group melalui PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD).
Bahwa dalam perkara gugatan PT GMTD, tercatat nama Mulyono merupakan orang yang dianggap sebagai pemilik tanah 16,4 hetare yang kini diributkan itu.
Bahwa PT GMTD menggugat Mulyono cs, M Manyombalang Dg. Solong karena mereka yang mengklaim tanah tersebut lewat dokumen-dokumen (meskipun dugaan palsu oleh Kalla Grup).
Maka dapat dikatakan bahwa Mulyono lah orang yang paling dicari pihak PT Kalla Grup sebab ulahnya di zaman lampau muncul dokumen “tandingan”.
“Mereka penyebab semua ini. Ada drama gugat menggugat di atas lahan tersebut akibat komplotan para pemalsu ini,” tuding Subhan Mappatunrung, representasi Kalla Grup dikutip pada Kamis (20/11/2025).
Siapa Mulyono?
Mulyono adalah warga Tionghoa yang merupakan pengusaha property zaman 1980-an. Dia tinggal di Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) sebelum akhirnya menetap di Jalan Kemanggisan Jakarta Barat.
Hal itu berdasarkan data KTP gugatan terakhir di Pengadilan Negeri (PN) Makassar saat mendaftarkan gugatan lain. Sementara berdasarkan keterangan Musdalifah, istri ketiga Manyombalang Dg Solong, Mulyono pengusaha property perumahan di Jalan Andi Tonro bernama Pondok Indah.
Di dalam perumahan itu hanya ada belasan unit perumahan.
“Katanya pernah menetap di sini, tapi saya tidak pernah ketemu pak. Katanya sudah pindah, dia hanya sering berkomunikasi dengan mantan suami saya dulu, (Manyombalang Daeng Solong, red),” kata Musdalifah kepada wartawan.
Mulyono bernama lengkap Mulyono Tanuwijaya, atau dikenal juga sebagai Tan Fu Yong. Pengusaha properti tahun 1980-an setelah itu banyak sebagai pengusaha tanah.
Bisnisnya banyak terafiliasi dengan Hj Najmiah, pengusaha tanah Makassar yang meninggal Mei 2016 silam.
Informasi yang beredar menyebutkan bahwa sebelum eksekusi lahan sengketa Kalla Grup – PT GMTD, sekitar April 2025 lalu dia masih sempat ke Makassar menemui keluarga dan rekan bisnisnya.
Seperti diketahui berdasarkan penelusuran dokumen Kementerian ATR/BPN, tanah 16,4 hektare di Makassar itu punya dua dasar hak yang berbeda.
Dasar pertama, sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama PT Hadji Kalla. Sertifikat ini diterbitkan Kantor Pertanahan Kota Makassar pada 8 Juli 1996. Sertifikat itu berlaku hingga 24 September 2036.
Dasar kedua, ada Hak Pengelolaan (HPL) atas nama PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) Tbk. Dasar ini berasal dari kebijakan Pemerintah Daerah Gowa dan Makassar sejak tahun 1990-an.
Selain kedua dasar hak tersebut, sengketa ini juga berkaitan dengan gugatan dari Mulyono serta putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor 228/Pdt.G/2000/PN Makassar dalam perkara antara GMTD melawan Manyombalang Dg. Solong, di mana GMTD dinyatakan sebagai pihak yang menang.
Berdasarkan dokumen salinan putusan pengadilan, Mulyono menggunakan sertifikat tanah nomor 25 atas nama Hamid Lau sebagai dasar klaim kepemilikan.
Namun, sertifikat tersebut ternyata sudah dibatalkan oleh Kanwil BPN Makassar, dan posisinya pun tidak berada di lahan yang selama ini diklaim. Sertifikat milik Hamid Lau yang dijadikan dasar oleh Mulyono sudah tidak memiliki kekuatan hukum karena telah dicabut oleh BPN.
Mulyono Tanuwijaya pada awalnya bukan pemilik tanah, melainkan orang yang diberi kuasa oleh H. Pammusureng untuk menjaga dan mencarikan pembeli bagi tanah tersebut puluhan tahun lalu.
Namun seiring waktu, setelah Pammusureng meninggal dunia dan ahli warisnya tidak lagi mengetahui secara detail peta kepemilikan, Mulyono disebut justru menguasai dokumen penting tanah seperti rincik, sertifikat, dan akta jual beli (AJB).
Tanah yang kini disengketakan berada di Blok 5, sementara dokumen milik Hamid Lau yang digunakan Mulyono justru tercatat berada di Blok 6 dengan rincik nomor 6, persil 50 DVV1V, kohir 327, wilayah berbeda yang secara administratif tidak bersinggungan.
Langkah hukum Mulyono untuk mempertahankan klaimnya berujung kandas. Dalam putusan Peninjauan Kembali (PK) tahun 2025, Mahkamah Agung menolak permohonannya terhadap ahli waris Hj. Nurhayana dan kawan-kawan, sekaligus menghukumnya membayar biaya perkara sebesar Rp2,5 juta.
Putusan ini memperkuat fakta bahwa tanah di kawasan Tanjung Bunga, seluas 65 hektare lebih di sejumlah titik, merupakan milik keluarga Pammusureng/Nurhayana.
Sertifikat dan AJB pembelian lahan itu telah ada sejak 1980-an, jauh sebelum nama Mulyono atau Hamid Lau muncul dalam sengketa.
Bahkan Andi Mulyadi, perwakilan keluarga ahli waris Pammusureng, menegaskan pihaknya akan melaporkan Mulyono ke kepolisian apabila masih melakukan aktivitas di atas lahan mereka.
“Kami akan meminta perlindungan hukum dan menuntut agar segala kegiatan serta papan bicara atas nama Mulyono segera dicabut,” tandasnya.
Topik:
Mulyono Kalla Group Lippo Group Jusuf KallaBerita Sebelumnya
Waspada! Penipuan Online Bermodus Coretax Marak Sasar Wajib Pajak
Berita Selanjutnya
Seppalga Ahmad Tak Lagi Menjabat sebagai Komisaris Independen Jasa Marga
Berita Terkait
JK soal Penganugerahan Gelar Pahlawan Soeharto: Beliau Banyak Jasanya
10 November 2025 14:47 WIB
DPR Desak Pengusutan Dugaan Keterlibatan Lippo Group Cs di Kasus Mafia Tanah Rugikan Jusuf Kalla
6 November 2025 15:35 WIB
Presdir PT BRN Halim Kalla: Adik Jusuf Kalla Tersangka Korupsi PLTU 1 Kalbar Rp 1,35 Triliun
6 Oktober 2025 16:56 WIB