Soal Penutupan TPL, Presiden Jokowi Diminta Respon Aspirasi Rakyat Tapanuli

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 28 Juli 2021 14:19 WIB
Medan, Monitorindonesia.com - Aliansi Gerak Tutup PT Toba Pulp Lestari (TPL) dan perwakilan dari komunitas Masyarakat Adat sekitar Danau Toba mengggelar aksi unjukrasa di depan kantor PT. TPL, Gedung Uniplaza, Jl. MT Haryono, Medan, Sumatera Utara, Rabu (28/7/2021). Massa mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memiliki itikad baik untuk bertemu dengan TIM 11, Peserta Aksi Jalan Kaki (Ajak) Tutup TPL dan perwakilan Aliansi Gerak Tutup TPL yang saat ini sudah berada di Jakarta. "Kami mendesak pemerintah mendengarkan tuntutan rakyat untuk Tutup TPL," ujar koordinator aksi Brema Sitepu. Brema juga meminta kepada Pemerintah Indonesia melalui Presiden Joko widodo serta Menteri KLHK untuk menutup PT. TPL karena dianggap menjadi akar masalah dari banyaknya konfllik struktural, bencana ekologis, dan deforestasi kawasan hutan yang berada di wilayah konsesinya. "Kami juga meminta pemerintah mengusut tuntas segala persoalan yang diakibatkan oleh PT TPL," katanya. Ia menjelaskan, PT TPL sejak awal kehadirannya perusahaan yang dahulu bernama PT. Inti Indorayon Utama tersebut sudah memunculkan beragam kontroversi, membawa persoalan bagi Rakyat dan Lingkungan Hidup, hingga mendapat penolakan dari masyarakat. Selama 30 tahun lebih TPL telah menyebabkan banyak penderitaan terhadap masyarakat di Kawasan Danau Toba, antara lain merampas ruang hidup masyarakat, menghancurkan ekosistem Danau Toba dan kerap melakukan kejahatan kemanusiaan. Diketahui bahwa TPL sampai saat ini memiliki konsesi seluas 167.192 hektar dan tersebar di 12 Kabupaten yakni Simalungun, Asahan, Toba, Samosir, Dairi, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Pakpak Barat, Padang Lawas Utara, Humbang Hasundutan dan Kota Padang Sidempuan. Melalui izin konsesi 493/Kpts-II/1992 tanggal 1 Juni 1992 jo SK.307/Menlhk/Setjen/HPL.0/7/2020 Tanggal 28 Juli 2020 dengan status permodalan PMA & Perusahaan Terbuka B-139/Pres/5/1990 Tanggal 11 Mei 1990 (Surat Pemberitahuan Tentang Keputusan Presiden RI No. 07/V/1990 dan Izin Usaha Industri SK Nomor 627/T/INDUSTRI/1995. Brema mengungkap aktifitas TPL berkontribusi terhadap deforestasi skala besar di Bentang Alam Tele. Aliansi Gerakan Rakyat Tutup TPL menemukan bahwa setidaknya 22.000 hektar kawasan hutan di Bentang Alam Tele sudah dihancurkan oleh PT. TPL dan kemudian ditanami dengan eukaliptus dengan sistem Perkebunan Monokultur. Dari total 22.000 Ha hutan yang dihancurkan, 4.000 hektar diantaranya berada di dalam kawasan Hutan Lindung. "Tindakan pengerusakan kawasan hutan lindung yang dilakukan oleh PT. TPL di Bentang Alam Tele menunjukkan bahwa PT. TPL telah melakukan perbuatan melanggar hukum dan menyebabkan besarnya potensi bencana ekologis serta kerusakan lingkungan hidup," katanya. Selain itu, perusahaan yang mengekspor bubur kertas ini diduga telah melakukan pelanggaran yang merugikan Negara. TPL dituding kerap melakukan kekerasan terhadap masyarakat, mulai dari intimidasi, kriminalisasi, penganiayaan hingga pelarangan petani untuk bertani di tanah sendiri. Haruslah diingat bahwa di masa lalu terjadi kekerasan bersenjata yang mengakibatkan setidaknya dua orang sipil wafat: Ir Panuju Manurung (26 November 1998) dan Hermanto Sitorus (21 Juni 2000). Lalu, tercatat selama kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir (2016-2021) PT TPL telah melakukan kejahatan kemanusiaan terhadap masyarakat sebanyak 63 orang. Kasus teranyar, ketika PT TPL pada 18 Mei 2021 melakukan kekerasan terhadap 12 warga Masyarakat Adat Marga Simanjuntak di Desa Natumingka. Kasus terakhir ini yang memicu rasa marah dan geram yang meluas di masyarakat luas, termasuk Togu Simorangkir, Anita Hutagalung dan Irwandi Sirait yang dengan spontan merencanakan aksi jalan kaki Toba-Jakarta untuk meminta Presiden Jokowi menutup perusahaan ini secara permanen.[

Topik:

Presiden Jokowi Tutup TPL