Kompolnas Minta Polisi Pengeroyok Warga di Nunukan Diberi Sanksi Pidana

Syamsul
Syamsul
Diperbarui 31 Desember 2021 13:18 WIB
Jakarta, Monitorindonesia.com- Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti berharap pemeriksaan terhadap oknum anggota Polres Nunukan tidak berhenti pada sanksi disiplin atau etik akan tetapi perlu sanksi pidana. Hal tersebut dikatakan Poengky saat menanggapi adanya oknum anggota polisi di Nunukan, Kalimantan Utara yang diperiksa Propam Polres Nunukan terkait kasus dugaan pengeroyokan terhadap warga berinisial R (21), warga Jalan Antasari Baru pada Sabtu (25/12/2021), di depan toko tempatnya bekerja di Jalan Tien Soeharto, Nunukan Timur. Poengky mengatakan tindakan yang dilakukan oleh dua oknum polisi tersebut masuk dalam tindak pidana juga dikategorikan sebagai tindakan penyiksaan. "Kami sangat menyesalkan adanya dugaan pengeroyokan oleh anggota Polres Nunukan. Meskipun para anggota yang diduga terlibat saat ini sedang diperiksa Propam, saya menganggap tindakan ini sudah masuk sebagai tindak pidana, sehingga kami berharap pemeriksaan tidak akan berhenti pada sanksi disiplin atau etik, melainkan perlu diproses pidana," kata Poengky kepada wartawan, Jum'at (31/12/2021). "Tindakan kekerasan berlebihan yang dilakukan oleh beberapa anggota Polres Nunukan ini juga dapat dikategorikan sebagai tindakan penyiksaan," sambungnya. Poengky menambahkan, seharusnya semua aparat negara maupun aparat pemerintah memberlakukan taka ada toleransi terhadap tindakan penyiksaan. "Padahal Indonesia sudah meratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan, sehingga seharusnya semua aparat negara dan aparat pemerintah memberlakukan zero tolerance terhadap penyiksaan," jelasnya. Di Polri, kata Poengky, juga ada Perkap Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam menjalankan tugas-tugas kepolisian yang mengadopsi konvensi-konvensi HAM internasional yang sudah diratifikasi Pemerintah Indonesia, termasuk Konvensi Anti Penyiksaan. "Oleh karena itu seluruh anggota Polri seharusnya menaati dan melaksanakannya dalam tugas dan kehidupan sehari-hari," pungkasnya. Sebelumnya, oknum anggota Samapta Bhayangkara (Sabhara) Polres Nunukan, dilaporkan R (21) ke Propam Polres Nunukan. Dalam laporannya R menyebut telah dikeroyok dan ditodong dengan pistol oleh terlapor dan temannya, setelah sebelumnya terlibat cekcok. Laporan penganiayaan disampaikan pihak keluarga R pada Senin 26 Desember 2021 atau satu hari setelah R dilepaskan dari penyekapan di sebuah rumah kos tempat tinggal sejumlah oknum Sabhara. “Dari pukul 01:00 dini hari sampai sekitar jam 06:00 Wita saya dikurung atau disekap di rumah kos Jalan Kampung Becce, Pasar Baru, Kelurahan Nunukan Timur, Kecamatan Nunukan,” kata Ridwan pada Niaga.Asia, Rabu (29/12). Awal penganiayaan bermula dari salah paham antara R dengan oknum Sabhara berpakaian sipil. Pemuda yang sehari-hari bekerja sebagai karyawan toko melambaikan tangan kepada sekitar 4 orang yang melintas menaiki sepeda motor. Melihat R melambaikan tangan, oknum Sabhara berhenti dan datang menghampiri korban yang saat itu duduk-duduk bersama temannya. Tanpa banyak pembicaraan oknum Polisi turun dari sepeda motor mengajak berkelahi. “Dia turun dari motor datang ngajak kelahi, maklumlah namanya remaja langsung reflek saya pukul duluan dia,” kata R. Usai terkena pukulan, oknum Polisi pergi meninggalkan tempat kejadian. Namun tidak berapa lama kembali datang bersama teman-temannya melakukan pengeroyokan kepada R sembari menodongkan pistol ke bagian kepala korban. Tidak cukup melakukan pengeroyokan, pelaku membawa korban menggunakan sepeda motor ke sebuah rumah kos yang diduga tempat tinggal sejumah anggota Polisi mulai pukul 01:00 Wita sampai pagi. (Wawan)