Jari Tangan Bocah di Kediri Hancur Setelah Terkena Petasan

wisnu
wisnu
Diperbarui 25 April 2022 03:23 WIB
Kediri, MI - Jari-jari seorang bocah usia sembilan tahun di Desa Blabak, Kecamatan Kandat, Kabupaten Kediri hancur akibat terkena petasan sulut. Korban bernama DA (9) bakal tak menyangka jari tangannya karena terkena ledakan petasan ketika bermain. "Korban ini awalnya berangkat dari rumah mengendarai sepeda angin tanpa pamit kepada kedua orangtua-nya untuk pergi jalan-jalan setelah makan sahur," kata Kapolsek Ngadiluwih AKP Iwan Setyo Budhi kepada wartawan, Ahad (24/4). Di Jalan Kromosari masuk Desa Banjarejo, Kecamatan Ngadiluwih, korban sedang melihat ada orang yang sedang menyulut petasan. Petasan itu, kata dia, setelah disulut ternyata tidak meledak. Kemudian oleh korban, petasan tersebut ditendang kemudian diambil menggunakan tangan kanan. Namun, setelah diambil petasan itu justru meledak. [caption id="attachment_426066" align="aligncenter" width="300"] Jari tangan bocah di Kediri hancur usai terkena petasan. (Foto: Dok/Ist)[/caption] "Dengan kejadian tersebut korban mengalami luka pada tangan kanan hancur," ujar dia. Kejadian tersebut juga sempat terekam kamera warga dan viral. Di video, korban langsung berjalan dengan tangan yang sudah hancur. Bahkan, ia tidak nampak menangis. Di sekitar lokasi, juga banyak warga, namun mereka seakan diam saja dan hanya menyuruh bocah itu untuk pulang. Bahkan, awalnya, bocah itu hendak mengendarai sepeda-nya, hingga kemudian warga menolong membawakan sepeda bocah itu. Saat ini, bocah tersebut sudah dibawa ke rumah sakit untuk perawatan lebih lanjut. Polisi yang menerima laporan kasus itu juga langsung bertindak. Polisi memeriksa sejumlah saksi kasus tersebut. Mereka dimintai keterangan terkait dengan kepemilikan petasan itu. Polisi juga mengimbau warga untuk berhati-hati tidak bermain petasan, sebab membahayakan. Selain membahayakan diri sendiri juga membahayakan orang lain. Mereka yang terlibat dalam penyalahgunaan petasan, bisa terancam melanggar Pasal (1) UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dengan ancaman maksimal pidana mati, seumur hidup atau 20 tahun penjara.