Anggota DPRD Inhu Bakal Periksa Keberadaan Industri Pabrik Kelapa Sawit dan Harga Pasar

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 28 Agustus 2022 14:51 WIB
Indragiri Hulu, MI - Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Inhu, Riau bakal mengawali kinerjanya turun mengklarifikasi ke sejumlah perusahaan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang tidak memiliki kebun tetapi industrinya ada, pada hari Senin (29/8) besok. Demikan disampaikan oleh Ketua Komisi II DPRD Inhu Sugeng Riono merespons isu publik bahwa petani swadaya dimana harga sawit di sejumlah perusahaan industri pengolahan sawit yang cendrung jauh turun dari standar harga yang di tetapkan Disbun Prov Riau pada setiap priodenya. "Dalam waktu dekat, pekan depan komisi II yang membidangi perdagangan, industri dan ketahanan pangan dipastikan turun ke lapangan guna mengetahui pasti isu santer terkait harga sawit yang terus anjlok jika dibandingkan di daerah sekitar lebih tinggi mendekati angka Disbun Prov Riau", tegasnya kepada wartawan, Minggu (28/8). Hal itu, guna memastikan indikasi ada spekulan harga sawit dan timbangan yang mendekati ada terjadi dikalangan pelaku industri dan delivery order (DO) sebagai pemasok. Badan legislator, dan pengawasan tersebut juga akan melibatkan Disperindag, Dinas Pertanian Inhu dan terkait lainnya. Disebtukan, semua indstri pengolahan sawit non- plasma, agar tetap mengacu pada Nomor 77 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penetapan Harga Pembelian Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Produksi Pekebun di Provinsi Riau. "Jangan sampai ada yang melenceng dari aturan yang melahirkan harga yang ditetapkan Disbun Prov Riau," tegasnya. Peninjauan secara langsung kelapangan lanjutnya, selain mengklarifikasi harga, juga anggota. legislator dari fraksi partai Demokrat tersebut secara tegas menyampaikan pihaknya akan memeriksa setiap alat Ukut Takar Timbang (UUT), sarana timbangan dengan melibatkan mediator metrologi. "Sehingga diketahui pasti tentang kejanggalan dalam interaksi perniagaan selama ini," jelasnya. Menyangkut Peraturaan yang ada saat ini, tambah dia, bahwa PKS disyaratkan untuk memiliki kebun sendiri yang mampu memasok pabrik minimal 20 persen menjadi agendanya untuk di pastikan keberadaan kebon milik dan pendukung bahan baku setiap industri olah sawit di negeri ini. "Kehadiran pabrik tanpa kebun ini, seyogianya juga tak sejalan dengan dengan Peraturan Menteri Pertanian RI Nomor 98 Tahun 2013 Tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan. Permentan tersebut salah satunya mengatur mengenai keharusan bagi usaha industri pengolahan hasil kelapa sawit memenuhi paling rendah 20 persen kebutuhan bahan bakunya dari kebun yang diusahakan sendiri," tegasnya. Pantauan Monitorindonesia.com, pertumbuhan kesejahteraan ekonomi petani swadaya yang cendrung anjlok tidak selaras pada pertumbuhan pembangunan industri Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang terus bertambah pesat di 10 tahun terakhir ini. Petani mendambakan dengan berdirinya sejumlah industri pengolahan akan membawa perubahan yang signifikan pada harga standar murni dapat dinikmati ribuan jiwa penduduk petani mandiri. Namun impian itu kandas dikala harga sawit hasil tani dari kucuran keringatnya selalu lebih rendah Rp 500/Kg dibanding daerah tetanggan Jambi dan Pelalawan. Diketahui dan sudah menjadi rahasia umum di sejumlah industri PKS di Inhu peran pelaku monopoli tunggal dagang acap terjadi. Disebut-sebut nama Mr Among kini menjadi King Of The King ( Raja di atas Raja) pemasok tunggal sawit di PKS PT. KAS, PT. SSR dan PT SIR di Inhu menjadi perusak harga dan perontok hubungan mitra petani swadaya yang mumpuni ke industri sawit sekitar. Kehadiran Among berperan jadi Raja tunggal DO pada sejumlah industri berdampak pada kehancuran harga sawit bagi petani swada. Padahal Among yang dikenal bekas meneger Bank Panin itu tidak memiliki kebun apalagi kelompok tani atau koperasi, dengan mudah menjadi penguasa tunggal DO di sejumlah industri sawit di Inhu, perlu di berantas tuntas. Agar harga murni dapat dirasakan petani swadaya seperti di daerah tetangga sekitar. [Paruntungan]

Topik:

Sawit DPRD Inhu