Korupsi Dana Sawit BPDPKS

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 12 Mei 2024 17:17 WIB
Hambatan dalam pengusutan kasus pengelolaan dana sawit karena terintegrasi beberapa komponen produksi sehingga perlu kolaborasi dengan ahli ekonomi untuk mengusut tuntas kasusnya
Hambatan dalam pengusutan kasus pengelolaan dana sawit karena terintegrasi beberapa komponen produksi sehingga perlu kolaborasi dengan ahli ekonomi untuk mengusut tuntas kasusnya

Jakarta, MI - Sejak Kejaksaan Agung (Kejagung) memulai penyidikan terhadap dugaan kasus tindak pidana korupsi di Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) belum ada pihak-pihak yang ditersangkakan.

Meski belum menetapkan tersangka, Kejagung memastikan penyidikan kasus dugaan korupsi pengelolaan dana sawit oleh BPDPKS tahun 2015-2022 itu masih berjalan. 

Kasus ini naik ke tahap penyidikan pada 7 September 2023. Penyidikan dilakukan untuk mendalami pengembangan biodiesel dengan menggunakan dana yang dihimpun dari pungutan ekspor kelapa sawit pelaku usaha.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana  sempat mengatakan bahwa dugaan sementara dalam perkara ini berkaitan dengan permainan harga indeks pasar (HIP) biodiesel. Perbuatan ini diduga melanggar hukum dan telah merugikan keuangan negara. 

“Adapun posisi dalam perkara ini yaitu diduga adanya perbuatan melawan hukum dalam penentuan harga indeksi pasar biodiesel. Sehingga berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara,” ujar Ketut dalam pernyataan tertulis, Rabu (20/9/2023) lalu.

Sementara Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron pernah mengungkap potensi penyimpangan dalam program biodiesel B35. Menurutnya, ada pelanggaran dalam alokasi dana dalam bentuk subsidi kepada perusahaan sawit. 

Herman merasa apa yang dilakukan BPDPKS sudah jauh dari ruh pembentukan awal badan tersebut. 

Sejatinya, ia menyebut dana BPDPKS diperuntukkan bukan untuk mensubsidi harga biodiesel. “BPDPKS sudah jauh dari ruhnya. Saya semakin aneh karena kok kalau melihat alokasi anggaran sekarang menyimpang, dari sebelumnya untuk peremajaan dan peningkatan produktivitas petani sawit malah sekarang lebih banyak digunakan untuk subsidi selisih harga biodiesel,” katanya dalam acara peluncuran laporan Raksasa Penerima Subsidi di Cikini, Jakarta Pusat.

Herman mengutip laporan keuangan BPDPKS 2021 yang komposisinya sudah sangat jauh, di mana Rp51 triliun untuk subsidi selisih harga biodiesel dan hanya Rp1,3 triliun untuk peremajaan lahan sawit. 

Dia menegaskan aturan soal BPDPKS tertuang dalam UU Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan. Kemudian, lahir Peraturan Presiden Nomor 61 tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit. 

“Jenis kelamin BPDPKS ini gak jelas. Karena dia tidak masuk di Komisi IV, juga tidak masuk di Komisi VI. BPDPKS nyaris tidak ada pengawasan secara khusus terhadap pelaksanaan karena di bawah langsung Kemenko Perekonomian. Ini yang menurut saya pelanggarannya semakin jauh,” ungkap Herman.

“Kalau sekarang sebagian besar dananya digunakan untuk subsidi selisih harga biodiesel, sekali lagi saya pastikan ini adalah pelanggaran. Pelanggaran keuangan yang sesungguhnya sudah diamanatkan di dalam UU bahwa dana ini bukan untuk mensubsidi terhadap selisih harga biodiesel,” sambungnya. 

Bolak-balik ke Pengadilan Tipikor
Direktur Penghimpunan dana Badan Pengelola Dan Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) Sunari mengaku sering bolak-balik  Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. 

Hal itu, kata dia, terkait penyaluran dana BPDPKS untuk program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). "Saya sudah 7x ke pengadilan, Direktur Penghimpunan Dana sekaligus direktur PSR 7 kali jadi saksi fakta pengadilan Tipikor, tapi ini keuangan negara dan itu melalui jalur pidana," kata Direktur BPDPKS Sunari dalam Refleksi Industri Sawit 2023 dan Tantangan Masa Depan digelar Rumah Sawit Rakyat di Jakarta, Rabu (10/1/2024).

Saat ini ada dua jalur pengajuan PSR, yakni kemitraan dan jalur dinas. Melalui kemitraan, usulan PSR akan dibantu oleh perusahaan perkebunan untuk mengusulkan ke Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) lalu diverifikasi oleh surveyor lalu menuju BPDPKS untuk dilakukan pembayaran oleh BPDPKS.

Sedangkan jalur dinas verifikasi dan cek lapangan dilakukan di tingkat Kabupaten/Kota, dan kemudian lanjut ke Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan). Sunari mendorong pelaku usaha yang terlibat untuk bisa bekerjasama dengan baik dan jika tidak ingin terlibat dalam kasus hukum.

"Jadi kalau bapak ibu tidak ingin bersama kolaborasi baik dengan pemangku program dan BPDPKS yang akan menyalurkan dana, artinya menggunakan jalur birokrasi dinas, siap-siap kita ketemu di pengadilan," katanya.

Saking seringnya mendapat panggilan dalam kasus hukum, Sunari mengaku kenyang dan berharap tidak dipanggil kembali. "Saya udah kenyang dipanggil kejaksaan dipanggil saksi pengadilan Tipikor dan semua, 7 pengadilan itu kepala dinas ada di dalamnya. Jadi kami berharap karena kami badan layanan umum yang tugasnya banyak dari A sampai R mendorong hilirisasi, tolong jangan dipanggil-panggil pengadilan," katanya.

Baca selengkapnya soal 'Dongkrak Skandal Korupsi BPDPKS, Siapa Tergelincir?' di sini