Konten Hoaks Meningkat, Polda Jateng: Saring sebelum Shareing

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 4 Maret 2024 20:09 WIB
Kabidhumas Polda Jateng, Kombes Satake Bayu Setianto. (MI/Bidhumas Polda Jateng)
Kabidhumas Polda Jateng, Kombes Satake Bayu Setianto. (MI/Bidhumas Polda Jateng)

Semarang, MI - Polda Jawa Tengah (Jateng) meminta masyarakat berhati-hati terhadap banyaknya muatan berita palsu (hoaks). Masyarakat juga diimbau bertindak bijak dengan melakukan cross check dan bersikap kritis terhadap berita yang beredar terutama di laman media sosial.

"Lakukan saring sebelum sharing berita ke orang lain. Karena orang yang ikut menyebar hoaks dapat diancam dengan segudang pasal, baik KUHP maupun UU ITE," kata Kabidhumas Polda Jateng, Kombes Satake Bayu Setianto, Senin (4/3).

Satake menyebutkan, penyebaran hoaks meningkat pesat pada akhir 2023 dan awal 2024. Adapun konten terbanyak terkait Pemilu 2024.

"Berdasar data Mafindo disebutkan, platform YouTube menjadi tempat ditemukan hoaks terbanyak, yakni 44,6%. Diikuti Facebook (34,4%), TikTok (9,3%), Twitter atau X (8%), WhatsApp (1,5%), dan Instagram (1,4%)," jelasnya 

Namun demikian, konten hoaks yang bermuatan isu-isu lain seperti bencana alam hingga penawaran kredit perbankan juga banyak ditemui.

Untuk itu, dia mengimbau agar masyarakat segera menghapus konten hoaks atau melaporkannya ke polisi atau Kemenkominfo. 

Dengan tegas, dirinya juga meminta agar konten-konten hoaks jangan sampai disebarkan sehingga berpotensi merugikan orang lain.

Guna menangkal peredaran hoaks, pihaknya meminta  masyarakat bersikap kritis dan berkonsultasi dengan orang lain terkait beredarnya konten-konten tertentu di media sosial.

"Ada baiknya bergabung dengan grup-grup diskusi anti hoaks sehingga bisa menambah wawasan dan update informasi terkini," tuturnya

Menurut Satake, sejumlah langkah bisa dilakukan masyarakat untuk mengenali apakah suatu konten dikatakan hoaks atau tidak. 

Langkah-langkah tersebut diantaranya, pertama, mengidentifikasi sumber berita apakah itu berasal dari situs berita terkemuka, agen berita resmi, atau situs yang kurang dikenal. "Waspadai situs web dengan domain yang tidak biasa atau meniru situs resmi dengan menambahkan perubahan kecil pada nama domainnya," tegasnya. 

Kedua, memeriksa tanggal publikasi berita. Beberapa konten hoaks (lama) sengaja disebar sehingga menjadi viral lagi setelah beberapa tahun berlalu. Ketiga, memeriksa judul yang sensasional.

"Jika judul berita terdengar sangat sensasional atau menggegerkan, masyarakat agar mempertimbangkan untuk mencari sumber lain yang dapat mengonfirmasi berita tersebut," ungkapnya. 

Dan keempat, melakukan verifikasi fakta, yakni gunakan sumber-sumber terpercaya atau situs web verifikasi fakta untuk memeriksa apakah berita tersebut sudah diperiksa dan dikonfirmasi kebenarannya. Kelima, memeriksa kesesuaian dengan sumber resmi. 

"Jika berita mencantumkan pernyataan atau tindakan dari pejabat pemerintah atau organisasi resmi, perlu diperiksa apakah klaim tersebut sesuai dengan pernyataan resmi dari sumber tersebut," katanya.

Lantas untuk foto dan video, dia meminta untuk memeriksa apakah foto atau video yang digunakan dalam berita tersebut telah disunting atau diedit dengan cara yang dapat memanipulasi konteksnya. 

Ketujuh, agar mengevaluasi gaya bahasa. Dia menekankan  perlu juga diperhatikan bahasa yang digunakan dalam berita. "Hoaks sering kali menggunakan kata-kata berlebihan, emosi berlebihan, atau klaim yang tidak mendukung dengan bukti konkret," tandasnya. 

Kabidhumas menambahkan, kedelapan bahwa perlu juga memperhatikan tanda-tanda atau ciri-ciri umum yaitu hoaks sering kali memiliki berciri umum seperti tautan ke situs web yang mencurigakan, ejaan dan tata bahasa yang buruk, atau klaim yang sangat tidak masuk akal. Sedangkan kesembilan, yakni untuk menggunakan akal sehat di mana perlu dianalisa apakah isi konten yang beredar itu masuk akal atau realistis. 

"Bila tidak, kebenarannya perlu dipertanyakan," pungkasnya. (Estanto)