Mediasi PKBM Bina Asih Cibatu Purwakarta, Tergugat Minta Secara Terbuka di Sejumlah Media

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 22 Oktober 2024 23:59 WIB
Suasana sidang (Foto: Dok MI/Koswara)
Suasana sidang (Foto: Dok MI/Koswara)

Purwakarta, MI - Sidang Mediasi gugatan  terhadap PKBM Bina Asih Cibatu kembali di gelar di Pengadilan Negeri Purwakarta, Selasa (22/10/24) siang. 

Sekedar informasi Sidang ke 5 mediasi ini antara PKBM Bina Asih sebagai tergugat dengan penggugat Sopyan Sauri dari Komunitas Madani Purwakarta (KMP) yang mempersoalkan keabsahan izin izin PKBM Bina Asih.

Kuasa hukum tergugat PKBM Bina Asih Evi Saeful Bajri, SH dalam resume mediasi dengan penggugat  KMP Komisariat Jatiluhur dalam hal ini Sopian mengatakan pihak penggugat gagal paham dengan akuntansi isi surat jawaban PKBM Bina Asih kepada KMP. 

"Mereka tidak paham seutuhnya dengan surat jawaban dari clien kami sebelumnya, disitu sangat jelas," ujar Evi kepada Monitorindonesia.com usai mediasi di PN Purwakarta. 

Dalam jawaban resume mediasi, Evi selaku kuasa hukum PKBM, dengan lugas menjelaskan bahwa PKBM Bina Asih telah memberikan kontribusi positif dalam dunia pendidikan, khususnya di Purwakarta.

Untuk itu, ia menegaskan, bahwa secara legalitas, PKBM Bina Asih telah mengikuti mekanisme atau prosedur yang benar, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pada prinsipnya, sambung Evi, principal atau kliennya tidak keberatan kasus gugatan dugaan pelanggaran hukum nomor: 48/Pdt.G/Pn.PWK/2024 diselesaikan dengan jalur mediasi atau kesepakatan.

"Prinsipnya, klien kami tidak keberatan kasus ini diselesaikan dengan mediasi, sepanjang hak-hak para pihak di akomodasi," tegasnya.

Disamping itu, terang dia, dampak yang ditimbulkan akibat pemberitaan kasus tersebut, baik di media online, cetak dan elektronik, telah berdampak buruk terhadap citra PKBM Bina Asih, Cibatu, Purwakarta.

"Untuk itu, kami meminta pihak KMP membuat pernyatan maaf secara terbuka kepada PKBM Bina Asih di sejumlah media," tegasnya.

Disisi lain, ketika ditanya apakah mediasi ini bisa deadlock, jika para pihak yang bersengketa tidak dapat memenuhi atau menyetujui salah satu permintaan masing-masing pihak, Evi menegaskan, posisinya fifty-fifty.

"Deadlock bisa saja terjadi andai tidak ada titik temu atau kesepahaman. Ya peluangnya fifty-fifty," pungkasnya. (Koswara)

Topik:

Purwakarta